"Apa kau tahu kemana dia pergi?" tanya Alexander kepada bawahannya yang ditugaskan untuk menguntit Rachel.
"Tadi setelah keluar dari kantornya, masih sempat saya buntuti, Bos. Tapi saya kehilangan jejak saat di kawasan padat kafe," jawab anak buah Alexander dengan nada takut dan menundukkan kepalanya.
Mendengar jawaban itu, Alexander mengernyitkan dahinya. Mencoba menelusur daerah perkantoran dan wilayah yang berada di sekitarnya. Otaknya masih berpikir keras, matanya menerawang jauh seakan melihat peta yang tak kasat mata tergambar di hadapannya. Di daerah padat tersebut selain perkantoran, kafe, bank, rumah sakit ada juga perpustakaan kota yang terletak tidak jauh dari gedung balaikota.
Menurut pemikiran Alexander, tidak mungkin Rachel bergegas untuk menuju ke kafe, yang mana pada jam seperti ini hanya untuk mampir membeli kopi di pagi hari. Kemungkinan kedua yang disingkirkannya adalah bank, tidak ada alasan Rachel pergi ke bank dengan tergesa-gesa pagi ini. Kemungkinan ketiga yang disingkirkan adalah gedung balaikota. Rachel tidak mungkin pergi ke gedung balaikota karena tidak ada urusan dengan pemerintahan kota ini. Jadi kemungkinan kepergian Rachel hanya ke rumah sakit dan ke perpustakaan.
"Bawa satu orang lagi dan kalian masing-masing pergilah ke rumah sakit dan ke perpustakaan. Jangan melakukan hal yang mencolok dan mencurigakan. Cari saja dia dan laporkan langsung kepadaku dimana dia berada!" perintah Alexander kepada anak buahnya yang sejak tadi masih menanti perintah darinya.
"Baik Bos. Akan kami laksanakan!" jawab anak buahnya itu dengan lega dan bergegas menyingkir dari hadapan Alexander.
Sepeninggalan anak buahnya, Alexander menyandarkan punggungnya ke kursi kerjanya. Kaki kanan yang saat ini sudah tidak begitu sakit, di topangkan ke kursi kecil yang selalu ditempatkan di depan kursinya. Bebat kencang yang selalu terpasang di kakinya mengurangi sakit yang selalu di rasakannya. Begitu pula obat pereda sakit yang rutin diminumnya sangat membantu situasinya sekarang.
Di depan meja kerjanya, ada sebuah buku jurnal yang terbuka di tengah-tengah halamannya. Alexander sudah membaca separuh dari buku tersebut. Bibirnya mengembang melihat catatan terperinci yang terkandung di dalam jurnal itu. Buku jurnal tersebut seakan menjelaskan dirinya sendiri dalam bentuk tulisan. Seakan jurnal itu adalah buku biografinya sendiri. Karena banyak hal akurat tentang dirinya sendiri yang tertulis di sana.
Hal yang membuatnya tertarik adalah ada foto seorang wanita cantik yang sama sekali tidak dikenalnya. Rambut tebal berwarna pirang kecoklatan, mata hijau cemerlang, wajah tirus kecil, hidung mancung dan berbibir mungil. Lehernya kecil dan panjang. Tipe kecantikan yang bakal digilai oleh dokter pribadinya yang yang bertipe flamboyan. Dibalik foto itu terdapat coretan tulisan yang berbunyi Natasha Lear 'apa aku cantik?'