Arenara
Aku membuka mataku, hal yang pertama kali kulihat adalah makhluk yang sedang menimpaku. Matanya yang berwana putih kehitaman dengan kelopak mata yang tebal menatap mataku lekat, ia memakai baju pengantin berwarna putih lusuh dan ada noda darah diperutnya. Sepertinya ia mati ditusuk dengan pisau.
Aku beranjak dari ranjang dan berniat menuju ruang kesenianku. Aku mengambil kuas lalu mulai melukis diatas kanvas. Aku melukis wajah seseorang yang datang kemimpiku, entah mengapa ia bisa masuk kedalam mimpiku. Tapi yang jelas dilubuk hatiku yang paling dalam aku mau melukis wajahnya. Aku bahkan masih ingat setiap inci dari wajahnya, ada apa denganku? Kenapa aku memikirkannya? Aku menghela napas kasar lalu meninggalkan lukisannya yang belum sempurna.
Hari semakin siang. Ya, aku memang sudah memutuskan untuk tidak masuk ke sekolah karena hari ini adalah hari penyerahan tumbal. Ibu juga sudah menyiapkan korbannya, entah siapa dia aku tidak peduli.
Aku meletakkan rambut korban tumbal kemudian aku menusuk jariku dengan jarum, dan meneteskan darahku ke rambut itu.
Aku memejamkan mataku lalu mulai membaca mantra. Aku menghempaskan rambut itu kedalam api yang berkobar.
Aku terseyum miring melihat api yang membakar tiap helai rambut itu. Aku kembali memejamkan mataku lalu membuka suara, "Terimalah sesembahanku oh Lucifer."
**********
Samudra
Aku menenggelamkan kepalaku ke meja, mencoba tertidur. Sialnya ada seseorang yang mengguncangkan tubuhku.
Aku mengankat kepalaku dan melihat Rio yang berdiri disebelahku sambil tersenyum lebar. "Hai samudra!"
Aku kembali menenggelamkan kepalaku dan mengabaikan Rio. "Samudra ada kabar bagus! Sam! Lihat aku!"
"Apa?"
"Arenara! Arenara tidak datang kesekolah!" seru Rio dengan wajah gembira.
Aku mengerutkan alisku kemudian menoleh kearah kursi di pojok kelas, "Terus?"
"Ini kesempatan bagus untukmu Sam! Kau bisa datang kerumahnya dengan alasan memberikan tugas hari ini."
"Sudahlah yo, aku lelah. Untuk apa aku kesana?" aku kembali menenggelamkan kepalaku ke meja.