TAMBATAN HATI

Najma Gita
Chapter #23

22

Sesil mendiamkanku selama di sekolah. Dia menjauh kalau aku mencoba mendekatinya. Sesil mengacuhkanku, menganggap seolah aku tidak ada. Aku berusaha minta maaf, tapi dia berlagak tidak mendengar setiap aku mencoba bicara dengannya. Terus begitu sampai akhirnya aku menyerah. Aku tahu dia marah, tapi setidaknya dia memberiku kesempatan untuk menjelaskan. Bukan malah terus bersikap acuh seolah aku tidak terlihat di matanya. Aku bukan hantu atau makhluk astral yang bisa diabaikan kedatangannya karena tidak semua orang bisa melihat wujudku. Aku manusia yang bisa merasa kesal juga kalau terus dicuekin seperti ini. Apalagi teman-teman sekelas menatap dengan rasa ingin tahu. Bagaimana tidak, aku, Sesil dan Amanda tidak pernah berpisah kalau di sekolah. Dimana ada salah satu diantara kami, pasti yang lain juga ada disana. Kemana-mana kami selalu bertiga. Tapi sekarang Sesil memilih menghindariku. Dia akan bersama Amanda kalau tidak ada aku. Dan memilih menghindar kalau aku sedang bersama Amanda.



“Kalian berantem, ya?” Yoshua meletakan sebotol air mineral di meja lantas mendorongnya mendekat.



“Siapa?” Tanyaku tanpa mengalihkan perhatian dari kotak bekal di depanku.



“Lo sama Sesil.”



“Biasa aja, kok.”



“Biasanya kemana-mana kalian selalu bertiga. Gue perhatiin dari pagi Sesil sama sekali nggak ngajak lo ngobrol.”



Aku mengarahkan bola mata ke atas. “Nggak selalu, kok. Ke toilet kami sendiri-sendiri.”



Yoshua berdecak. “Iya kali kalian mau masuk barengan.”



Aku hanya mengedik. Aku enggan menjelaskan akar masalahnya pada Yoshua. Bukan itu saja, aku sedikit malu karena pertengkaranku dengan Sesil melibatkan cowok. Bukan pertengkaran sih sebenarnya. Sesil marah padaku karena tidak memberitahu hal yang aku tahu tentang Rayhan. Sesil bilang aku tidak memberitahunya karena aku ingin hanya aku yang tahu tentang Rayhan. Bukan itu saja, dia juga menuduhku menyukai Rayhan. Ya, meskipun itu benar, sih. Tapi aku tidak akan mengakui secara terang-terangan di depan Sesil dan yang lainnya. Kalau seandainya Sesil juga naksir Rayhan, aku mau kok mengalah demi dia. Asal persahabatanku dengan Sesil tetap berjalan baik seperti sebelumnya. Sebelum kami mengenal cowok bernama Rayhan.



“Ada apa sih, Ta?” Tanya Yoshua sambil terus memperhatikanku.



“Gue udah bilang tadi kan, nggak ada apa-apa.” Aku tetap tidak menjelaskan masalah sebenarnya pada Yoshua. Meskipun kami sudah lama berteman, tapi ada saat-saat dimana aku enggan berbagi suatu hal dengannya.



“Serius? Tapi gue lihat tadi Sesil sama elo…”



Sebelum Yoshua menyelesaikan kalimatnya, aku segera menutup kotak bekalku dan berdiri setelah sebelumnya menenggak air mineral yang dibawa Yoshua. 



“Mau kemana?” Yoshua mengernyit. 



“Toilet. Mau ikut?”



“Sialan.” Dia mengomel.



Tanganku sudah bersiap membuka pintu toilet saat aku mendengar dua orang sedang mengobrol di luar. Posisinya pasti dekat pintu toilet yang sedang kugunakan karena suara mereka terdengar jelas.



“Lo nggak kasihan sama Tita?” Itu suara Amanda. Dia pasti sedang bersama Sesil. Mereka tengah membicarakanku. Dengan hati-hati aku membuka pintu toilet sedikit supaya dapat melihat mereka. Amanda dan Sesil yang berdiri berdampingan segera masuk dalam garis pandangku.



“Kasihan apa? Gue nggak ngapa-ngapain, kok.” Sesil membela diri.



“Nggak ngapa-ngapain gimana?” Sahut Amanda. “Lo acuhin dia sejak pagi. Tiap Tita pengen ngajak ngobrol lo, elo pura-pura nggak dengar. Lo nggak lihat apa gimana nggak nyamannya Tita? Tampangnya udah kayak pengen nangis tahu nggak?”



Terdengar helaan nafas Sesil. “Gue nggak ngapa-ngapain dia, kok. Ngapain pasang tampang menyedihkan kayak gitu. Pengen dikasihani?”



“Astaga, Sesil. Stop deh jadi si paling tersakiti. Kita sahabatan sama Tita sejak masuk sekolah ini, kan. Sejak kelas sepuluh kita sama-sama terus. Kalau dalam pikiran lo Tita bakal berbuat apapun supaya dia bisa jadian sama si Al lo salah. Tita nggak seperti itu.”



“Lo nggak ada diposisi gue sih, Man.”



“Pikir deh, Sil. Kenapa Tita merahasiakan semua itu dari elo? Lo tahu nggak?” Aku melihat Sesil menggeleng. “Itu karena Tita nggak mau lo punya pikiran macam-macam tentang dia. Termasuk kejadian di toko buku itu.”



Lihat selengkapnya