Chapter #7
Hari Jumat Menjelang Siang Saat Pesawat Mendarat
KAMI tidak bertiga di dalam pesawat ini, kami berempat. Ayahku berada di lambung pesawat ini juga. Tetapi ayah berada di dalam peti mati bersama koper-koper besar dan barang-barang kargo lainnya di bagasi pesawat. Kami mengantar ayah pulang.
Kali ini adalah kehilangan yang benar-benar terjadi, ayah benar-benar mati meninggalkan dunia yang fana. Pernah aku mengalami rasa kehilangan ayah yang ternyata hal itu tidak terjadi.
Pada waktu itu aku menerima kabar dari ibu melalui ponsel. Aku diminta ibuku untuk segera pulang. Di dalam angkot aku menyusut keringat dengan sebuah handuk kecil. Aku baru saja selesai mengikuti kegiatan ekstra kurikuler Tae-Kwondo di sekolah. Saat ibu menelepon, ibu tidak mengatakan kenapa aku harus segera pulang.
Ibu hanya bilang, ”Ayah menunggumu di rumah”. Lantas telepon terputus. Sialnya pulsaku habis.
Aku sebenarnya ingin bertanya lebih lanjut, kenapa jam segini ayah telah berada di rumah? Bukan kah ayah selalu berada di rumah usai jam lima sore berlalu. Jam segitu, pasti ayah sudah di gerbang rumah membunyikan klakson mobilnya.
“Ini baru jam empat,” gumamku.
Angkot yang kutumpangi ini berjalan dengan kecepatan normal. Sesekali sopirnya menepikan angkot ini untuk mengambil penumpang. Sesekali pula sopir angkot ini berhenti di sebuah ujung jalan menunggu penumpang. Hal ini membuat aku gemas.