Kuda yang ditunggangi Kalos dan Celeso memasuki wilayah kerajaan utama Superbia. Mata Kalos mengeksplor ke sekeliling. Belum pernah dia menemukan perumahan megah dan orang-orang yang ramai dan tampak bahagia seperti di tempat ini. Desa-desa yang ditemuinya selama perjalanan kemari sangat berbeda penampakannya dibandingkan wilayah kerajaan ini.
Kerajaan Superbia terdiri dari sepuluh kerajaan bagian. Pertama, pusat dari kerajaan, Kerajaan Utama Superbia. Kerajaan bagian lainnya ada Kerajaan Bayura, Kerajaan Tiga Perisai Emas, Kerajaan Leonera, Kerajaan Velphis, Kerajaan Neorumbia, Kerajaan Elen Herva, Kerajaan Oraculus, Kerajaan Tambungara, dan Kerajaan Megathon Arusia.
Kerajaan yang dituju mereka saat ini adalah Kerajaan Utama Superbia. Di kerajaan utama ini sendiri, terdapat dua belas kota atau desa. Pusat pemerintahannya yaitu di Ibukota Superbia. Tempat itulah yang akan mereka tuju.
Mereka sampai di ibukota. Daerah ibukota jauh lebih mewah dibandingkan kota ataupun desa yang mereka lewati barusan. Ibukota menawarkan kemewahan dan kemegahan yang tiada duanya. Bangunan di kota itu didominasi bangunan marmer dan tinggi menjulang. Pasar dikerumuni banyak orang. Tempat-tempat hiburan bertebaran di mana-mana. Penduduknya mengenakan pakaian yang indah.
Kalos tidak menyesal datang ke tempat ini.
Di kota ini, orang-orang bepergian dengan berjalan kaki. Sebagian lainnya berkuda, dan ada pula yang menaiki kendaraan.
“Kenapa kau tidak menggunakan kendaraan itu saja saat menjemputku? Itu kelihatan lebih keren daripada berkuda,” tanya Kalos sambil menunjuk ke arah kendaraan yang bentuknya seperti mobil.
“Kau tidak tahu sama sekali tentang kendaraan berenergi ya? Kendaraan di sini menggunakan energi roh alam. Jika aku menggunakan energi rohku, itu akan menghabiskan banyak energi karena perjalanannya cukup jauh. Di sisi lain, jika menggunakan energi dari batu roh, itu sama sekali tidak hemat. Walaupun aku ini orang berpengaruh di kerajaan, aku sama sekali bukan tipe yang suka memakai hartaku untuk hal-hal yang tidak penting. Lebih menyenangkan berkuda.”
“Apa itu batu roh?”
“Seharusnya kau tahu batu itu. Di Hutan Mandavia seharusnya bertebaran. Itu batu yang biasa dijadikan sumber energi. Tidak hanya untuk kendaraan. Segala hal yang membutuhkan energi membutuhkan sumber energi dari batu itu. Lampu-lampu di kota ini, sumber energi listrik, bahkan untuk keperluan riset ilmuwan juga membutuhkan batu roh.”
“Oh begitu. Ternyata hanya berbeda penyebutannya, ya. Di hutan, para monster menyebutnya sebagai giok keramat. Aku biasanya menggunakan giok itu sebagai sumber penerangan di malam hari.”
Mereka melewati alun-alun kota. Di tengah alun-alun itu terdapat patung besar setinggi 100 meter. Sosok patung itu berupa laki-laki yang tersenyum dengan tampang narsis.
“Patung apa itu?” tanya Kalos saat mereka melewati patung itu.
“Patung manusia paling berjasa bagi kerajaan ini. Toma, sang utusan dewa dari langit,” sahut Celeso.
Kalos tertawa meremehkan. “Memangnya ada yang seperti itu?”
“Hei jaga bicaramu. Orang itulah yang menciptakan kedamaian di masa lalu. Dialah yang memulai kerajaan ini. Dialah tuntunan umat manusia sekaligus raja pertama Kerajaan Superbia.”
“Menarik. Aku suka cerita yang diangkat dari sejarah. Tapi aku meragukan dia sehebat itu.”
“Terserah. Lambat laun kau akan mengenalnya selama kau di sini.” Celeso menatap jengkel.
Mereka melanjutkan perjalanan. Kuda yang ditunggangi mereka berhenti di salah satu hotel yang tidak jauh dari alun-alun.
Begitu menuruni kuda, Celeso berkata, “Untuk beberapa hari kau akan tinggal di hotel ini. Masih ada tiga hari lagi sebelum seleksi masuk akademi Saint Superbia. Selama itu, kau bisa mulai mempelajari tentang kota ini. Kita juga harus mulai mencari barang-barang kebutuhanmu. Ayo kita letakkan barang-barang ke kamar dulu. Setelah beristirahat, malamnya kita ke pusat perbelanjaan.”
“Baiklah,” sahut Kalos. “Tampaknya kota ini menyimpan banyak hal menarik.”
**
“Apa saja yang aku butuhkan? Aku tidak terlalu tahu tentang barang-barang yang biasanya dimiliki orang-orang di kerajaan,” tanya Kalos saat mereka keluar dari hotel.
“Sebenarnya di asrama nanti sudah disediakan barang-barang yang kau butuhkan. Palingan kita hanya akan mencari pakaian baru. Yah, barangkali kau tertarik membeli barang-barang menarik yang kau lihat, kau tinggal mengatakannya saja padaku.”
Mereka berjalan menyusuri pusat perbelanjaan. Mata Kalos menyorot kian kemari. Dia menunjuk setiap barang yang diinginkannya.
“Tas itu sepertinya bagus. Coraknya mengingatkanku pada Loxidaptera di Hutan Mandavia. Dia salah satu tunggangan favoritku. Ah, lalu jaket hitam itu aku suka. Beli itu juga, Celeso.”
Celeso merengut. Tidak dia sangka Kalos akan menunjuk setiap barang yang menarik menurutnya. “Hei kira-kira dong kalau beli barang. Tidak setiap yang kau lihat harus kau beli.”