TakdirNya Selalu Menang

Janet Pernando
Chapter #9

Perjalanan Impian

Mobil ini tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil juga. Dua orang duduk di depan dan tiga orang duduk di tengah, sedangkan semua peralatan berada di kursi paling belakang, setidaknya tidak ada barang yang taruh di atas mobil.

“Kita mau kemana?” tanya Irman setelah mengisi tangki bensin.

“Kita ke luar dulu aja dari kota ini, nanti dari sana kita mulai untuk voting arah,” ucap Adinda.

Setelah beberapa kanan dan kiri serta lebih banyak lurus, Mereka merasakan udara semakin dingin dan jalanan yang kian menyempit serta berkelok-kelok. Rumah-rumah semakin jarang yang terlewati seiring laju mobil di atas aspal yang sudah mulai berlubang-lubang ini.

Beberapa jam berlalu, Irman menurunkan kecepatan mobil lalu berhenti di suatu warung yang terbuat dari anyaman bilah bambu.

“Kenapa, Man?” tanya Ranu yang masih terjaga di antara yang lain.

“Coba liat Kang,” Irman menujuk jalan yang mereka lalui ini akan segera masuk hutan, dua pohon besar yang menghimpit jalan itu terlihat seperti pintu rimba. “Lebih baik kita tanya ke orang di warung itu, jangan sampai nanti kita kena malam di hutan.”

Di dalam mobil, Intan yang sudah bangun memerhatikan Ranu dan Irman yang sedang berbicara dengan seorang laki-laki tua. Setelah beberapa menit, Ranu dan Irman kembali dengan beberapa potong kue berbentuk bundar berwarna hijau dan dua kantong plastik kecil berisi cairan berwarna cokelat.

Intan mengambil satu, teksturnya agak kenyal dan beraroma pandan, “Ini apa, Man?”

“Kata penjualnya, ini Surabi.”

Intan mencicipinya, gigitan demi gigitan, “Wah! Kayaknya akan lebih enak kalau ada saus keju di atasnya.”

“Oke. Catat!” Surabi akan jadi menu baru di kedai, pikir Ranu.

Irman dan Ranu memutuskan untuk masuk hutan itu, bagai tertelan ke mulut raksasa dengan jalanan berbatu sebagai lidahnya.

Entah karena hari yang hampir berakhir atau kerapatan antar pohon yang membuat cahaya matahari terasa meredup.

“Kita di mana, Kak?” tanya Putri yang baru bangun. Ia melihat barisan pepohon yang menjulang dengan batang pohon yang kemerah-merahan.

“Hutan Rasamala,” jawab Irman.

“Ran, ini sudah lewat dari jam empat loh. Harusnya tadi kita berhenti saja di warung,” ucap Intan ketika melihat jam tangannya.

“Warung? Di tengah-tengah hutan ini ada warung?” tanya Adinda yang baru bangun beberapa menit yang lalu.

“Kata orang itu, ada desa di balik hutan ini. Harusnya satu jam lagi sampai, karena katanya butuh dua jam untuk keluar dari hutan ini,” ucap Ranu. “Namanya desanya itu Dukuh Rasamala.”

Lihat selengkapnya