Tanah orang hilang

Bungaran gabriel
Chapter #2

mimpi yang jadi nyata

Marni tersentak. 

Dia bangun dan tersadar, kalau dirinya tertidur di kursi dekat kamar tidur. Ia melongok ke dinding dan melihat jam dindingnya masih menunjukkan pukul tiga pagi. masih jelas ia mengingat tentang mimpinya yang barusan. Semenjak mimpi sebelum kematian Ardian, mendiang suaminya, membuat Marni jadi sedikit parno dan tidak bisa lagi mengabaikan mimpi mimpinya. Semua mimpi setelahnya selalu disangka menjadi petanda. Membuat hidup Marni menjadi tidak tenang. Dahulu, ia bermimpi berada di hutan antah berantah bersama Ardian. Di mimpi itu Marni dan Ardian terlihat sedang berjalan-jalan. Entah kenapa Ardian melepas genggaman tangannya dari jemari marni, ia bilang jangan ikut, sampai disitu saja. Tak lama kemudian babi hutan berlari kencang dari belakang Ardian, serta merta babi hutan itu langsung menyeruduk punggung Ardian. Ardian terjungkal ke depan. Dalam keadaan sekarat, di mimpi itu Ardian berpesan agar Marni harus selalu mencintai Budi, anak mereka satu satunya. Dua hari kemudian mimpi Marni kemarin seakan menjadi kenyataan. Ardian tewas ditempat, di tabrak mobil pickup pengantar paket. Ambulan telat datang. Akhirnya ambulan tersebut hanya membawa mayat Ardian yang meninggal dalam keadaaan tengkurap.

Dalam mimpinya kali ini, dia sedang berada ditengah hutan. Kemudian terdengar suara gemericik air. Marni yang penasaran mencari sumber suara itu. Ternyata ada sungai yang jernih sampai sampai Marni merasa ingin mandi disana. Tapi dia takut karena sepertinya airnya sangat dalam. Ia hanya membasuh tangan dan mencuci mukanya dengan air segar itu. Tak lama. didepan mukanya muncul buaya yang besar. Marni kaget, ia lebih kaget lagi karna ternyata buaya nya bukan cuma satu. Sontak Marni langsung berlari sekuat tenaga. namun, sekuat apapun dia berlari, buaya-buaya itu tetap mengejarnya. Marni yang selalu melihat kebelakang tidak sadar kalau dia menginjak sesuatu. Marni ternyata menginjak ekor ular besar. Ular besar itu sekarang ada dihadapannya. Dengkul Marni lemas dan tak berdaya. Ia hanya pasrah saja. Tiba-tiba muncul kakek tua, dan menenangkan ular itu lalu bertanya pada Marni.

"Apakah engkau percaya padanya?"

Kakek itu berkata pada marni sambil menunjuk ke ular itu.

"Dia memang berbahaya, tapi bukan pilihan yang buruk dibandingkan dimangsa oleh buaya-buaya itu, Untuk sementara dia bisa menolongmu, itupun kalau engkau mau." Entah kenapa kepala Marni mengangguk tiba-tiba padahal ia tidak menggerakkannya. Ular itu mengusir semua buaya. Seketika asap tebal keluar, laki-laki tampan muncul. Marni seperti mengenal laki laki itu, tapi dia tidak tahu dimana, laki -laki itu berjalan dengan mantap ke arah marni dan tiba-tiba petir datang.


"Duar."

Marni pun terbangun.


Marni mengucek-ngucek mata sayu nya. Dia sekarang merapihkan posisi duduknya, ia duduk dengan tegak dan anggun di depan rias antik yang diberi ibu mertuanya. Dia melihat wajah yang baru bangun tapi cantik. Tangannya menyisir rambut yang masih menghitam lebat. Pipi tirusnya yang merah merona dikesampingkan nya. Untuk sementara dia berbangga dengan dirinya yang masih mempesona di usia tiga puluh enam tahun.

Marni mau memasak. Tapi niat itu ia urungkan karena mendengar suara seperti orang yang sedang menyapu. Mitos nya kalau ada suara seperti orang yang sedang menyapu, sebenarnya itu bukan orang, Tapi kunti. Itu pun sebenarnya dia tidak sedang menyapu. Tapi sedang menyeret-nyeret rambutnya yang panjang sampai ke tanah, sehingga seperti orang yang sedang menyapu, padahal dia sedang mengelilingi rumah. 

"Sret ... sret."

Marni melihat lagi ke arah jam. 

Lihat selengkapnya