Saat kusimpan, mereka memintaku menceritakannya. Ketika kuungkapkan, mereka menyebutku bersikap cengeng. Malah, tidak sedikit yang menyuruhku kembali memendam perasaan itu dalam-dalam. Bertingkah semuanya baik-baik saja.
Itu urusan pribadi, katanya.
Lalu, mereka kembali bertanya-tanya. Jika tidak segera mendapat jawaban, orang-orang itu bakal membuat kesimpulan sendiri. Melebihi pengetahuan Tuhan, lidah-lidah tajam menari tanpa memikirkan dampaknya.
Hanya nasihat dan kepedulian, ujarnya.
Ada yang bilang, ketakutan berlebihan pada sesuatu kemungkinan besar berkaitan dengan penyakit di dalam tubuhnya. Aku fobia jatuh cinta, dan aku rasa, penyakit itu bersarang di jantung.
Setiap berpapasan dengan laki-laki, dadaku berubah jadi bom waktu. Saban ditanya soal apakah aku sudah memiliki pasangan, kepalaku mendadak kosong dan linglung. Mirip kaca transparan yang dihinggapi kabut pagi, dunia tiba-tiba buram.
Aku membencinya. Segala tentang cinta sangatlah menakutkan.
Untuk saat ini saja, detik ini saja, masa bodoh dengan tanggapanmu! Walaupun terlihat seperti orang yang sedang mengasihani diri sendiri, aku akan tetap mengungkapkan isi hatiku. Kesedihan, harapan, keputusasaan, dan harapan lainnya. Keinginan yang kalian pikir tidak kumiliki.
Dengarkan aku.
Aku juga tidak mau kesepian. Kalian tahu ‘kan, ada masanya sebuah rahasia kecil yang tidak bisa dibagi bahkan kepada orang tuamu, tapi mampu kalian ucapkan dengan kasual kepada pasangan. Aku juga ingin mengalami hal serupa. Berdua duduk di teras balkon, menyeruput secangkir kopi, sambil melihat ke barisan atap rumah tetangga yang kusam oleh debu jalan.
Tetapi, semua keinginan itu sudah berlalu. Aku keburu sakit hati, hingga dengan sendirinya membangun tembok pertahanan. Jangan bertanya bagaimana cara melewatinya karena tembok setinggi awan tersebut tidak memiliki pintu, atau bahkan celah untuk semut terkecil.
Aku juga tidak tahu bagaimana bisa sampai berakhir seperti ini.
Tetapi kalau boleh mengira-ngira, mungkin kejadian ketika usiaku delapan tahun adalah jawabannya. Bukan hal besar, tapi adegan-adegan itu adalah pemicu untuk jawaban-jawaban lainnya.
Aku suka berteman, tapi bocah-bocah di sekitarku tidak. Kehadiranku adalah ancaman bakteri. Harus dihindari. Tidak boleh berlama-lama berdekatan. Setiap kali aku datang sambil menggendong boneka usang pemberian almarhum ayah, mereka mengernyitkan hidung dan bahu, lalu bertingkah seolah-olah aku hanyalah udara kosong.