TAMBATAN HATI

Najma Gita
Chapter #42

41

Yoshua memesan Grab untuk mengantarku pulang. Aku menyuruhnya masuk lagi ke dalam untuk menghindari kecurigaan mereka bertiga. Tanpa mengatakan apapun, aku yakin Yoshua akan memberi alasan kenapa aku pulang lebih dulu. Dibalik sikapnya yang cengengesan dan seenaknya sendiri, aku tahu dia bisa diandalkan.


Kami sempat berdebat sebelum akhirnya dia setuju membiarkanku pulang lebih dulu. “Yang benar saja. Sebenarnya lo kenapa, sih?”


Aku menggeleng. “Nggak ada apa-apa. Lo balik aja ke dalam.”


Yoshua menghela napas. “Gue pernah bilang kan kalau lo jadi aneh setelah lo kenal Rayhan. Gue yakin lo masih ingat obrolan kita waktu itu. Kenapa sih, Ta?”


“Gue bilang nggak ada apa-apa!” teriakku jengkel. Dengan perasaan seperti ini semuanya jadi menyebalkan, sehingga tanpa sadar aku menaikkan suara di depan Yoshua. 


“Kenapa lo nggak ninggalin dia kalau dia cuma bisa bikin kamu nangis terus?” Nada suara Yoshua ikut naik. “Setelah kenal Rayhan, lo jadi sering nangis, kan? Lo dulu nggak kayak gini, Ta. Lo itu kuat, sekarang bisanya cuma nangis.”


“Yosh...”


“Udah, mendingan lo pulang sekarang.”


Aku mendekatinya. “Sori.”


“Buat apa?” dia menatapku.


Aku menunduk. “Semuanya.” Untuk semua perhatiannya dan terutama karena aku tidak bisa membalas perasaannya.


Yoshua menghela napas, lantas mengeluarkan ponselnya. “Udah gue pesenin. Gue temani sampai Grab-nya datang.”


“Yosh, gue...”


Yoshua tertawa. “Nggak usah pasang tampang kayak gitu. Nggak usah dipikirin apa yang lo dengar waktu itu.”


Aku menatapnya bingung. “Lo tahu kalau...”


“Ya.” Yoshua memasukkan tangan ke saku jaket. Wajahnya menengadah menatap langit malam yang pekat. “Gue tahu lo berdiri di depan kelas pas gue ngobrolin hal itu sama Manda. Gue sempat lihat bayangan lo waktu itu. Nggak usah dipikirin. Anggap aja lo nggak pernah dengar.”


“Sori kalau...”


Yoshua beralih menatapku dengan senyumnya. “Sampai kapan sih lo mau minta maaf terus? Kalau lo merasa berbuat salah, lo pantas minta maaf. Ini lo nggak ada salah sama sekali, lho. Lo aneh.”


“Tapi...”


Grab-nya datang, tuh.” Yoshua menarik tanganku. “Sampai rumah istirahat yang bener, jangan kebanyakan mikirin hal yang nggak penting.”


Aku tersenyum. “Makasih, ya?”


Yoshua mengangguk. “Ntar gue cari alasan ke mereka. Hati-hati. WA gue kalau udah sampai rumah.” Yoshua menutup pintu mobil. Dia masih berdiri disana sampai mobil yang kutumpangi menjauh.



Aku merapikan penampilan sebelum masuk rumah. Musik mengalun pelan menyapa telingaku setelah aku berada di dalam. Ini lagu-lagu yang diaransemen papa. Lagu lama, tapi masih sangat enak di dengar. 


“Ma....” Langkahku pelan mendekati mama yang duduk bersila di sofa ruang tengah.


“Kok udah pulang?” Mama mengernyit. “Masa jam segini konsernya udah bubar, Ta?”


Alih-alih menjawab pertanyaan mama, tatapanku langsung tertuju pada benda di pangkuan mama. Itu album lama. Album lama yang berisi foto keluarga kami saat aku masih kecil. “Mama ngapain?”


Mama menepuk tempat kosong di sampingnya. “Mama cuma kangen pas kamu kecil. Makanya mama keluarin album ini dari gudang.”


“Terus lagu ini?”


“Kamu masih ingat kan, lagu ini dibuat papa khusus buat mama.” Mama tertawa. “Rasanya kayak nostalgia pas mama masih muda.”


Aku menatap mama lama. Aku heran kenapa mama tiba-tiba membuka kenangan lama yang sebelumnya tidak mau dia sentuh. Kenapa mama mendadak berubah begini? “Kenapa mama lakukan ini?”

Lihat selengkapnya