TAMBATAN HATI

Najma Gita
Chapter #19

18

Musik mengalun mengiringi suara merdu milik sang vokalis. Warna suaranya yang lembut cocok sekali dengan lagu cinta yang dibawakan. Merdu. Syahdu membelai telinga semua pengunjung kafe. Tanpa melihat pun aku tahu siapa pemilik suara ini. Rayhan. Ya, dia. Setelah mendengar suaranya kali ini aku tidak heran kenapa dia sangat percaya diri. Seperti yang dikatakannya, dia mempunyai kemampuan. Itu benar, bukan sekedar omong kosong atau terlalu percaya diri karena merasa dia mampu. Skill menyanyinya di atas rata-rata untuk pemula seperti dia. Tidak heran kalau dua laki-laki dewasa yang aku lihat waktu pertama kali kesini langsung kepincut setelah melihat penampilan Rayhan. Aku saja yang orang awam bisa menilai kok kalau Rayhan memang berbakat. 


Aku beringsut semakin menempel pada tembok. Aku tidak mau Rayhan melihat kalau aku datang. Aku pernah bilang kalau aku tidak tertarik sama sekali. Apalagi Rayhan juga bilang tidak perlu datang kalau aku tidak tertarik. Sebenarnya bukan seperti itu yang aku maksud. Hanya saja gengsiku terlalu tinggi untuk mengakui kalau sebenarnya penampilan Rayhan sangat menarik. Sejak awal aku kadung bersikap ketus padanya. Jadi malu kalau tiba-tiba aku mengaku jujur di depannya. 


“Tita?” Amanda mengernyit. “Kenapa, sih? Lo tiba-tiba nggak enak badan?”


Aku menggeleng. 


“Meja disana kosong,” Sesil menyela. Dia menunjuk meja yang lebih dekat dengan panggung kecil tempat Rayhan tampil. Aduh, Sesil! Kalau pindah kesana aku bisa ketahuan Rayhan kalau aku datang. Duduk disini saja aku harus menempel di tembok seperti Spiderman supaya Rayhan tidak melihat, kok. Bagaimana aku bisa sembunyi kalau pindah meja?


“Gimana, Ta?” Amanda menanyakan pendapatku.


Aku spontan menggeleng. “Gue dengerin dari sini aja.”


“Kenapa?” Tanya Sesil. “Di meja itu lebih jelas, kan?”


Aku nyengir. “Kadung nyaman. Jadi mager buat pindah. Kalian aja.” Aku tidak mau kalau dia tahu aku datang ke kafe tempat dia tampil.


“Lihat dari sini aja deh, Sil,” putus Amanda akhirnya. “Dari sini juga kelihatan jelas, kok.”


Sesil hanya mengedik, kemudian menempati kursinya kembali.


“Hei.” Aku berjingkat saat ada menepuk pundakku dari belakang. Yoshua nyengir saja waktu aku mendelik menatapnya. Sialan. Bikin kaget saja. 


“Lo berdua beneran datang?” Amanda memutar badan menghadap Yoshua dan Ale.


“Ale penasaran banget sama Rayhan-Rayhan itu,” sambar Yoshua cepat. “Daripada dia nggak bisa tidur semalaman akibat penasaran, kan kasihan. Gue bakalan merasa bersalah banget.”


“Sialan,” Ale mengomel. “Yang menyeret gue dari kasur kesayangan gue yang paling nyaman sedunia kan elo.”


Amanda memutar bola mata. “Mau gabung atau cari meja sendiri?”


“Kita ke meja itu aja.” Ale menunjuk meja yang tadi ingin ditempati Sesil. 


Musik terus mengalun mengiringi suara Rayhan yang luar biasa. Sesil dan Amanda terlihat sangat menikmati. Sesekali mereka ikut menyanyi. Berbeda denganku. Aku terus bergerak tidak nyaman di kursiku. Aku tidak terlalu menikmati apa yang pemilik kafe suguhkan. Dadaku terus berdebar, disertai rasa yang… Entah. Aku sendiri bingung memahaminya. Kenangan bersama papa terus berputar di kepala. Dulu papa sering membawaku ke studio musik tempatnya bekerja setelah menjemputku dari sekolah. Karena jam kerja papa lebih fleksibel dibanding mama yang harus mematuhi aturan jam kantor. Karena papa aku menyukai musik, meskipun hanya menjadi pendengar dan penggemar. Aku mulai akrab dengan nada-nada dan suara. Waktu itu terasa menyenangkan.


Aku mulai membenci semua hal yang berkaitan dengan papa setelah papa mengecewakanku. Aku mulai meninggalkan kebiasaan-kebiasaan waktu aku masih bersama papa. Termasuk datang ke tempat seperti ini. Tapi semuanya menjadi berbeda setelah mengenal Rayhan. Sedikit demi sedikit aku mulai melakukan hal yang bertentangan dengan hatiku. Seperti malam ini. Seharusnya aku menolak ajakan Sesil. Aku bisa mencari alasan. Tapi tidak. Keinginanku ingin melihat Rayhan akhirnya membawaku duduk disini malam ini.


Seharusnya aku menjauhi Rayhan. Entah benar atau tidak, aku merasa dia akan menghubungkanku kembali dengan papa. Tapi kenyataannya aku malah mencari cara dan kesempatan supaya aku bisa bertemu dengan Rayhan. Ya ampun, mungkin aku sudah tidak waras. Aku melakukan hal-hal yang hatiku sendiri kadang menentang.


Lihat selengkapnya