“Man! Sini,” ucap Sir Ajo.
“Sebentar,” ucap Irman yang sedang mengikat karung yang penuh dengan kentang. “Yes, Sir. Ada apa?”
“Seperti yang kamu tau kalau besok semua ini akan dikirimkan ke kota. Setiap malam setelah panen, Kami biasanya mengadakan pesta.” Sir Ajo memegang pundak Irman, “Kamu adalah orang yang beruntung karena terpilih untuk menemani saya menyanyikan beberapa lagu di malam nanti.”
“Maaf, Sir. Aku enggak bisa nyanyi. Lagipula aku enggak enak sama Warga.”
Sir Ajo menancapkan sekop ke tanah. “Siapa bilang kamu akan nyanyi? Saya tau dari Ranu kalau kamu pandai bermain gitar. Dan karena saya sendiri yang memutuskan, jadi kamu enggak bisa nolak. Setelah ini, kita latihan.”
“Iya, Sir.”
“Apa?!!”
“YES, SIR!!” Ambil keputusan seenak jidatnya saja, pikir Irman.
Di tempat lain, Putri dan Adinda sedang latihan opera bersama Ranti dan teman-temannya.
“Put!” sapa Bibi Nur.
“Iya, Bi.”
“Sebelum datang ke pesta, kamu sama Adinda pergi ke rumah Bibi dulu, ya.”
“Oh, iya, Bi. Memangnya ada apa Bi?”
“Ada sesuatu buat kamu sama Adinda.”
*****
Malam ini, Bibi Nur akan merias Putri dan Adinda. Putri yang duduk di depan cermin besar sedang menatap pakaian Bibi Nur yang sedang Ia pakai. Bukankah ini terlalu indah untuknya, pikirnya. Putri hampir meneteskan air mata ketika rambutnya dikuncir oleh Bibi Nur.
“Cantik,” puji Bibi Nur.
“Terima kasih, Bi.” Putri bangun dari duduknya dan memeluk Bibi Nur. Sebuah pelukan yang sangat erat.
Di rumahnya, Sir Ajo sedang mempersiapkan diri untuk tampil malam ini. Dia juga memilihkan pakaian untuk Irman, grey knitwear dan dungarees denim. Irman menolak karena pakaian tersebut terlihat terlalu tua untuk dirinya. Namun Sir Ajo tetap memaksa. Mau tidak mau Irmanpun harus memakainya.
Ranu, Fadil, dan Intan telah datang di rumah Sir Ajo. Mereka akan pergi bersama-sama ke pesta itu. Tidak lama kemudian, Irman keluar dari kamar.
“Wah, apa-apaan ini?!!” Intan berjalan menghampiri Irman. “Ternyata Kamu bisa keren juga, ya?”
“Enggak usah ngeledek,” ucap Irman.
“Serius. Kamu cocok pake baju ini.”
“Iya, Man. Keren,” sahut Ranu.
Tapi dirinya memang terlihat keren, pikir Irman. Ia mengambil gitar dan bersama-sama dengan yang lain menuju ke tempat pesta.
Sebuah sambutan dari Kepala Desa menjadi pertanda pesta telah dimulai. Pertunjukan pertama adalah opera berjudul “Senandung Hujan” yang menceritakan bagaimana hujan turun membasahi bumi lalu dengan air itu tumbuhlah tanam-tanaman yang bisa dipanen oleh manusia. Ranu yang duduk di bangku Penonton tidak henti-hentinya tersenyum melihat Putri dan Adinda yang sedang menari-nari di bawah hujan yang turun memeluk bunga dan pepohonan. Tentu saja bukan hujan betulan, melainkan hujan di dalam opera.
Setelah opera, acara dilanjutkan dengan pertunjukan musik oleh Sir Ajo dan Irman. Para Penonton menyambut dua orang itu dengan sangat meriah. Tanpa diberi aba-aba, Para Penonton langsung menuju ke depan panggung untuk berdansa.
Intan menonton perayaan yang begitu meriah, tiba-tiba Fadil menggapai tangannya dan menariknya untuk berdansa.