Selama lima hari berada di Ibukota Superbia, Kalos sudah mengikuti tes akademik penyetaraan kemampuan. Tes itu dibutuhkan agar dia dianggap layak berada di level yang sama dengan lulusan akademi tingkat kedua. Dengan begitu, dia bisa mengikuti tes memasuki akademi Saint Superbia (yang merupakan akademi tingkat ketiga).
Kemarin Kalos mengikuti tes pertama di Saint Superbia, yaitu sesi akademik. Hasilnya? Tentu saja dia lolos. Dua kali tes akademik dalam kurun waktu kurang dari satu minggu bukanlah hal yang sulit bagi Kalos. Sejak berada di vila selama enam bulan, dia sudah mempelajari banyak hal melalui buku-buku yang dibawakan Celeso. Kalau bukan seorang jenius, tidak mungkin dia bisa melahap materi sebanyak itu dalam waktu setengah tahun saja.
“Kau sedang melihat apa? Lebih baik segera tidur karena besok pagi kau harus mengikuti tes kemampuan roh alam. Itu adalah tes yang sangat penting. Kau harus berada dalam keadaan prima.” Celeso bertanya saat melihat Kalos yang masih berada di balkon kamar hotel menatap ke arah kota yang dipenuhi lampu-lampu.
“Aku hanya menikmati keindahan kota ini. Baru kali ini aku datang ke tempat seramai ini.”
“Kau akan tinggal di kota ini setidaknya selama tiga tahun. Masih banyak waktu.”
Kalos bangkit dari posisi duduk dan berjalan menuju kamar. “Dasar Pak Tua cerewet. Sebaiknya kau segera pulang ke rumahmu. Aku bisa bangun sendiri besok pagi dan datang ke tempat tes tanpa bantuanmu. Kau tidak harus datang. Aku bukan anak kecil yang butuh didampingi seorang kakek yang renta sepertimu.”
Celeso hanya tersenyum pasrah. “Baiklah. Besok kita bertemu di tempat tes. Jangan terlambat.”
“Ya.”
**
Ada ratusan orang yang memadati lapangan utama akademi Saint Superbia. Mereka adalah peserta tes terakhir kali ini. Semuanya berbaris sesuai instruksi penguji.
Di sekeliling lapangan, dari gedung bertingkat, para siswa sophomore dan senior tengah memerhatikan tes itu. Mereka penasaran sejauh apa kemampuan calon freshman yang akan mengikuti jejak mereka.
Akademi Saint Superbia merupakan akademi yang menjadi tujuan orang-orang dari berbagai daerah. Tidak hanya dari 10 kerajaan bagian Superbia, anak-anak yang mendatangi ibukota ini juga berasal dari negeri lain yang memiliki latar belakang berbeda. Bahkan bangsawan dan pejabat dari negeri lain pun mengirim anak-anak mereka kemari demi membentuk sosok yang kuat bagi penerus mereka. Namun, tes masuk akademi ini tidak bisa dimanipulasi kendati kau keturunan bangsawan sekali pun. Apa pun latar belakangmu, kau harus lulus tes masuk agar bisa bergabung menjadi bagian dari akademi ini.
Tes masuk yang adil ini berlaku untuk Luvia. Putri Mahkota kerajaan Superbia. Tampaknya tes seperti ini tidak akan menjadi rintangan berat baginya. Setiap generasi Raja Superbia merupakan lulusan akademi ini. Mereka meraihnya karena darah kerajaan Superbia memang spesial. Mereka terlahir sebagia orang berbakat. Kuat, cerdas, dan memiliki jiwa kepemimpinan yang tidak perlu diragukan lagi.
Kalos memerhatikan Luvia dari kejauhan. Kalos tidak melupakan wajah perempuan yang menceramahinya tadi malam itu. Luvia menyadari dirinya tengah ditatap. Dia balas menatap dengan sinis. Luvia masih kesal dengan sikap Kalos kemarin.
Seseorang di atas panggung mengetuk mic. Dengan sikap yang tegas, dia berdiri dan mulai berbicara.
“Semuanya ambil posisi tegap. Tes hari ini akan segera dimulai. Aku, Grandia Marlock, menjadi ketua dalam tes kali ini.”
Semua peserta tes berbaris menghadap Grandia, dan sebagian besar menyimpan perasaan gugup.
Laki-laki berjanggut tebal itu kembali berbicara. “Saint Superbia tidak hanya membutuhkan orang-orang cerdas. Karena setelah lulus dari sini kalian akan mendapatkan jalan pintas menjadi kesatria, kalian juga harus memiliki kemampuan bertarung di atas rata-rata. Tes kali ini bertujuan mengamati kemampuan kalian dalam menguasai roh alam sebagai kekuatan bertarung. Tunjukkan kemampuan apa saja yang kalian bisa dan membuat kami yakin kalian bisa bertahan dalam pertarungan hidup dan mati.”
