Tamu

Vivianhervian
Chapter #5

Sosok Hitam

“Elena! Tia! Kakak pulang! Kakak gak sempat balas chat kamu Len-” Martin terperangah melihat Stella. Begitupun sebaliknya.

Elena dan Tia melirik dari arah Martin ke Stella. Mereka baru ingat kalau Stella pernah menyimpan rasa buat Martin namun Stella harus ke luar kota untuk fokus pada perusahaan utama sang ayah. Karena ia baru saja kehilangan 2 cabang.

“Apa kita melakukan hal yang tepat?” bisik Tia. “Mengizinkan Kak Stella ke sini?”

Martin dan Stella berjalan saling mendekat. “Martin?” Stella memulai duluan.

It’s really awkward.” Elena memandang Tia.

Tia mau maju tapi Elena menahannya. Elena menggeleng tanda tidak usah.

“Iya. Apa kabar?” Martin menggaruk kepalanya yang tak gatal.

“Baik.” Stella tersenyum simpul.

Tia mengode ke Elena tanda apakah ini saatnya. Elena mengangguk.

“Oke!” Martin dan Stella menoleh ke Tia. “Kak Stella udah balik dan dia kuliah di kampus deket sini. Jadi sekalian aja dia nginep di sini daripada tempat lain. Lagi pula kita juga udah kenal. Ya kan, Kak?” Tia merangkul Stella.

Ting tung, ting tung. Pesan dari “Pink Muffin” alias pacar Martin.

Hai Choco Muffin, congrats buat tamu pertamanya. Semoga guesthousemu rame. Amin…

Martin senyum-senyum sendiri.

“Cie…” Tia langsung beralih ke Martin. “Dari siapa tuh?” goda Tia.

Martin menggeleng tapi senyumannya masih belum hilang.

“Pasti dari Dodo kan? Yang suka ngelawak itu?” Stella menebak.

Senyuman Martin memudar.

Ck… bukan, Kak. Itu dari pacarnya Kak Martin. Haps!” Tia menutup mulutnya.

“Kebiasaan lama,” ujar Elena.

Wajah Tia menggambarkan ekspresi bersalah.

“Oh,” Stella tampak tidak penasaran.

Elena menyadari kalau Stella cemburu. “All right. Sampai di sini dulu ngobrol-ngobrolnya. Thank you so much Kak Stell. But I have a lot of tasks to do.”

Mereka kembali ke kamar masing-masing. Di malam harinya, keluarga Kurniawan berkumpul di ruang keluarga untuk mengevaluasi penginapan mereka sejauh ini. Tia sudah memegang buku catatan dan pena di tangannya, Martin mengeluarkan buku keuangan, dan Elena mengabadikan momen menggunakan smartphonenya. “Kita baru untung Rp.200.000 doang?” tanya Hendra kecewa. Martin hanya bisa menunduk. “Ada berapa tamu sekarang?”

“Baru 2, Pa.” Martin menjawab dengan lemas.

“Dalam seminggu cuman bisa 2?” Hendra memang sosok yang ambisius. Itulah yang membuatnya sukses mendirikan Kurni Food.

“Bukannya ada yang laki-laki itu ya?” Tia teringat akan Jaka.

“Itu kakak gratiskan, Ti.”

Hendra menggelengkan kepala. “Dengar Martin, besok kamu tagih bayarannya.” Martin mengangguk.

Lihat selengkapnya