TAMBATAN HATI

Najma Gita
Chapter #3

2

Katanya masa-masa SMA itu adalah masa emas untuk mengukir kisah cinta remaja yang menyenangkan. Mungkin itu benar, tapi tidak semua murid SMA mempunyai kisah cinta yang manis. Seperti lagu lawas yang sempat populer di jaman mama masih muda. Yang ada dalam bayangan kita waktu mendengarnya adalah kisah percintaan dua murid SMA yang indah. Apalagi sang pencipta lagunya menggambarkan desiran indah yang dirasakan si laki-laki waktu menunggu pujaan hatinya di sudut sekolah. Orang yang sedang jatuh cinta biasanya sangat sensitif, sampai dia mendengar suara hati semut merah yang sedang lewat. Kedengarannya menyenangkan, bukan? Ya, menyenangkan sekaligus mendebarkan.

Aku tidak heran kenapa Xena, tidak hanya Xena, hampir semua dari teman perempuanku di sekolah sangat antusias kalau sedang membicarakan makhluk Tuhan yang berlainan jenis. Ya, memang gadis seumuranku sedang bersemangatnya mencari perhatian dan selalu ingin dianggap si paling menarik. Hormon kami sedang berlebih. Suka mencari tantangan dan petualangan.

Dulu, tepatnya enam bulan yang lalu aku pun sama seperti teman-temanku yang lain. Ya, aku mempunyai kisah cinta masa remaja yang manis, sama seperti mereka. Hanya saja pacarku tidak seumuran seperti pacar teman-temanku, dia lebih dewasa. Bukan hanya dari segi umur, tapi juga dari sikap dan perilaku. Aku sangat mengidolakannya, bukan hanya aku sih, hampir semua remaja setanah air mengidolakannya. Tidak, aku tidak berlebihan kok menggambarkan sosoknya. Dia memang idola semua orang. Aku mengada-ada? Tidak. Kalian pasti memiliki pendapat yang sama kalau tahu siapa dia.

Sayangnya, kisah cinta kami tidak semanis rasa gula. Ditambah dengan perbedaan diantara kami yang sangat kentara. Memang awalnya kami tidak bosan-bosan terus meyakinkan kalau perbedaan itu tidak lantas membuat cinta kami terhalang. Pemikiran gadis remaja memang naif. Aku pun seperti itu. Akhirnya kami, tidak, tepatnya aku yang menyerah. Aku yakin dia akan memaklumi jalan pikiranku, karena memang beginilah pemikiran gadis remaja seperti aku. Kalau dia menginginkan sosok yang dewasa, tentu aku bukan pilihan yang tepat.

Aku dapat mendengar langkah kaki mama dari dapur setelah aku masuk dan mengucapkan salam. Bau masakan mama seketika membuatku lapar. Aku lupa membawa bekal makan siangku tadi. Dan terlalu malas antri makanan di kantin. Kantin selalu penuh saat jam istirahat, dan aku paling malas kalau harus berdesakan dengan siswa lain demi semangkuk bakso.

“Sudah pulang?” Mama menyambutku dengan spatula di tangan. “Nggak ikut ekstrakulikuler? Bolos lagi?”

“Udah hampir ujian kan, Ma. Jadi siswa kelas dua belas udah nggak aktif lagi.” Aku membuka kulkas kemudian mengambil sebotol air mineral dan menenggaknya sampai habis.

“Ya ampun, mama lupa. Makan siang hampir siap. Pasti lapar banget, kan? Bekalmu ketinggalan tadi.”

“Tadi udah makan roti.” Aku meletakkan tas sekolah di kursi. “Dikasih Xena.”

“Sepotong roti nggak akan bikin kamu kenyang.” Mama kembali fokus di depan kompornya. Memasukkan satu persatu bahan masakan yang sudah disiapkannya lebih dulu. “Sepuluh menit lagi siap.”

“Aku bantuin, ya.” Aku mendekat.

“Nggak usah,” tolak mama. “Ke kamar saja, nanti mama panggil kalau udah siap.” Mama menoleh, lantas mengernyit. “Kelihatannya senang banget. Ada apa?”

“Siapa?” Aku balik bertanya dengan raut bingung.

“Ya, kamu. Memang ada orang lain. Disini cuma ada mama sama kamu. Kenapa, sih?”

Aku tertawa pendek. “Kelihatan banget, ya?”

Mama mengedik, lantas kembali fokus pada masakannya. “Mama senang kalau lihat kamu senang.” Mama mengulurkan tangannya mengelus pipiku sebentar.

Aku menatap mama sedikit lama. Semoga saja dia belum tahu kabar kedatangan Rayhan kesini. Tapi sepertinya doaku tidak akan terkabul. Mama itu orangnya update. Dia lebih tahu berita yang sedang viral dibandingkan aku. Mulai dari berita selebritis, kasus para pejabat, sampai perang Israel-Palestina di jalur Gaza. Jadi kemungkinannya kecil mama tidak mendengar kabar kalau Rayhan dan bandnya akan mengadakan konser di Surabaya.

Lihat selengkapnya