Therasia jelas meninggalkan buku hitam itu di meja.
Jack bangun kesiangan, sekitar pukul sepuluh pagi. Dengan ingatan samar-samar, Jack hanya ingat ia melihat Jill yang sehat kembali, mamanya yang sibuk di dapur, Cuddlebundle dan lorong gelap, tikus abu-abu yang mengenakan apron merah muda, dan Humpty Dumpty yang ternyata tidak ramah. Ia tidak benar-benar ingat hal-hal seperti apa yang dibicarakannya dengan Therasia. Hanya beberapa pembicaraan yang benar-benar melekat dalam ingatannya. Sisanya, ia hanya mengingat samar-samar.
Namun, Jack ingat benar bahwa Therasia memberinya sebuah buku. Buku itu memiliki sampul hitam gelap seperti papan kayu yang dipernis mengkilap hingga tidak tampak seperti papan yang terbuat dari kayu tipis. Katanya, buku itu berisi penawaran-penawaran bagus yang Therasia siapkan jika Jack berubah pikiran dan bersedia melakukan traksaksi, mengikat jiwanya pada iblis.
Buku itu entah bagaimana ceritanya, ditinggalkan Therasia di meja samping tempat tidurnya. Jack tidak pernah ingat bagaimana ia keluar dari tempat iblis itu. Apakah Cuddlebundle membimbing jalannya lagi atau Humpty Dumpty ikut mengantar sebagai budak tuan rumah yang berdedikasi, Jack tidak pernah ingat. Seingatnya, ia hanya mendengar sebuah lagu dengan lirik paling buruk dibandingkan lagu-lagu yang pernah didengarnya, lalu ia mengantuk dan terbuai, dan di sinilah ia sekarang. Bangun kesiangan.
Jack tidak akan berangkat sekolah. Ini sudah terlalu terlambat untuk datang dan mengikuti pelajaran. Sir George-Botak-Menyebalkan pasti akan menghukumnya. Tidak hanya sekedar berdiri di lorong seperti orang tolol, Sir George-Botak-Menyebalkan pasti memerintahkannya untuk berdiri di tengah lapangan atau memungut sampah-sampah di tribun lapangan. Itu menyebalkan sekali, maka tidak salah jika Botak-Menyebalkan menjadi julukan yang mengikuti nama aslinya. Kalau tidak menyebalkan, pasti tidak akan ada julukan itu melekat pada namanya.
Jack tidak ingin ambil pusing dengan itu. Membolos sesekali bukan suatu dosa besar. Ia tidak akan diculik setan hanya gara-gara membolos sehari. Toh, orang tuanya tidak akan tahu ia membolos. Mereka, kan, hanya akan pulang nanti jika sudah pukul empat sore untuk memeriksa keadaan rumah, mengambil pakaian, dan memberinya makan makanan dari restoran-restoran yang tersebar di sepanjang ruas jalanan. Kecuali ada hal-hal mendesak yang genting tentang Jill, salah satu dari mereka akan datang beberapa jam lebih cepat.
Ngomong-ngomong tentang Jill, saat Jack bangun lima belas menit lalu, orang tuanya belum memberi kabar apapun. Biasanya mereka akan mengirim paling tidak satu pesan singkat. Kadang penting, tapi seringnya tidak. Namun, sampai sekarang Jack sudah duduk di pinggiran tempat tidur dan memangku buku yang Therasia tinggalkan, orang tuanya belum juga mengirim pesan. Ia jadi resah, tapi juga berharap.
Semoga Jill baik-baik saja, harapnya dalam hati. Ia tak dapat memikirkan banyak hal. Keresahan dan segala harapannya selalu sama. Atau paling tidak, kondisinya tidak memburuk
Darklore Manor: Toko Harapan dan Penemu Harapan Therasia
“Toko harapan dan penemu harapan,” gumam Jack sekilas. Nama toko itu seharusnya kedengaran dan terlihat bagus, tapi tidak untuk Jack. “Namanya kedengaran konyol.”
Namanya memang konyol, tapi lebih konyol lagi lembar perkamen pertama yang tampak kecoklatan tua dan lusuh setelah Jack membuka dan menyingkirkan sampulnya. Harusnya di sana tertulis judul buku, itu yang Jack ingat dari sekian banyak buku yang terpaksa harus dibacanya. Sayangnya, buku aneh yang ditinggalkan Therasia di meja samping ranjangnya justru memiliki sepenggal syair aneh yang rimanya tampak tidak jelas.
Jack menahan tawa. Iblis boleh saja lihai merayu, tapi ternyata mereka bukan jenis ciptaan Tuhan yang cocok menjadi sastrawan. Tulisan mereka jelek, lebih jelek daripada cerita pendek tentang pemadam kebakaran yang Jack tulis saat usianya enam tahun.
