Sudah lama sekali sejak terakhir kali Ranu melakukan ini, sepagi ini untuk olahraga. Meski Intan selalu mangajaknya, tapi dia tidak pernah mau ikut. Dahulu, sebelum sibuk dengan kedai, ia senang berolahraga, salah satunya lari pagi setiap minggu, seperti ini.
Ranu mengingat kembali, Mita dengan wajah kesalnya yang terpaksa ikut dengannya pada hari minggu itu, hari minggu yang sudah sangat dulu itu. Untuk kesempatan pertama dan kedua, Mita memang tidak suka melakukan itu, tapi lama kelamaan Mita mulai menyukainya. Bahkan akan terasa ada yang kurang kalau dia tidak berolahraga pagi di hari minggu.
Seiring matahari yang meninggi, keramaian yang sebelumnya berada di jalanan, kini bergeser ke tempat dimana booth-booth berjejer menjajakan berbagai jenis makanan dan minuman. Ranu juga pergi ke sana, mencari sebotol air mineral dingin.
Tadinya ia akan pulang setelah air di botol ini telah habis ditenggaknya, namun ia membatalkan niatnya itu saat melihat seorang wanita cantik keturunan Indonesia-Norwegia dengan rambut yang dikuncir setengah sedang kerepotan melayani pesanan dari para Pembeli.
Ranu menghampiri Wanita itu dan berdiri di sampingnya. “Maaf ya, saya habis dari wc. Oh ya, tadi mau pesan apa?” ucap Ranu. Seolah-olah dirinya yang bertanggung jawab atas masalah ini.
“Arsa?!” ucap Wanita itu.
Ranu hanya tersenyum. “Mita, kamu sendirian aja? Kamu itu, ya ..., mestinya ada orang yang membantu kamu,” ucapnya sambil mata dan tangannya fokus mencuil daging buah alpukat masuk ke dalam blender.
“Ada, cuma tadi dia .... Tapi sedang apa kamu di sini?” ucap Mita yang masih kebingungan dengan keberadaan Ranu di sini.
“Kamu tidak lihat?” ucap Ranu sambil menekan tombol blender.
Tidak lama dari itu, temannya Mita datang dengan langkah yang terburu-buru. “Sorry, sorry, Mit. Tadi Ibuku ....” Dia melihat Pria Asing yang sedang menuangkan jus ke dalam gelas plastik berdiri membelakangi dirinya. “Siapa?” bisiknya.
“Dia? Temanku,” jawab Mita.
Menyadari ada seseorang di belakangnya, Ranu pun segera berbalik. “Halo! Salam kenal!.” Ia menjulurkan tangannya, “Ranu ..., eh bukan. Maksudku, Arsa. Aku Arsa.”
Temannya Mita itu terlihat agak terkejut ketika mendengar nama itu. Lalu ia melihat Mita yang sedang tersenyum sambil menaikkan alis seperti membenarkan sesuatu. “Abi,” ucapnya sambil membalas ajakan berjabat tangan tersebut.
“Abi?” ucap Ranu yang kebingungan dengan seorang wanita bernama Abi. Itu tidak cocok sama sekali, pikirnya.
“Abigail.”
“Oh, Abigail. Salam kenal, ya, Abigail.”
Setelah mengantarkan dua wanita itu ke mobilnya, Ranu pamit pulang, tapi Mita meminta Ranu untuk mengantarkannya pulang dengan alasan kalau rumah Abigail dan rumahnya tidak searah, jadi Mita merasa kasihan kalau temannya itu harus mengantarkannya pulang.