Darrec meraba sisi dadanya yang berdenyut nyeri. Hangat, menusuk, dan tak ia kenal. Napasnya berat. Namun, ia segera membuang embusan itu dalam-dalam. Seolah ingin menyingkirkan gejala yang mulai tumbuh tanpa izin.
Ini bukan almavoia! Ini cuma denyutan kesal! Ya, tidak lebih! pikirnya keras, membentengi diri dari kemungkinan yang terlalu dalam untuk dipikirkan.
Namun, denyut itu seperti gelombang laut malam. Diam-diam datang, lalu menghantam tiba-tiba.
Sementara itu, Lysera tetap menatapnya tajam, matanya bagai bilah baja yang ditempa di tengah amarah. Seolah gadis itu tak mengenal kata "ampun", bahkan ketika lawannya adalah Panglima Agung Kemiliteran Laut. Seorang pembunuh sah di medan perang.
Kedua pedangnya menari liar, bergantian menebas udara dalam kecepatan yang memusingkan. Deru bilahnya membelah keheningan pagi, menyapu seisi geladak dengan aura panas yang tak terlihat. Namun, Darrec hanya menghindar, gesit dan terukur. Seolah menari dalam angin topan. Senyum tipis. Setengah menahan marah, setengah terpukau—mengembang di wajahnya.
Duyung busuk, sialan! Beraninya dia mengejekku di hadapan semua orang! Lysera mengumpat dalam hati.
Ketika ia mencoba menyikut, Darrec bergerak lebih cepat. Darrec menangkap lengannya, memutar tubuh Lysera dan mengempaskannya ke tepi geladak.
Bahu mereka bersentuhan. Napas mereka memburu dalam jarak yang terlalu dekat untuk disebut netral.
"Lepaskan!" bentak Lysera, mencoba menarik diri, tapi tubuhnya terkunci rapat oleh tekanan Darrec.
Kakinya terjebak dalam kuncian Darrec yang mematikan. Pria itu tak hanya tinggi, tapi juga nyaris tak memberi celah untuk melawan.
Namun, senyum Darrec malah tumbuh di sudut bibirnya. Sebuah senyum yang di kerajaan lain bisa disebut memesona, tapi bagi Lysera itu penghinaan.
Dada mereka naik turun. Bukan hanya karena tenaga yang terkuras, tapi karena sesuatu yang lebih dalam sedang bergerak tanpa aba-aba.
"Kau … seperti cheetah," bisik Darrec dengan suara serak. "Liar, dan membuat orang penasaran untuk menaklukkanmu."
Lysera memutar pergelangan tangannya, menarik tubuhnya dengan gerakan memutar dan berhasil melepaskan diri. Dua langkah mundur. Matanya membara.
"Dan Anda seperti paus mabuk, yang berpikir bisa menguasai lautan hanya karena punya sirip besar," balas Lysera sinis.
Darrec tertawa. Pendek dan berat. Akan tetapi, gelak itu tak mampu menenggelamkan denyutan aneh yang makin keras bergema dari dalam dadanya. Ia menggenggam sisi dada kirinya. Sesaat, lalu mengibaskan tangannya.
Tidak! Ini bukan almavoia. Ini hanya ... benturan adrenalin.
Namun, di dalam laut dadanya, sesuatu sudah bergerak. Bukan sekadar ritme, tapi resonansi. Dua denyut yang mulai bersahutan, tanpa tahu bahwa keduanya sedang mengikat takdir.
"Lysera! Berhentilah!"
Suara Myran melesat dari seberang geladak, membelah angin asin dan napas-napas yang tertahan. Ada gugup, ada takut, dan ada kekhawatiran yang tak bisa lagi disembunyikan. Nadanya nyaris pecah. Bukan karena lemah, tapi karena terlalu banyak rasa yang tak bisa dibendung.
Ia berlari kecil, ingin menerobos dua sosok yang masih terkunci dalam ego dan ketegangan. Namun, langkahnya tertahan. Bukan oleh gelombang atau pun angin, melainkan oleh tangan-tangan kokoh prajurit Cravheesea yang berdiri berjejer seperti tembok tak kasatmata. Dingin, tak tergoyahkan.
"Menyingkir!" seru Myran. Matanya membelalak penuh protes. "Kalian tidak sopan! Ini bukan cara memperlakukan tamu kehormatan! Kami datang atas nama aliansi! Aku akan melaporkan ini ke Vyctrosius!"
Namun, salah satu prajurit mendekat. Senyumnya tipis, mengandung ejekan yang nyaris tidak terdengar, tapi terasa menyengat.
"Anda ingin menggarami air laut, Putri?"
Tawa meledak ringan dari beberapa pasang mulut. Bukan tawa bahagia, tapi tawa yang mengecilkan. Seolah mereka semua hanya menyaksikan sandiwara usang yang tak patut dipedulikan.
Myran menggertakkan gigi. Dadanya naik turun oleh amarah yang selama ini jarang muncul di permukaan.
Tanpa berpikir panjang, ia menghantam wajah salah satu prajurit.
Tubrukan kepalan mungilnya mengenai rahang pria itu. Namun, bukan sang prajurit yang menjerit.