Sang Iblis membuang hal-hal tak berharga
Kepada manusia yang rela menjual jiwa
Harganya tak murah
Mungkin seumur hidup akan dibayangi neraka
Sang Iblis membuang hal-hal tak berharga
Kepada manusia yang rela menjual jiwa
Melalui doa dan kutukan, manusia mengiba
Anak-anak Adam, tidakkah engkau telah diperingatkan?
Untuk tak terperangkap dalam tipu daya iblis
Untuk tak terhasut perkataan iblis
Sang Iblis membuang hal-hal tak berharga
Kepada manusia yang rela menjual jiwa
Mari, ikuti cahaya, temukan jalannya
Tapi ingatlah, harganya tak murah
Janganlah engkau tamak
“Hal-hal tak berharga,” dengus Jack. “Ya, tentu saja. Kalau berharga, mereka tidak akan membuangnya kepada manusia. Untuk apa? Harganya tidak malah, tapi tidak berharga.”
Sesuatu yang tidak berharga bagi iblis ternyata sesuatu yang berharga untuk manusia, untuk anak-anak Adam dan Hawa, yang sampai rela menjual jiwa mereka kepada iblis. Seandainya para manusia memiliki pemikiran yang sama dengan iblis terhadap hal-hal yang tidak berharga itu, mungkin tidak pernah ada kisah manusia mengikat dan menjual jiwanya pada iblis. Sayangnya, sesuatu yang tidak berharga bagi iblis telah dianggap para manusia sebagai sesuatu yang lebih berharga daripada dunia dan seisinya. Aneh, tapi nyata.
Ramuan Panjang Umur – Hanya untuk mereka yang ingin berumur panjang, tapi tentu saja, tidak semudah itu. Ada bayaran mahal yang perlu dibayarkan. Umur panjang tak selalu baik. Manusia akan terus menua dan umur hanya kebohongan numerikal. Pikirkan lagi. Umur mungkin akan panjang, tapi yang berada di balik tabirnya, siapa yang tahu?
Serum Keberuntungan Anak Baik – Selamat, kau telah menjadi anak yang baik! Menjadi anak baik, tidak pernah menemui jalan tanpa hambatan. Sudah sebanyak apa hambatan yang yang kau lalui demi menjadi seorang anak baik? Kau harus diberi penghargaan. Tak berupa pujian, tak juga berupa jaminan hidup, ini sesuatu yang tak tertebak. Harganya tidak murah. Namun, karena engkau adalah anak baik, kami memberi potongan harga. Penawaran yang bagus untuk seorang anak baik. Syarat dan ketentuan berlaku.
Air Mata Humpty Dumpty – Humpty Dumpty hanya menangis sekali seumur hidup! Itu terjadi saat ia jatuh dari dinding yang tinggi dan tak dapat disatukan kembali. Rasanya sangat sakit, sampai Humpty Dumpty mengeluarkan banyak air mata untuk menahan kepedihan dan duka nestapanya. Namun, barang ini tidak dijual kepada sembarang orang. Humpty Dumpty hanya menangis sekali seumur hidupnya dan ia tidak akan menangis lagi sekarang. Jadi, persediannya amat terbatas. Syarat dan ketentuan berlaku.
Teh Harapan Semalam – Kau bisa menjadi apapun yang kau harapkan atau mendapatkan segala hal di dunia ini yang telah lama kau impian. Dunia kecilmu yang retak, bisa saja menjadi sempurna, sesuai harapan-harapan manismu setiap tengah malam. Namun, sesuai dengan nama yang kami sematkan padanya, segalanya hanya akan berlaku dalam semalam.
Telur Kunjungan – Kami memberimu kesempatan gratis untuk berkunjung sebanyak tiga kali melalui telur-telur yang kami kirimkan. Jika kau tak juga terlibat dalam transaksi sebanyak tiga kali kesempatan yang kami berikan, kami akan menghilang dan segala ingatanmu tentang kami juga akan menghilang. Kau tak membutuhkan kami. Namun, kami menjual telur kunjungan. Telur ini adalah telur-telur yang sama dengan telur-telur yang kami kirimkan secara cuma-cuma. Telur ini akan membantumu tetap berkunjung ke toko sebagai Tamu yang Tak Terlibat Transaksi Mahal.
Biskuit Gempita Mimpi – Gizzlewarf memangggang biskuit dengan rasa terbaik yang pernah ada. Rasanya jauh lebih baik daripada biskuit-biskuit mahal yang pernah kau makan karena setelah kau memakannya, kau akan memilih mimpi seperti apa yang ingin kau jalani dan kau akan mengendalikan mimpimu dalam tujuh hari! Kau tak akan pernah temukan biskuit dengan formula seperti ini jika bukan di toko kami.
