Take You Home

Arindra
Chapter #2

Alexander Duncan

Alexander Duncan mengumpat dengan kasar. Malam ini ada orang yang memburunya. Jika tadi Alexander tidak merasakan insting bahaya di dalam dirinya bangkit, maka yang akan masuk ke dalam kantong mayat itu adalah dia. Bukan pengawal yang ada di belakangnya. Setelah radar bahayanya bangkit, Alexander melihat ke arah depan klubnya, yang berjajar banyak gedung tua dan terbengkalai. Meskipun Alexander tidak tahu pasti siapa yang membidiknya, tapi dia yakin kalau arah datangnya bidikan dari gedung-gedung terbengkalai di depan sana.

Tanpa menunggu polisi datang ke lokasi, beberapa anak buah Alexander sudah disebar untuk memeriksa lokasi tersebut. Alexander sendiri menyingkir dari sorotan keramaian, berdiri di bawah pohon terlindung dari cahaya lampu dan sorotan kamera-kamera amatir para penonton. Alexander mengamati dalam diam kerumunan yang terjadi setelah peristiwa penembakan tadi sembari menanti kedatangan polisi ke tempat kejadian perkara. Alexander tahu bahwa nanti lokasi itu akan dipasangi garis polisi untuk dilakukan penyelidikan awal.

Di bawah pohon, Alexander yang terbakar amarah memandangi kerumunan di depan tempat kejadian perkara, mencari pelaku yang dia yakini akan datang ke lokasi dan melihat lebih jelas hasil perbuatannya. Tak dihiraukannya kaki kanannya yang sudah menjerit kesakitan, peluh bercucuran di keningnya, karena Alexander masih bersikeras menahan sakit di kakinya tanpa bantuan tongkat berjalan. Tatapannya terpaku pada seorang wanita muda. Mata jelinya menangkap gerakan mencurigakan dari wanita itu. Benar saja, wajah wanita itu tidak menampakkan rasa penasaran, tetapi matanya awas mencari sesuatu yang Alexander yakini itu adalah dirinya. Dipanggilnya salah seorang anak buah kepercayaannya, diperintahkan untuk mengikuti gerak-gerik wanita itu dan melaporkan hasil pengawasan kepadanya.

Masih diamatinya wanita berambut kecoklatan yang mengenakan topi hitam untuk menutupi sebagian wajahnya itu. Tas ransel buluk yang di sandang dipundaknya serta pakaiannya saja sudah tidak cocok berada di sekitar sini. Dibandingkan dengan kerumunan wanita-wanita malam yang memakai baju seksi dan laki-laki yang memakai jas untuk datang ke klubnya, jaket dan celana taktis warna coklat serta kaos hitam yang dikenakannya semakin menambah kecurigaan Alexander. Secara keseluruhan penampilan wanita itu semacam mercusuar di lautan di mata Alexander.

Wanita bodoh, pakaian yang kau kenakan diantara para penikmat malam akan langsung membuatmu jadi sasaran kecurigaan, batin Alexander dengan menyeringai puas.

Masih diikuti gerakan wanita yang sudah meninggalkan kerumunan tadi, menyelinap melebur bersama dengan gelapnya malam. Alexander juga menangkap bayangan anak buah kepercayaan yang ditugaskan untuk menguntit wanita muda tadi. Alexander penasaran siapa wanita muda itu dan mengapa dia berniat untuk membunuhnya. Alexander yakin kalau wanita itu mendapatkan pelatihan ala militer, tetapi tidak pernah masuk ke dalam dunia kemiliteran. Pasalnya, pakaian menyamarnya tidak berguna untuk membaur dengan lingkungan sekitar tetapi malah menunjukkan secara nyata bahwa dialah tersangkanya.

"Tuan, polisi ingin berbicara dengan Anda," kata salah seorang anak buahnya.

Alexander menganggukkan kepalanya, tanda dia bersedia untuk ditanya oleh polisi. Tahu bahwa prosedur ini tidak bisa dilewati begitu saja. Dan karena Alexander ingin segera menyelesaikan semua prosedur penyelidikan awal ini dengan segera, maka ditahannya sakit yang menyengat dari kaki kanannya itu. Ada dua orang polisi datang menghampiri Alexander dibelakang anak buahnya tadi.

"Selamat malam, Tuan Alexander Duncan," sapa polisi yang berbadan gempal sembari menganggukkan kepala memegang topinya.

"Malam Officer, apa yang bisa saya bantu?" jawab Alexander dengan keramahan yang dipertahankan.

"Ada beberapa hal yang ingin kami tanyakan. Apakah anda bersedia untuk menjawab di sini atau ikut kami ke kantor polisi?" tanya petugas polisi tadi.

"Silakan di sini saja Officer. Saya bersedia bekerja sama penuh dengan kepolisian," kata Alexander masih dengan menahan sakit di kakinya.

"Tuan Alexander, bisa ceritakan kembali kepada kami apa yang terjadi menurut Anda?" tanya petugas polisi.

Alexander melihat petugas polisi yang kedua sudah bersiap menuliskan kesaksiannya di catatannya.

Lihat selengkapnya