Talijiwo

Bentang Pustaka
Chapter #2

Negeri yang Kekurangan Senja: Pasar

Kenapa aku suka senja, Kekasih? Karena negeri ini kebanyakan pagi, kekurangan senja, kebanyakan gairah, kurang perenungan ....

Kalau direnung-renung, sesungguhnya yang curriculum vitae-nya pernah ke pasar ndak cuma Sarimin. Sarimin adalah nama monyet dalam tandak bedes5. Ia memang paling dikenal dalam hal pergi ke pasar dengan musik kendang walau tak seterkenal Ira Koesno dalam hal memimpin debat para calon presiden6.

“Saaaaaarimin pergi keeeeee pasar!” Turung tung tung .... Turung tung tung .... Turung tung tung .... 

Sesungguhnya, selain Sarimin, masih ada orang yang pergi ke pasar. Yang sudah kelamaan ngendon di kota, yang hidupnya cuma blusukan mal dan supermarket, yang belanja alat-alat rias alias bumbu wajah sampai bumbu dapur di ruang adem berlantai-lantai, biasanya pas pulang kampung menyambangi pasar tradisional. Kangen mendul-mendul-nya cenil7, bau kencur bumbu pecel, dan lain-lain. 

Itulah yang memanggil mereka mudik sebagaimana kepolosan gadis-gadis desa dan semerbak aroma sabunnya ke­tika mandi di sungai di bawah lindungan pagar beluntas. Kaum perantauan ndak pulang lantaran terpanggil oleh negara dan lain-lain, tapi ya gara-gara terpanggil oleh aroma sabun itu, kembang desa, bumbu pecel, dan sebagainya. 

Bendera yang paling memanggilku pulang adalah kibar rambutmu di atas bukit, Kekasih, yang bersedekap menantikanku se­panjang musim. 

Lihat selengkapnya