“Ta, lo udah lihat berita tentang Rayhan di akun lambe?” Baru saja aku masuk kelas, Sesil langsung melontarkan pertanyaan yang membuatku melongo. Aku spontan menggeleng mengundang kernyitan Sesil dan Amanda. “Eh, beneran? Lo belum tahu?”
“Apa, sih?” Aku meletakkan tas di meja. “Aduh, gue lupa bilang sama Ray kalau kalian belum dapat tiket konsernya.”
“Lupain tiket konser!” Amanda mengibas. “Ini lebih penting. Harapan gue sih semoga nggak jadi skandal.”
Aku menatap mereka berdua bergantian. Mereka ini ngomongin apa, sih? Aku jadi bingung karena mereka tidak segera menjelaskan. “Skandal apa? Jangan bikin gue bingung, deh.”
Sesil menghela napas. Dia mengeluarkan ponselnya, menekan beberapa tombol lantas menyodorkan padaku. “Lo lihat sendiri, deh.” Aku menerima ponsel Sesil. “Ada foto lo sama Rayhan disitu. Lo-nya cuma kelihatan dari belakang, sih. Yang close-up Rayhan-nya, tapi kalau mereka kenal elo, pasti tahu kalau itu lo.”
Aku tidak bertanya lagi dan segera melihat postingan akun lambe yang mereka maksud. Benar, disana terpampang fotoku bersama Rayhan yang diambil beberapa hari yang lalu di depan pintu apartemen Rayhan. Astaga, kok bisa keciduk, sih? Padahal aku tidak melihat siapapun disana. Seperti yang Sesil bilang, wajahku memang tidak terlihat karena foto itu diambil dari belakang. Tapi wajah Rayhan terlihat jelas dari samping.
Ada beberapa foto kami di akun lambe. Sepertinya semuanya diambil secara sembunyi-sembunyi. Aku beruntung karena tidak ada satupun dari foto yang di unggah akun gosip itu yang menampakkan wajahku. Tapi seperti mereka bilang, orang-orang yang mengenalku atau mereka yang setiap hari bertemu denganku pasti langsung mengenali meskipun yang terlihat hanya bagian belakang.
“Nggak usah dibaca komen-komennya.” Sesil mengambil ponsel dari tanganku. “Bisa bikin lo sakit hati.”
“Benar yang dibilang Sesil,” timpal Amanda. “Lo tahu sendirikan gimana kreatifnya jempol warga +62? Jempol mereka lebih tajam dari pisau daging nyokap.”
Kalau keadaannya tidak begini, aku pasti sudah tertawa mendengar perumpamaan Amanda. Kalau sudah begini gimana? Aku masih ingat pesan mama sebelum aku pergi ke apartemen Rayhan. Ya, sepertinya filosofi itu benar. Feeling seorang ibu sangat tajam.
Aku mendesah. “Gue nggak tahu kalau ada yang lihat gue masuk ke apartemen Ray. Gue nggak lihat siapapun waktu itu di sekitar unit apartemennya.”
“Lo yakin Cuma lo berdua yang disana?” Amanda memiringkan kepala menatapku.
Aku mengangguk. “Yakin banget. Makanya gue shock kenapa sampai ada foto itu di akun lambe.”
“Yaelah, Ta!” tangan Sesil mengibas. “Jangankan di tempat umum kayak gitu. Tembok rumah gue aja punya mata. Kalau nggak, mana mungkin nyokap tahu kalau gue ngendap-ngendap ke kamarnya ambil kunci mobil. Padahal gue lihat sendiri dia merem.”
Amanda tertawa. “Masa lo lupa jurus sakti para orang tua, sih? Mereka sering pura-pura merem buat ngawasin tingkah anak ceweknya.”
“Eh, anak-anak sadar nggak ya kalau yang di foto sama Rayhan itu gue?” Tanyaku sedikit khawatir. Bukan sedikit sih, aku memang benar-benar khawatir.
“Ada sih yang ngobrolin ini juga. Gue sempat dengar tadi,” jawab Sesil. “Tapi kayaknya mereka belum pada sadar kalau cewek itu siswi sini juga.”
Aku menghembuskan napas lega.
“Untung saja lo nggak pakai seragam sekolah pas kesana,” kata Amanda. “Coba kalau lo masih pakai seragam, langsung heboh satu sekolah. Bukan cuma siswanya aja yang heboh, tapi kalau sampai guru-guru tahu kan gawat, Ta.”
Aku diam. Astaga, kenapa aku tidak sampai berpikir kesitu? Untung saja aku tidak mengindahkan Rayhan yang menyuruhku langsung datang sepulang sekolah. Kalau tidak, yang Amanda katakan akan menjadi kenyataan.
“Saran gue sih sebaiknya lo hati-hati kalau janjian sama Ray. Kalau bisa di tempat umum aja. Kalau keciduk di apartemen lagi kesannya kayak gimana gitu, Ta. Lo paham kan maksud gue?” Amanda memelankan suaranya karena semakin banyak anak-anak yang masuk ke kelas.
“Tapi kami nggak ngapa-ngapain, kok,” aku menggerakkan tangan di depan dada. “Gue berani sumpah.”
“Kita sih percaya, Ta,” sahut Sesil. “Tapi orang lain di luar sana kan beda. Makanya gue tadi bilang nggak usah baca komennya.”