Semua orang hening. Suara berat dan tegas Grandia membuat suara lain di lapangan itu tersedot olehnya. “Apa kalian siap menunjukkan tekad kalian, calon kesatria?”
“Siap.” Semuanya menjawab dengan lantang.
Total ada 300 peserta tes di lapangan ini. Mereka akan dibagi menjadi 10 kelompok yang masing-masingnya dipimpin seorang penguji.
Penguji kelompok 3 dipegang oleh Revier Noberlus, penguji termuda dan salah satu kesatria paling jenius yang pernah dimiliki Kerajaan Superbia.
“Kelompok ini cukup sial mendapati aku sebagai pengujinya. Mataku ini jeli dalam melihat potensi bocah-bocah seperti kalian. Jadi, jangan ragu untuk menunjukkan kemampuan kalian jika tidak ingin kucoret dari kandidat terpilih.”
Kalos dan Luvia berada di kelompok 3. Bagi Kalos, tes ini tidak berarti apa-apa. Dia hanya ingin menunjukkan kekuatannya lalu pergi meninggalkan lapangan ini. Namun, bagi Luvia, tes ini merupakan pembuktian kekuatannya kepada Kalos. Dia ingin menunjukkan kekuatannya agar laki-laki seperti Kalos tidak berani berbuat macam-macam kepadanya. Sebenarnya Luvia bukan tipe gadis yang suka menuai ancaman dan menunjukkan permusuhan. Akan tetapi, dia merasa dirinya tidak akan cocok dengan orang seperti Kalos dan tidak akan bisa berteman dengan laki-laki itu.
“Ah, aku lupa menambahkan. Sebelum kalian memamerkan kekuatan kalian, aku ingin mendengar perkenalan diri dan apa motivasi kalian bergabung di akademi ini. Oke, orang pertama yang akan maju adalah Remi Ulkiosa.”
Orang bernama Remi yang memiliki tatapan gugup dan berambut pirang yang jatuh itu maju ke hadapan Revier.
“Na-Nama saya, Remi Ulkiosa. Saya berasal dari Kota Barbara di Negara Vis Eresta. Tujuan saya datang kemari adalah ingin meningkatkan kekuatan dan menjadi kesatria yang bisa dibanggakan negara saya.”
“Motivasimu kurang menarik. Tapi jika kau bisa memperlihatkan kekuatan yang mengagumkan, mungkin aku bisa mempertimbangkanmu, Remi. Sekarang, tunjukkan kekuatanmu,” ucap Revier.
Remi menutup mata. Dia berkonsentrasi. Tubuhnya mulai dikelilingi butiran cairan berwarna kemerahan. Darah. Bukan, itu anggur. Orang-orang di kelompok itu seketika merasakan aroma anggur yang lezat.
Seseorang dari kelompok 3 tertawa terbahak. “Apa-apaan kekuatan itu. Anggur? Kau kemari ingin jadi kesatria atau jadi pembuat anggur?”
Remi yang biasanya gugup, tidak tahan mendengar suara tawa yang meremehkan itu. Tiba-tiba keberaniannya muncul. Dia melempar cairan anggur itu ke arah orang yang menertawainya.
Laki-laki yang mendapat serangan anggur itu seketika terdorong hebat, seakan baru dihantam palu raksasa.
“Apa itu? Kau gila, ya?” Teriak laki-laki itu ketakutan.
Revier terkejut menyaksikan kekuatan Remi.
“Itu, roh alam anggur. Tidak kusangka kekuatan itu jatuh ke tangan anak seperti dia,” ucap Revier lirih.
“Apa yang terjadi?” tanya seorang gadis bernama Tinka Creswell yang bersebelahan dengan Luvia.
“Tidak salah lagi, itu roh alam anggur. Raja Superbia empat generasi di atasku adalah pemilik terdahulu. Jika pemilik kekuatan roh itu bisa memaksimalkan potensinya, itu akan menjadi kekuatan bertarung yang mengerikan,” sahut Luvia.
“Roh alam-ku adalah anggur yang bertipe elementa.” Remi menambahkan.
Revier bertepuk. “Cukup. Terima kasih atas pertunjukanmu, Remi.”
“Terima kasih kembali, Pak,” sahut Remi dengan wajah gugup kembali.
“Pasti kalian kebingungan atas apa yang dialami Theo Clebio barusan. Kekuatan anggur itu membuat lawan mabuk seketika, dan akan mengalami halusinasi singkat. Yah, mungkin saja Theo menganggap anggur yang mengarah padanya adalah binatang buas ataupun bebatuan raksasa. Tidak heran reaksinya seperti itu.”