Roti Kemakmuran Sesaat – Membuat banyak lembar uang, batang-batang emas, dan bongkahan berlian bukan hal yang sulit untuk kami. Rasanya semudah mengeluarkan lendir hidung. Tapi untuk para manusia, itu adalah pekerjaan yang sulit. Bahkan tak jarang para manusia ingin menjadi sosok kaya raya tanpa harus lelah bekerja. Kami dapat membantu. Dengan roti yang dibuat sepenuh hati oleh Gizzlewarf di dapur kami yang berada di balik kaca pandang, kami akan menjadikanmu manusia paling kaya sedunia dalam kurun waktu tertentu. Tapi tentu saja, harga sepotong roti ini tidak murah untuk kemakmuran yang tak terbatas.
Jack punya kebingungan tersendiri saat membacanya. Bukan jenis kebingungan yang timbul akibat setiap deret tulisan akan menghilang setelah ia selesai membacanya, tetapi karena dua nama barang terakhir yang dibacanya sebelum mereka memudar, lalu menghilang seperti ditulis dengan pasar di atas tumpukan batu. Kebingungan itu serta merta saja muncul ketika ia membaca tulisan nama barang yang ada di sana: biskuit gempita mimpi dan roti kemakmuran sesaat. Mengabaikan dua kata lainnya, Jack merasa ada yang aneh dengan kata paling depannya.
“Biskuit dan roti,” gumamnya. Ia telah menutup buku itu dan meletakkannya kembali ke meja. “Dari mana mereka belajar membuat biskuit dan roti? Dari mana para iblis mendapatkan bahan-bahannya? Mereka sungguhan iblis?”
Jack memiliki keraguan atas itu. Benarkah Therasia dan semua kroninya adalah iblis? Termasuk si kelinci gendut yang selalu membimbing jalannya menuju ruang perjamuan sambil terus memberenguti jam saku dan menghitung waktu, atau kucing hitam raksasa bermata hijau dengan bulan sabit kuning di dahinya, atau Humpty Dumpty tidak ramah yang kasar dan selalu menggerutu? Benarkah mereka semua iblis yang turun, atau jatuh, atau apalah namanya dari neraka? Mungkinkah...?
Belum sempat seluruh pertanyaan Jack terjawab melalui satu kebingungan yang mengakar jauh ke mana-mana, ponsel yang sedari tadi diam tak bernyawa, mulai berteriak-teriak tidak sabaran. Jack mau tak mau harus mengubur seluruh tanda tanya besar dalam kepalanya untuk sekedar memutar arah pandang, walau lehernya masih enggan bergerak. Semakin lama dibiarkan pula, teriakan ponsel itu semakin kencang dan mendesak.
Jack meraih ponselnya, lantas menahan napas. Perutnya tiba-tiba terasa mulas. Kekosongan yang mengisi rongganya seperti meledak ke sana, ke mari. Saat teriakan ponselnya semakin tinggi, ia hanya menatap layarnya dalam diam, membiarkan kelebat-kelebat tidak menyenangkan menguasai dirinya, membalut kedua kakinya, membelai tiap jemari tangannya, bahkan mendekapnya.
Orang tuanya menelepon.
*****
Kondisi Jill ternyata tidak membaik. Ia muntah darah dan kejang-kejang. Itulah alasan mengapa orang tua mereka hanya menelepon Jack, tidak menjemput seperti biasanya saat kondisi Jill menurun. Mereka tidak sempat menjemput Jack saat para dokter, perawat, dan entah siapa lagi saling berteriak memberikan instruksi sana sini untuk menyelamatkan Jill. Kekalutan dan kecemasan mereka masih tampak kentara ketika Jack datang. Bahkan saat Jack berlari mendekati mereka, mamanya langsung memeluknya dan menangis, lalu mengatakan Jill mungkin saja berada di ujung tanduk.
Dokter bilang, mereka menyelamatkan Jill setelah empat puluh menit bertindak. Namun, itu tidak akan berlangsung lama. Usia Jill tidak akan panjang lagi. Penyakit itu memang ganas dan sekarang menjadi semakin ganas karena telah menyebar lebih jauh. Semakin ganas penyakit itu, usia Jill akan semakin pendek. Itulah vonisnya dan Jack masih tidak memercayai itu. Ia menolak memercayainya. Sebab, bagaimana bisa sesama manusia menentukan umur manusia yang lain? Usianya tidak panjang lagi, itu kedengaran mustahil dan mengerikan di waktu bersamaan.
Jack tidak bisa menerimanya. Dulu saat mereka jatuh sakit bersamaan, Jill akan selalu menjadi yang pertama sembuh. Walaupun tubuhnya tampak lebih kecil, Jill punya tubuh yang kuat dan tidak mudah ditumbangkan. Begitupun saat semua orang di rumah sakit flu berat menjelang Natal, Jill satu-satunya yang tidak sakit. Ia segar bugar, bisa berlarian ke sana sini membuat kaldu hangat yang kental dan enak, lalu pergi belanja menembus udara dingin di bawah nol derajat celcius sambil menembus licinnya salju. Lalu, mengapa sekarang tidak begitu? Jill sangat lemah sekarang. Sesama manusia bahkan baru saja menyatakan bahwa usianya tidak akan panjang lagi. Artinya dalam waktu dekat, Jill akan meninggal.
