TAMBATAN HATI

Najma Gita
Chapter #17

16

Aku terbangun setelah mendengar suara berisik di luar. Aku menajamkan pandangan, sambil mengumpulkan nyawa yang berhamburan saat tidur. Setelah benar-benar terjaga aku ingat kalau aku berada di gudang toko buku tempat Rayhan bekerja. Rayhan menyuruhku mengikutinya ke gudang untuk mencari novel yang aku inginkan. Mungkin pegawai lain tidak tahu kalau masih ada orang di gudang, jadi dia langsung menguncinya tanpa mengeceknya lebih dulu. Sial memang. Tapi aku bisa bersama Rayhan semalaman meskipun tidak ada obrolan istimewa. Rayhan lebih banyak diam. Aku sudah berusaha mencari bahan obrolan, tapi tetap saja Rayhan tidak tertarik.


Gudang sudah bersih. Kardus pizza dan kaleng soda bekas makan malam kami semalam sudah tidak ada. Rayhan sudah membersihkannya. Ponselku dia letakkan di dekat tempatku tidur. Rayhan, dimana dia sekarang?


Aku mendekat ke pintu gudang setelah mengantongi ponselku. Pintunya terbuka sedikit. Itu berarti sudah ada yang datang untuk membuka toko. Tapi kenapa Rayhan tidak membangunkanku? Seharusnya dia langsung membangunkanku begitu pintu gudang di buka. Jadi aku bisa menyelinap keluar secepatnya sebelum ada karyawan lain yang datang. Menyebalkan. Aku akan mengomelinya nanti kalau bertemu. 


Aku mengintip dari celah pintu yang terbuka. Rayhan dan dua orang lainnya segera tampak dalam garis pandangku. Seorang berpakaian lebih rapi, mengenakan kemeja berwarna biru cerah dan satu lagi memakai seragam toko sama seperti Rayhan. 


“Jadi kamu di dalam gudang semalaman dengan seorang pembeli?” Laki-laki yang berkemeja biru bertanya. Dia terlihat kaget. Wajar, sih. Aku yakin kejadian seperti ini baru terjadi di toko ini. Dan sialnya aku yang mengalaminya. 


“Iya,” jawab Rayhan. “Habis mau gimana lagi, kami kan nggak bisa keluar. Sial.”


“Jangan ngomel.”


“Gimana nggak ngomel, Mas,” sahut Rayhan. “Seharusnya aku ngisi acara di jejo semalam. Jadi batal, kan?”


“Terus, dimana anak itu?”


“Masih tidur di gudang.”


Tidak menunggu lama aku keluar dari gudang, langsung berlari menuju pintu keluar. Mereka serempak menoleh.


“Tunggu!” Aku berhenti tepat di depan pintu. Laki-laki dewasa yang memakai kemeja biru cerah mengayunkan langkah cepat menghampiriku. Diikuti Rayhan dan temannya di belakang. “Saya minta maaf, karena kelalaian karyawan kami kamu terkunci dalam gudang. Saya akan bertanggung jawab menjelaskan pada keluargamu. Mari saya antar pulang.”


“Nggak usah repot-repot,” jawabku singkat. 


“Kalau begitu biar Rayhan saja yang mengantar pulang dan menjelaskan pada…”


“Nggak perlu,” potongku. “Saya bisa pulang sendiri.”


“Tapi…” Tampaknya orang itu masih ingin mengatakan sesuatu. Tapi aku segera menghambur keluar begitu pintu berhasil kubuka. Untung saja belum ada pengunjung. Bisa-bisa aku jadi bahan tontonan gratis di dalam toko. Beruntung kalau mereka hanya melihat. Kalau ada yang merekam kemudian diunggah ke media sosial pasti beritanya langsung viral. Seorang siswa SMA terkurung semalaman di toko buku bersama salah satu karyawan toko yang keren. Astaga!


“Biarin deh, Mas.” Suara Rayhan masih bisa kudengar dari luar. “Dia tetanggaku. Aku kenal ibunya, kok. Biar nanti aku yang jelasin sama ibunya.”


Aku membalikkan badan. Aku bisa melihat Rayhan dari dinding kaca toko. Ingatanku langsung melayang pada kejadian semalam. Aku dan Rayhan begitu dekat. Sangat dekat, bahkan lebih dekat dari yang selama ini bisa aku bayangkan. Aku dapat mendengar tarikan napasnya yang teratur. Tangannya hangat waktu merangkulku. Hangatnya masih terasa sampai sekarang. Aku juga dapat merasakan hembusan napasnya yang hangat waktu aku berada dalam rangkulannya. Mungkin aku sudah gila karena sebenarnya di suatu tempat di dalam hatiku aku mengharapkan sesuatu terjadi. Ya, aku mengharapkannya. 






Amanda duduk di kursi teras waktu aku tiba. Dia datang sendiri, tidak bersama Sesil. Syukurlah, sehingga aku tidak bingung berbohong mencari alasan. Aku tidak mungkin bercerita kejadian sebenarnya kalau ada Sesil. Kelihatannya Sesil tertarik pada Rayhan, bisa-bisa dia menuduhku menikungnya kalau aku bercerita semalaman terkurung di toko buku bersama Rayhan. Sesil kan orangnya spontan.


“Pagi-pagi gini habis dari mana, Ta?” Tanyanya. “Pantesan dari tadi gue panggil-panggil nggak keluar. Pagarnya juga nggak dikunci.”


Aku menghembuskan napas panjang. “Ceritanya panjang. Kita ngobrol di dalam saja.” Aku membuka kunci pintu dan menguaknya lebih lebar. Amanda mengikutiku masuk.


“Kusut banget, sih,” komentarnya sebelum mengikutiku menghempaskan tubuh di sofa ruang tengah. “Habis dari mana, Ta?” Amanda mengulangi pertanyaannya yang belum sempat aku jawab. 


Aku menyandarkan kepala pada sandaran sofa lantas menutup wajahku dengan tangan. “Semalam…” Aku diam lagi.

Lihat selengkapnya