Setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal di dalam rumah Yancy, Intan pun memanggil teman-temannya agar segera masuk mobil. Hari ini, mereka akan berangkat kembali ke kota.
Irman duduk di bangku kemudi. “Ah, kita harus pulang, ya?” sambil menaruh kepalanya di atas stir.
“Tentu.” Intan melihat ke kebelakang, “Kalian kangen rumah, kan?”
“IYA!!” jawab Putri.
“Enggak apa-apa, Man. Kalau ada kesempatan, kita bisa datang lagi ke sini,” ucap Adinda.
Irman tidak menjawab apa-apa. Lalu menghidupkan mesin, “AYO! KITA BERESKAN MASALAH KEDAI!!” teriak Irman. Lalu berangkatlah mereka menuju rumah.
Intan mengingat-ingat kembali pada tujuan awal mereka melakukan perjalanan ini. Intan berkata kalau sampai saat ini, dia masih belum dapat ide tentang tema apa yang cocok untuk Kedai. Intan menanyakan kepada yang lain dan jawaban mereka pun sama, yaitu sama-sama belum dapat ide.
“Barangkali Ranu sudah dapat ide,” ucap Intan.
“Aku jadi sedikit ragu. Apa kita perlu mengganti nama, menu, dan interior kedai?” tanya Irman.
“Enggak, tahu. Ini, kan, sudah dua minggu berlalu. Siapa tau kondisinya sudah kembali normal.”
“Semoga, ya.”
“Oh, ya. Daritadi aku telpon Ranu, tapi nomornya enggak aktif. Aku mau kabarin aja, kalau kita sudah di perjalanan pulang.”
Secara kebetulan, ada panggilan masuk ke telepon yang berada di tangan Intan. Di sana tertera nama Pamannya Adinda. Lantas Intan memberikan telepon itu ke Adinda.
“Iya, halo, Om,” ucap Adinda. “Aku sedang di perjalanan pulang. Ada apa, Om?”
Muka Adinda mendadak serius. Sesaat kemudian, ia panik dan menangis. Adinda mencoba mengatur nafasnya. Lalu menutup telepon itu.
“Ada apa, Kak?” tanya Putri yang khawatir melihat Adinda menunduk dengan tangis yang terisak-isak.
Adinda mengusap air matanya dan mengatur nafasnya. Ia berusaha untuk tidak menangis, tapi ia tidak sanggup. Lalu tangisnya pecah ketika ia berkata, “AYAH MASUK UGD!!”
Mereka semua yang ada di situ terkejut bukan main. Sampai-sampai Irman mengerem mendadak dan membuat kendaraan di belakangnya hampir menabrak mobil mereka. Intan membuka pintu, ia keluar dan meminta maaf kepada mobil yang ada di belakangnya itu. Lalu masuk lagi, kali ini ia tidak duduk di depan, melainkan di tengah. Ia sangat mengkhawatirkan Adinda.
“Gak apa-apa.” Intan menarik kepala Adinda ke pundaknya. “Tenang, ya, ada Om kamu di sana. Kita secapatnya ke sana.”