"Mau kemana kak? Bukannya sabtu masuknya siang?"
Octa yang sudah sampai di pintu pun menoleh mendengar suara sang ibu.
"Aku mau ngambil motor, lumayan olahraga," jawabku diakhiri cengiran.
"Halah olahraga apanya? Paling nanti juga ujung-ujungnya ngojek," ucap Siti yang sudah hafal kelakuan anak pertamanya itu.
"Hehehe, yaudah yak aku jalan, do'akan aku ya ma biar nemu jodoh di jalan." Setelah memberi ciuman kilat di kening ibunya, Octa lantas berlari keluar rumah. Octa tahu, ibunya itu sangat sensitif jika dia membahas tentang jodoh, belum siap ditinggal katanya.
"Pagi ini indah banget, kaya masa depan gue," ucapku yang tengah terkagum dengan pemandangan pagi ini.
"Pigi ini indih bingit, kiyi misi dipin gii,"
Octa lantas menoleh mendengar suara menyebalkan itu. Bisa-bisanya ada makhluk pengganggu di pagi yang indah ini.
"Ngapain lo?" tanya Octa sebal.
Karin hanya terkekeh sebentar lalu menyusul langkah Octa hingga dia kini berada di samping Octa.
"Tau gak Ta? Semalem Dylan ngelive, gila! Gue ga ngerti kenapa ada orang seganteng dia," celoteh Karin menggebu-gebu. Sedangkan Octa mengernyit bingung.
"Dylan siapa? Dylan yang Iqbal? Dylan Sprouse? Dylan Jordan? Dylanda bencana?"
"Ih Octa serius,"
"Yaudah Dylan siapa?"
"Dylan Hershon, demi lo yang gagal move on, dia ganteng banget Ta," jawab Karin gemas.
"Bisa ga sih gausah bawa-bawa kata move on?" tanya Octa yang kesal setengah mati bila ada yang mengatakan dirinya gagal move on.
"Hehehe sorry, lo mau kemana? Tumben jalan kaki? Biasanya terbang,"
"Lucu lo badut, gue mau ngambil motor,"
"Loh emang motor lo kenapa? Lagi di bengkel?"
"Bukan, semalem gua jalan sama Adel, trus naik mobil dia, dia jemputnya di kantor, karena pas kita pulang udah cape banget, yaudah kita lupa kalo harusnya ke kantor gue dulu,"
Octa mengernyit melihat respon Karin yang tiba-tiba berhenti dan memandangnya dengan tatapan dramatis.
"Lo tega banget jalan berdua ga ngajak gue, padahal semalem gue lagi gabut banget, semua yang kalian lakuin itu jahat!"
Octa menggaruk alisnya, bingung juga harus bagaimana. Emang sih sebelumnya Octa pasti selalu pergi bertiga, bareng Karin dan Adel. Tapi semalam Octa dan Adel memang benar-benar lupa kalau Karin adalah teman mereka juga.
"Hmm gini deh, nanti jam 7 malem Adel mau ke rumah gue, lo pasti udah tau kan tentang acara reuni itu? Kalo lo mau, lo bisa ke rumah gue juga nanti, trus kita berangkat bareng naik mobilnya Adel," ucapku yang diacungi dua jempol Karin.
"Kalo gitu, gue duluan ya Ta, udah dijemput tuh,"
"Dijemput siapa?" tanya Octa bingung.
"Calon masa depan," jawab Karin mesem-mesem.
"Oh, kirain dijemput Yang Maha Kuasa," ucap Octa yang mendapat tempelengan dari Karin.
"Mulutnya suka ga mikir kalo ngomong,"
"Mulut mana bisa mikir?" tanya Octa membuat Karin mendengus sebal dan meninggalkannya.
Octa hanya mengendikkan bahunya melihat reaksi Karin. Dia memilih melanjutkan perjalanannya menuju kantor kesayangannya.
Hampir tiga puluh menit, akhirnya Octa sampai di kantornya. Napasnya terpenggal-penggal, hari ini dia ingin pamer pada mamanya kalau dia berhasil berjalan kaki menuju kantornya, tidak naik ojek seperti sebelum-sebelumnya. Merasa haus, dia pun menyeret kakinya menuju supermarket yang ada di dekat kantornya.
Kakinya dengan sangat peka langsung menuju ke rak minuman. Susu kotak cokelat adalah tujuannya. Dia langsung memeluk sepuluh susu kotak kesayangannya dan membawanya ke meja kasir.
"Kan ada keranjang mba," ucap perempuan penjaga meja kasir yang sudah tak asing di mata Octa.
"Males mba, kejauhan," jawab Octa diakhiri cengiran.
"Ga takut gemuk mba minum susu ginian mulu?"
"Saya gemuk juga tetep cantik kan mba?" tanya Octa bernada candaan. Si mba pun hanya tertawa menanggapi candaan pelanggannya itu.
---
"Kak! Mau minta susu," rengek Aisha saat Octa baru saja ingin masuk ke kamarnya.