“Ran! Ranu!” teriak Intan di depan pintu.
“Kita mau kemana, sih, Kak?” tanya Putri yang penasaran karena sore ini Intan tiba-tiba menyuruh ia dan yang lainnya untuk bersiap.
“Ada, deh!”
Ranu datang dengan sebuah kamera yang terkalung di lehernya, “Sorry.”
“Yuk!”
“Kemana?” tanya Ranu.
“Bawel!” jawab Intan. “Jangan lupa kunci pintunya.”
Dengan mengendarai mobil, mereka melesat ke salah satu jalan utama yang ada di kota tersebut, terdapat berbagai macam hiasan yang terpasang di sepanjang jalan itu.
Intan memakir mobil di salah satu gedung perbelanjaan. “Tunggu sebentar, ya.” Intan lalu pergi.
Dari dalam mobil, terlihat banyak tenda yang berdiri di sana dan orang-orang yang tengah sibuk menyiapkan sesuatu. Bahkan ada beberapa orang dengan kostum lewat di depan mobil mereka.
Tidak lama kemudian Intan datang sambil mendorong sebuah troli, “Tara.” Terdapat lima kotak kardus di dalamnya, “Kita akan ikut karnaval, bukan sebagai penonton, tapi sebagai peserta.”
“Karnaval?” tanya Irman.
“Iya, kira-kira tiga puluh menit lagi akan dimulai,” ucap Intan. “Sayangnya aku cuma dapet lima kostum, jadi harus ada satu orang yang mengalah.”
Dengan cepat Ranu menangkap mulut Irman, “Kalau begitu biar aku aja yang mengalah. Meski begitu aku akan sering-sering memotret kalian.”
Irman sudah pasrah dengan nasibnya. “Terima kasih, Kang. Karena sudah mau mengalah, aku sangat terharu sekali,” ucap Irman sambil memeluk Ranu.
“Udah, deh.” Intan menyuruh Putri, Kinan, dan Abigail memilih kostum yang ada di dalam kotak-kotak kardus tersebut. “Sebenernya kamu gak suka, kan, Man?” tanya Intan sambil melempar sebuah kostum berwarna hijau ke wajah Irman.
Irman memerhatikan baik-baik kostum itu, “Kostum ini mirip ....”
“Kodok,” sahut Intan.
“Memangnya karnaval ini bertemakan apa, sih? Kok ada kodok?”
“Tentang musim hujan,” jawab Intan. “Ayo! Kita sudah ditunggu, nih.”
Ranu menghampiri Putri, “Kamu dapet kostum apa, Put?”
“Enggak tau. Tapi gaun ini sangat cantik”
“Itu kostum Putri Hujan,” sahut Intan dengan kostum bunga matahari yang telah dikenakannya. “Kamu itu tokoh utamanya, Put. Selain, Ratu Laut dan Raja Matahari.”
“Matahari dan Laut melahirkan Hujan,” ucap seorang kodok.
“Kodok enggak pantes bicara seperti itu,” ucap Intan. “Kamu dan kostum itu terlihat cocok, Man.”
“Kodok bisa makan bunga matahari, enggak, sih?” tanya Irman.
“Mungkin aku bisa,” sahut Abagail Si Kupu-kupu.
“Itu bukan memakan namanya, tapi menyemai,” ucap Kinan Si Burung Pipit.
Sebelum bergabung dengan peserta karnaval yang lainnya, mereka mengabadikan penampilan mereka saat ini dengan kamera di tangan Ranu. Tepat pukul empat sore, karnaval itu dimulai. Ada tiga kendaraan besar di dalam karnaval itu, salah satunya adalah kendaraan hujan.