TakdirNya Selalu Menang

Janet Pernando
Chapter #15

Dhanawa

Seorang Wanita turun dari sepeda lalu menuntunnya ke arah Intan dan Irman yang sedang memasak. Irman melihat Wanita itu menundukkan kepala lalu tersenyum. Cara Irman menatap Wanita itu mirip ketika ia memandangi senja di hari kemarin.

Wanita itu mengulurkan tangannya, “Perkenalkan, Yancy.”

Tangan Wanita itu disambut oleh Irman, “Yancy? Aku kira Yancy itu seorang pria.”

Yancy tertawa kecil. “Memangnya ‘Yancy’ bukan seperti nama seorang wanita, ya?”

“Ee..., maksudnya ....”

“Saya jadi terpikirkan untuk mengganti nama.”

Intan bangkit dari duduknya. “Halo! Aku Intan dan orang ini namanya Irman.” Intan lalu menyuruh Irman untuk memanggil Ranu, Adinda, dan Putri yang sedang bermain di pantai.

Yancy menanyakan kenapa mereka tidak menghubunginya ketika sampai di sini. Ia juga menanyakan kabar Fadil.

“Benarkah?” Yancy terkejut ketika mendengar nama kucingnya Fadil. “Dasar orang itu,” senyum mekar di bibirnya.

Dari senyum Yancy, Ranu tahu kenapa Fadil pernah tinggal di sini selama satu tahun lamanya.

“Saya mau ajak kalian ke tempat indah lainnya, selain pantai. Mau?” tanya Yancy.

“Mau!” Irman sangat bersemangat.

“Maaf, aku enggak ikut. Harus ada yang jaga di sini,” ucap Intan.

“Kalian saja yang ikut, biar aku sama Intan yang jaga mobil.” Ranu menghampiri Irman, “Aku titip mereka.”

“Siap, kang. Aku akan jaga ketiga wanita ini.”

“Man!”

“Maksudnya, dua wanita ini.”

*****

Hari hampir berakhir ketika Irman, Adinda, dan Putri kembali. Selain Yancy, ada beberapa orang yang bersama mereka. Yancy memperkenalkan keempat temannya itu, dua wanita yang membawa keranjang itu bernama Eliz dan Hazel, sedangkan seorang pria yang menggenggam ukulele bernama Erik, dan pria dengan beberapa buah kelapa di tangannya bernama Andra.

Ranu dan Intan mendengarkan cerita tentang sabana tempat kuda-kuda Para Warga desa di lepas, tentang desa dengan rumah yang mirip tumpeng beratapkan jerami dan beralaskan tanah, dan tentang bebatuan di tepi pantai.

“Dan kalian harus melihat danau biru di tengah hutan,” kata Eliz.

“Namanya Mata Biru,” Hazel menambahkan.

“Mata Biru?” sahut Putri.

“Sayangnya, kalian tidak boleh ke sana. Setidaknya untuk sekarang ini,” ucap Erik.

“Maaf, tapi ini agak rumit.” Yancy menarik nafas dan diam sejenak untuk mencari kata-kata yang tepat. “Tidak sedikit dari Warga di desa kami yang menolak keberadaan orang-orang asing. Jadi ....”

“Saya paham. Sebelumnya, Fadil sudah memperingatkan tentang hal ini,” ucap Ranu.

“Iya, kah? Perasaan Fadil enggak pernah bicara tentang ini.” Intan mengerutkan dahi.

“Dia bilang waktu itu. Waktu dia cerita tentang hubungannya dengan Ayahnya.”

“Ayahnya?” sahut Yancy. “Dia bercerita apa?”

“Itu ..., nanti saja saya ceritakan ke kamu. Dan ke Intan juga,” Ranu melirik ke Intan. “Soal tadi. Kami sama sekali tidak ada masalah tentang itu.”

“Tapi waktu kita ke sana. Tidak terjadi apa-apa,” ucap Irman.

Lihat selengkapnya