Sejak hari itu aku jarang bertemu Rayhan. Dia sering pergi dan pulang beberapa hari kemudian. Meskipun dia selalu memberitahu setiap mau pergi, tapi aku merasakan kami sekarang seakan berjarak. Jarang sekali bertemu, berkomunikasi hanya lewat telepon. Itupun tidak pernah lama. Rayhan tengah sibuk meniti karirnya. Sebagai orang terdekatnya, aku tidak mau membebaninya dengan berbagai keluhan dan rengekan supaya dia bisa meluangkan waktu untukku. Ya, meskipun dalam hati aku ingin lebih banyak waktu bersamanya. Aku harus bisa memahami kesibukan Rayhan, selalu mendukung dan memberinya semangat. Aku sudah tahu hal ini pasti terjadi. Dan itu adalah resiko yang harus aku terima karena memilih menjalin hubungan dengan Rayhan.
Sudan satu setengah bulan Rayhan memulai karirnya di industri musik tanah air. Sejak Rayhan dan bandnya mengeluarkan single perdana mereka, wajahnya mulai sering terlihat tampil di televisi. Tidak heran sih, dengan suara sebagus itu didukung dengan wajah tampannya, Blue, khususnya Rayhan langsung menjadi pusat perhatian para penikmat musik. Blue adalah nama band dimana Rayhan sebagai vokalisnya. Banyak pujian terlontar dari para pengamat musik atas kemampuan Rayhan dan teman-temannya. Meski status sebagai pendatang baru, mereka sudah memiliki banyak penggemar khususnya dari kalangan muda.
“Gue pernah lihat orang ini.” Teman-teman sekelas pun mulai membicarakannya. “Tapi dimana, ya? Aduh, kok gue bisa lupa sih pernah ketemu cowok secakep ini?”
“Hei, gue ingat.” Sambut yang lain. “Gue lihat dia di depan sekolah kita. Buset, gue nggak tahu kalau dia artis. Kalau gue tahu sejak awal gue pasti minta dia selfie bareng. Terus fotonya gue pajang di IG gue. Pasti yang lain bakalan heboh.”
“Dia beneran tampan, ya.”
Aku hanya menikmati obrolan mereka tanpa ada keinginan menjelaskan siapa Rayhan pada mereka. Biar saja mereka tidak tahu kalau cowok yang mereka puji-puji itu pacarku. Kalau mereka tahu bisa-bisa mereka langsung pingsan di tempat. Aku berlebihan? Biar saja. Siapa yang tidak senang dan bangga pacarnya dipuji-puji orang banyak?
“Duh, yang pacarnya dipuji-puji melulu dari tadi. Senyum-senyum terus.” Amanda mencolek lenganku, membuatku spontan menatapnya. “Untung deh, mereka nggak ingat adegan mesra lo berdua di gerbang sekolah waktu itu. Kalau ada satu aja yang ingat, beritanya bisa mereka jual di akun gosip. Pasti langsung heboh.”
“Gemes deh,” Sesil menimpali. “Rasanya gue pengen banget teriak di depan mereka kalau Rayhan aslinya jauh lebih ganteng darilada yang kelihatan di internet atau TV.”
Aku dan Amanda memutar bola mata bersamaan.
“Gue ikut senang akhirnya impian Rayhan jadi kenyataan,” Sesil melanjutkan. “Nggak heran sih, Rayhan itu gigih orangnya. Dia nggak gampang menyerah. Aku salut banget sama dia.”
“Dijutekin Tita aja dia nggak mundur, kok.” Amanda menghamburkan tawa. “Apalagi dengan hal yang sudah jadi mimpinya sejak dulu.”
Aku spontan mendelik. Ya ampun, kenapa pakai diingatkan segala, sih?
“Nah, iya,” Sesil menjentikkan jari. “Gue ingat banget kok Tita selalu pasang tampang mau perang kalau ketemu Rayhan. Kadang aku kasihan sih sama si Ray.”
“Gue nggak gitu, kok,”sambarku cepat. Astaga, mereka berdua ini apa-apaan, sih? Kenapa yang sudah berlalu masih dibahas?
Sesil berdecak. “Apanya yang nggak? Lo kan sering bilang Rayhan begini, Rayhan begitu. Apaan pura-pura lupa.”
“Iya nih, Tita.” Amanda menyenggol pundakku.
“Lo pasti senang banget sekarang, Ta.” Sesil menatapku dengan senyum lebarnya. “Gue aja yang cuma teman pacarnya Rayhan senang banget, kok. Rasanya kayak mengambang di awang-awang.”
“Dasar bego.” Amanda menoyor kepala Sesil pelan. Kami bertiga lantas tertawa bersamaan.
Banyak hal yang membuat kami tertawa. Rasa gembira karena Rayhan berhasil masuk industri musim tanah air sesuai keinginannya menjadi salah satunya. Aku tidak heran kalau Sesil sesenang itu melihat keberhasilan Rayhan. Dia adalah salah satu saksi bagaimana Rayhan berjuang menggapai mimpinya. Sesil sudah menjadi penggemar Rayhan sejak dia masih jadi penyanyi di kafe. Tentang bagaimana perasaan Sesil pada Rayhan, kami tidak pernah membahasnya lagi.
Sesil mengutak-atik ponselnya. Menekan beberapa tombol lantas menyodorkan ponselnya mendekat padaku dan Amanda. “Kayaknya berita tentang Blue mulai banyak di internet. Rayhan paling banyak di sorot.” Dia menunjuk salah satu berita. “Gue yakin habis ini akun lambe pasti cari berita tentang kehidupan pribadinya. Lo siap-siap aja, Ta.”
Aku mengerutkan bibir. “Jangan nakut-nakutin dong, Sil.”
Sesil mengedik. “Gue nggak bermaksud nakut-nakutin sih, Ta. Itu kan udah resikonya pacaran sama public figure, Ta.”
Yang dibilang Sesil ada benarnya, sih. Tapi waktu itu Rayhan pernah bilang kalau dia tidak mau kehidupan pribadinya menjadi konsumsi publik. Apakah itu tidak bisa dijadikan jaminan kalau media tidak akan menyinggung ranah pribadi kami?
“Awalnya gue kaget, sih,” Amanda mengalihkan topik. “Kayaknya selama gue kenal elo, Ta, gue nggak pernah lihat tampang lo kayak gitu.”