Ketika sekoci itu telah menepi dan naik ke kapal Cravheesea, Lysera berdiri satu langkah di belakang Myran. Menatap kapal Vyctrosius yang perlahan pergi dengan lambaian tangan Clauxyo dan tatapan dalam Vermont.
Lysera menggigit bibir tanpa sadar. Ada perasaan tidak rela untuk berpisah dari dua kakak yang sangat menyayanginya.
Vermont, Sang Pelatih di area militer yang keras. Mendidik Lysera seperti samsak gladiator yang kokoh tak tergoyahkan, bahkan oleh badai laut dalam sekalipun.
Clauxyo, Sang Pemerhati yang cerdik. Memberikan banyak ilmu pengenalan sihir dan kutukan. Membuat Lysera berkutat pada berbagai bahan ramuan yang tak biasa. Meski pada akhirnya, laboratorium istana sering meledak karena percobaan yang ia lakukan.
Aku pasti akan sangat merindukan kalian.
Lysera menatap jauh hingga kapal itu tertelan oleh batas cakrawala di lautan. Myran memberikan elusan lembut di punggung Lysera. Sementara Darrec, yang sedari tadi berdiri kaku di geladak atas, hanya menatap tajam dari kejauhan. Sorotnya seperti mata elang yang tak percaya pada siapapun. Bahkan pada angin laut yang tenang sekalipun.
"Apa aku telah menendang ginjalnya?" tanya Lysera pada Myran dengan bisikan dan wajah yang tak nyaman.
Myran kelabakan. Panik. Secara refleks membungkam mulut Lysera dengan tangannya. "Ssst! Kau itu sekarang pelayan. Jangan bicara sembarangan!"
Lysera mengangguk dan melepaskan tangan gadis berambut coklat itu.
"Kurasa para duyung memang bermasalah dengan penglihatannya," gumam Lysera sambil tersenyum tipis, lalu menaikkan sebelah alis.
Kapal Cravheesea memang berbeda. Lebih besar. Terbuat dari kayu hitam legam yang tampak kuat, dengan detail ukiran sisik naga laut di sisi haluannya. Semua tampak kokoh. Kaku dan dingin. Seperti orang-orang yang ada di atasnya.
Yah, kecuali Myran dan ... aku, pikir Lysera.
Bahkan angin pun seolah tak berani mengacak rambut para prajurit Cravheesea yang berdiri berjajar seperti patung penjaga purbakala.
"Berhenti!" perintah Darrec ketika mereka melewati geladak utama.
Semua langkah terhenti.
Ia turun dari geladak atas dengan langkah berat dan teratur. Mata birunya seperti laut beku, menyapu wajah Myran, lalu tertuju pada Lysera yang masih berdiri satu langkah di belakang.
"Pelayan, angkat wajahmu!"
Lysera menoleh cepat ke Myran, memastikan bahwa ini bukan lelucon kerajaan.
"Dia bicara padaku?" bisiknya.
"Cepat angkat wajahmu!" bisik Myran panik.
Dengan santai, Lysera mendongak. Menatap Darrec dengan tatapan tak bersalah. Akan tetapi, jelas tak tunduk. Bahkan ada sedikit senyum kecil di sudut bibirnya.
"Namamu?" tanya Darrec datar.
"Sera."
"Berapa umurmu?"
"Dua puluh dua, secara mental mungkin tujuh belas."
Myran menutup mata, menahan napas.
Darrec mengerutkan alis. "Apa maksudmu?"
"Maksud saya ... saya berjiwa muda, Yang Mulia. Jadi jangan heran kalau saya sedikit cerewet dan suka meledak-ledak tanpa aba-aba. Seperti meriam di perbatasan selatan. Oh, atau mungkin Anda mau mencobanya?"