Jack menendang udara. “Brengsek!” umpatnya. Terlalu berat mengakui bahwa penurunan kondisi kesehatan Jill akan berakhir pada hal paling buruk, tapi Jack justru tampak menangis seperti anak kecil – memang, usianya masih enam belas – ketika memilih menjauh sesaat. “Harusnya Jill berumur panjang!”
Jack punya daftar panjang hal-hal yang harus dilakukannya dengan Jill. Mereka masih remaja, harusnya melakukan semua hal-hal yang ada dalam daftar bukan hal sulit. Pergi menonton konser Dream Theater, main ski sampai bosan, makan coklat sampai sakit gigi, masuk ke tempat-tempat berhantu untuk uji nyali, membeli banyak buku hanya untuk ditumpuk dan dijadikan singgasana debu, dan pergi nonton film tengah malam sembunyi-sembunyi dari orang tua mereka. Akan tetapi, dokter bilang, usia Jill tidak akan panjang lagi dan menyiapkan hati untuk melepaskannya adalah langkah terbaik.
Hanya saja, bagaimana Jack bisa berpikir melepaskan Jill? Ia sudah bersama dengan Jill sejak mereka belum dilahirkan. Detak jantungnya selalu berada dekat dengan detak jantung Jill. Memikirkan Jill akan pergi ke tempat paling jauh yang tidak bisa digapai, membuat Jack merasa seperti tercabik-cabik. Jill bukan sekedar adik baginya. Jill saudara kembarnya, setengah bagian dari dirinya.
“Ini tidak adil.” Jack menangis semakin keras. Bahunya tersentak-sentak seperti anak kecil yang baru kehilangan permen dengan rasa terbaik yang dimilikinya. Saat melihat ke bawah melalui jendela besar, ia melihat banyak anak di halaman rumah sakit. “Kenapa bukan anak-anak yang lain saja? Kenapa bukan mereka? Kenapa harus Jill?”
Jack menendang dinding saat tangisannya terdengar semakin keras. Menangis seperti ini seharusnya membuat Jack merasa malu. Ia tidak pernah menangis sejak Jill sakit, hanya sesekali terlihat sedih. Namun, perkataan dokter tadi yang mengatakan usia Jill tidak akan panjang dan tidak akan lama lagi, membuat tangisannya serupa anak kecil cengeng yang tak dapat dihentikan. Semakin Jack berusaha berhenti, semakin ia ingin menangis dan mengatakan bahwa ia terlalu menyayangi Jill untuk mempersiapkan dirinya melepaskan Jill dari sisinya.
Ia tidak bisa kehilangan saudara kembarnya, separuh bagian dari dirinya. Jika mereka ditakdirkan lahir bersama, tidakkah seharusnya mereka menjalani kehidupan dan tiba pada kematian di saat yang sama?
Jack, ke marilah.
Pada sela-sela tangisannya yang tersedu-sedu, Jack berusaha mencari. Kepalanya yang sempat tersentak-sentak mengikuti gerak sentakan kedua bahunya berputar ke setiap sudut, mencari siapapun yang baru saja bicara padanya, menyebutkan namanya. Walau lorong itu nyaris sepi, Jack terus mencari karena suara itu terus memanggilnya.
Dengan suara terdalam yang seperti menggaung halus dari balik tempurung kepalanya, Jack menghentikan tangisnya, walau ia masih kesulitan bernapas, walau bahunya masih naik turun dan membuatnya tersentak seperti anak kecil.
Jack, aku di sini. Tidak perlu ragu. Ayo, ke marilah.
Kau butuh secangkir teh hangat dengan kue.
Jack, ke marilah.
Cukup jauh di luar sana, di seberang jalan rumah sakit, seekor kucing raksasa bermata hijau dengan bulan sabit di dahinya tampak berdiri gagah. Matanya tampak lebih berkilat-kilat, ketimbang yang Jack lihat terakhir kalinya. Namun, kucing itu tidak menunjukkan seringai nakalnya. Bibirnya tampak terkatup seperti kucing-kucing jalanan yang kenyang setelah diberi makan dengan pengantar belas kasihan. Ekornya yang panjang dan besar tampak berdiri melawan gravitasi, nyaris setinggi setengah gedung berlantai empat yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri, sementara seorang gadis tampak duduk nyaman di punggungnya.
Therasia. Jack menahan napasnya, sebelum ia benar-benar bernapas dengan baik setelah menangis. Dia di sini?