Take You Home

Arindra
Chapter #1

Prolog

Hiruk pikuk keramaian jalanan terdengar sampai di telinga sesosok wanita berbalut pakaian hitam dari ujung kepala sampai ujung kaki di atap sebuah gedung terbengkalai. Posisi wanita itu tidak berubah sejak satu jam yang lalu. Tengkurap, dengan tangan bersiaga memegang sniper, jari telunjuknya siap menembak di pelatuk, matanya awas melihat melalui teropong riffle miliknya. Konsentrasinya tertuju sepenuhnya kepada seorang laki-laki yang baru saja keluar dari klub malam, didampingi oleh wanita-wanita cantik di kedua sisinya. Laki-laki itu mengenakan jas perlente berwarna abu-abu dan mengenakan sepatu pantofel warna navi dan jam tangan navi di tangan kanannya. Rambut disisir kebelakang dengan rapi dan klimis. Laki-laki itu berdiri di depan klub menanti mobilnya diambil yang oleh pengawalnya. 

Angin berhembus dengan pelan, tetapi konsentrasi wanita itu tidak tergoyahkan. Matanya masih terpicing menatap melalui teropong di depan matanya. Melalui jarak satu kilometer jauhnya dari sang laki-laki perlente tadi. Tampak terlihat jelas olehnya gerak gerik laki-laki itu melalui teropongnya. Mobil yang ditunggunya belum juga tiba. Laki-laki itu mendekatkan kepalanya ke arah wanita seksi yang berada di sisi kirinya, tampaknya membisikkan sesuatu kepada wanita yang mengenakan gaun malam warna lavender yang gemerlap. Sang wanita tertawa, kemudian terkikik geli mendengar entah apa yang di ucapkan laki-laki perlente tadi. Tiba-tiba, laki-laki itu menghentikan gerakannya, dengan perlahan ditolehkan kembali kepalanya lurus menatap ke arah wanita yang membidiknya tadi. Matanya gelap, dalam dan tajam. Jarak sejauh satu kilometer seharusnya tidak terlihat oleh mata telanjangnya.

Meskipun begitu, bulu kuduk wanita pembidik tadi berdiri sepenuhnya. Seakan mata tajam dan dalam itu mampu menembus melihat ke dalam dirinya. Segera saja ditembakkan sniper yang sedari tadi sudah disiagakannya, peluru bertolak segera melesat sepenuh tenaga, terbantu oleh dorongan angin sehingga bergerak tajam dan terarah pada bidikannya. 

Masih dilihatnya dari teropong hasil tembakannya tadi, aneh sekali, pelurunya meleset. Dilihatnya peluru yang ditujukan kepada laki-laki tadi ternyata mengenai salah satu pengawalnya. Alexander Duncan--nama laki-laki tersebut--sudah menghindar dan berdiri satu meter jauhnya dari posisi semula. Mata sang wanita berbalut pakaian serba hitam tadi membuncah, kaget karena keakuratan yang selalu dibanggakannya tidak berhasil mengenai sasarannya malam ini.

Sontak di tempat yang menjadi sasaran bidiknya tadi, heboh dengan pengawal-pengawal yang bersiaga mengeluarkan pistol yang selalu bawa mereka bawa. Mereka mengelilingi Alexander Duncan, memberikannya perlindungan dari aksi susulan. Alexander Duncan sendiri berdiri tegak terus menatap ke arah datangnya peluru. Diperintahkan anak buahnya untuk menyisir kawasan satu kilometer ke area depan klub.

Mengetahui hal tersebut, wanita itu segera saja mengemasi riffle sniper miliknya. Dimasukkan kembali kedalam tas cangklong yang khusus untuk membawa riffle snipernya. Dengan bergegas, segera saja wanita yang berbalut pakaian serba hitam tadi turun dari atap bangunan yang terbengkalai. Melalui tangga besi di belakang bangunan yang sudah reyot, wanita itu bergegas turun berpacu dengan pengawal-pengawal Duncan menemukan lokasi dari mana tembakan itu dilontarkan.

Sesampainya di bawah gedung terbengkalai, segera saja wanita itu melesat berlari menjauhi gedung yang tadi di tinggalkannya. Dengan masih membawa riflle sniper di bahunya dan pakaian serba hitam yang masih dikenakannya, wanita itu berlari sekuat tenaga dan secepat yang dia bisa. Dilaluinya gang-gang antar bangunan yang berpenerangan redup. Dengan napas memburu dibelokkan tubuhnya ke sebuah gang sempit dan gelap satu kilometer jauhnya dari tempat dia melakukan aksinya tadi. Dilepaskan riffle nya dari bahu dan disembunyikannya di belakang tempat sampah besar dalam gang tersebut. Dilepaskannya jaket hitam dan celana hitam yang dikenakannya. Digantinya dengan celana taktis warna coklat muda dan kaos tanktop hitam, dipadu dengan jaket taktis polos murah berwarna coklat yang dibeli di pasar loak sebelumnya. Rambut hitam coklatnya dikuncir kuda diatas kepala, tak lupa topi warna hitam menutupi kepalanya. Dibawanya ras ransel belel warna hijau tua dan ponsel tua lainnya untuk menggantikam semua yang dikenakan tadi. Setelah selesai mengganti semua atribut yang dipakainya, ditenangkannya napas dengan berulang-ulang dihembuskan keras melalui mulutnya. Setelah detak jantung dan napasnya normal, wanita itu keluar dari naungan bayangan kegelapan gang sempit menuju ke arah keramaian jalanan yang saat itu sudah di datangi oleh banyak sekali polisi.

Dari kejauhan dlihatnya kerumunan sudah mengelilingi tempat kejadian perkara sasaran yang dia tembakkan tadi. Polisi membentangkan garis polisi dan sudah mengangkat mayat pengawal untuk diautopsi. Diedarkannya pandangan mencari sesosok lelaki yang seharusnya tergeletak di kantong mayat itu. Karena tidak didapati dimanapun laki-laki yang dicarinya, wanita itupun segera berlalu dari tempat itu.

Lihat selengkapnya