Chapter #8
Hari Jumat Menjelang Malam
SETELAH menempuh perjalanan udara dengan pesawat terbang dari Bandara Polonia ke Bandara Soekarno-Hatta, dan melanjutkan perjalanan darat dengan mobil dan ambulans yang disediakan bank di mana ayah bekerja kami telah sampai di rumah nenek. Di sebuah kota apabila di siang hari, aku selalu merasa matahari terlampau dekat di ubun-ubun kepala sehingga cahaya teriknya selalu membuat mataku silau, kota ini, Tasikmalaya.
Tasikmalaya sebenarnya kota kecil yang nyaman. Dikenal sebagai Kota Resik, kota yang asri. Bahkan aku pernah mengungkapkan keinginanku kepada ayah dan ibu, bahwa aku ingin melanjutkan SMA di kota ini.
Sebuah tenda besar berdiri sunyi di pekarangan rumah nenekku, kursi-kursi lipat dibentangkan dan disusun berjajar. Karangan bunga berjejer rapi dari mulut jalan hingga ke pintu rumah. Beberapa bendera kertas berwarna kuning berkibar-kibar sendirian di setiap ujung jalan. Mengingatkan aku pada peristiwa meninggalnya Pak Fulan.
Wajah ayah tampak pucat, warna kulitnya serupa kapas, putih dan bersih, ketika kami membuka tutup peti jenazah di mana ayah terbaring dengan tenang. Aroma formalin langsung menyeruak berhamburan di antara bau kembang melati dan bubuk kopi.