Jam istirahat pun tiba, Rara dan juga teman-temannya memutuskan pergi ke kantin untuk makan siang.
“Ra berarti lo gak bisa ikut seleksi hari ini ya?” Tanya Naila ditengah-tengah kenikmatan Rara, Ayura, dan Keisya menyantap makanan mereka masing-masing.
“Emm iyaa,” jawab Rara lalu kembali melanjutkan menyantap makanannya.
“Emang kaki lo masih belum mendingan ya?” tanya Ayura.
“Ya sebenernya udah mulai mendingan sih tapi Rara gak berani maksain karena pasti gak bakalan dibolehin sama kazid,” jelas Rara sambil setengah mengunyah bakso yang ada di mulutnya.
“Iya sih bener jugaa.” Ujar Ayura.
“Ehh tapi nanti lo nonton kita seleksi ya, daripada pulang di rumah juga gak ngapa-ngapain,” ucap Keisya.
“Emm bolehh, liat gimana nanti aja.” Jawab Rara.
“Okee.” Ujar Keisya.
Mereka pun kembali hening saling fokus menyantap makanan mereka masing-masing.
***
Setelah Rara menunggu Keisya, Ayura, dan Naila berganti pakaian mereka pun langsung menuju ke lapangan basket. Saat mereka sampai di pintu lapangan tak sengaja berbarengan dengan kedatangan Zidan dari arah yang berlawanan.
“Kamu gak pulang Ra?” tanya Zidan yang melihat kehadiran Rara.
“Mau nonton kak, bolehkan? daripada gabut di rumah.” Kata Rara.
“Okee gak pa-pa.” Ujar Zidan.
Mereka pun bersamaan masuk ke lapangan, Rara pun langsung menuju kursi penonton sedangkan Keisya, Ayura, Naila, juga Zidan berada di pinggir lapangan bersiap-siap untuk melakukan pemanasan.
El yang baru datang dan melihat Rara berada di kursi penonton pun langsung menghampirinya dan duduk di sebelah Rara.
“Kenapa cuma nonton, gak ikut seleksi?” tanya El.
Ini adalah kali pertama Rara bertemu dengan El lagi setelah kejadian El meminjakan handphonenya ke Rara dan Rara melihat foto perempuan di handphonenya. Entah kenapa Rara masih merasa kesal saat melihat El atau memang begini rasanya saat harus tahu apa yang seharusnya tidak diketahui dan terlebih lagi harus memendam saat sudah tahu, karena tak punya cukup nyali untuk bertanya dan sadar diri siapa diri ini.
“Ngeledek,” ucap Rara malas.
“Wihh sensi amat bu, pasti lagi kesel ya gak bisa ikut seleksi it’s oke,” ujar El. “Tapi nanti semangatin gue ya.” Lanjutnya lalu El mengacak-acak puncak kepala Rara dan langsung beranjak pergi meninggalkan Rara.
Pupil mata Rara pun langsung membesar, jantungnya berdegup begitu kencang, seperti ada kupu-kupu yang yang berterbangan di perutnya. Rara sangat kaget dengan semua yang terjadi tadi, dengan perilaku El tadi, dengan reaksi tubuhnya menerima perilaku El, dan dengan rasa bahagia yang menggerola yang dengan sekuat tenaga ia lawan. Rasa bahagia yang muncul saat tangan El mendarat di puncak kepalanya, rasa yang tak seharusnya ada kenapa tiba-tiba datang, kenapa dengan dirinya, kenapa rasanya seperti hati dan otaknya tak sejalan.
Rara pun berusaha menenangkan dirinya mencoba mengatur nafasnya, dan melupakan kejadian tadi karena itu adalah jalan yang dirasa tepat untuk membuat dirinya kembali tenang dan tak kebingungan.
Tak berselang lama pun Lanang datang dan menghampiri Rara. “Ra kok lo di sini, gak pulang istirahat?” tanya Lanang.
“Rara mau nonton seleksi, daripada di rumah bosen,” ujar Rara.
“Tapikan kaki lo masih sakit harusnya dibawa istirahat dulu di rumah biar cepet sembuh,” kata Lanang.
“Ahh gak usah berlebihan gitu, kaki Rara juga udah lebih membaik dari sebelumnya kok, lagian Rara juga gak mungkin maksa diri kalo emang gak kuat,” jelas Rara.
“Okee kalo gitu, emm apa lo mau gue beliin makanan atau minuman gitu biar gak bosen nanti nontonnya,” tawar Lanang.
“Gak usah makasih.” Tolak Rara sambil menggelengkan kepalanya.
“Emm okee, ya udah kalo gitu gue ke lapangan dulu ya.” Pamit Lanang.
Rara pun menjawab dengan anggukan kepala.
Setelah dihampiri dua laki-laki dalam waktu yang tak berselang lama. Lelaki pertama yang tiba-tiba melakukan hal yang tak pernah ia duga sebelumnya yang membuat jantungnya berdegup kencang dan lelaki kedua yang terang-terangan memberikan perhatian tapi malah membuatnya merasa terbeban dan tak nyaman, sungguh rasanya energinya sudah terkuras habis ia mencoba menyenderkan badannya di kursi menghela nafas mengumpulkan kembali energi yang sudah terbuang.