Tanda Lahir

Puspa Seruni
Chapter #1

1. Surat Marlina

Joyogiri, 15 Januari 2024.

 

SETIAP INDIVIDU semestinya merdeka, tidak terpasung pada keinginan atau harapan orang lain kepadanya. Akan tetapi, rupanya tak semua bisa. Ada orang-orang yang tidak seberuntung itu. Ada rantai-rantai besi yang menjerat kaki, tangan, mungkin juga lehernya.

Meski tinggal jauh dari kota kelahiran, kuharap kamu masih mau mengikuti berita yang terjadi di Joyogiri. Peristiwa pemasungan seorang perempuan yang menghebohkan kotaku mungkin sudah berlalu satu tahun terakhir, tetapi bagiku masih lekat dalam ingatan.

Apakah kamu mengikuti beritanya? Jika tidak, baiklah akan kuceritakan sekilas kepadamu tentang seorang perempuan yang sejak usia belasan diperlakukan seperti binatang oleh seorang kerabatnya. Bukan hanya setahun dua tahun, tetapi nyaris sepuluh tahun. Hingga akhirnya kasus itu terbongkar.

Perempuan itu bernama Yurika Akana. Kata orang-orang, dia memiliki darah Jepang. Meski hidup bergelut dengan kotorannya sendiri, pada wajahnya masih tersisa jejak kecantikan. Akan tetapi tak seperti wajahnya, perempuan itu memiliki nasib yang buruk. Tubuhnya telanjang, mendekam dalam sebuah rumah yang mirip kandang. Kedua kakinya dipasung pada dua balok kayu yang ditangkupkan. Perempuan gila, begitu semua orang berkata. Apakah kegilaan memperbolehkan orang lain merenggut kebebasan hidupnya?

Pelaku pemasungan yang tak lain adalah bibinya tentu saja sudah ditangkap, meski sempat dihalang-halangi warga karena dianggap tidak bersalah. Kisah itu mungkin sudah dianggap selesai karena pelakunya sudah diberi hukuman. Akan tetapi, ada sesuatu yang mengganjal hatiku saat menemui perempuan yang enggan mengenakan pakaian yang membuatnya diperlakukan seperti binatang itu. Ada kalimat yang diucapkannya berulang-ulang dan membuat firasatku seperti digedor berkali-kali.

“Ampuni saya, Ningmas … ampuni saya.”

Perempuan itu tak henti bergumam menyebut kalimat itu. Aku tahu, dia bukan meminta ampun kepada bibinya. Sebutan Ningmas tentu tak bisa sembarangan digunakan oleh orang-orang seperti kita atau mereka. Lalu, siapa sebenarnya yang dimaksud dengan sebutan Ningmas itu?

Sudah dua tahun aku mencoba menelusuri kehidupan perempuan malang itu sejak kasus pemasungan mencuat. Di saat banyak orang mulai melupakan, aku justru mengulik dan mencari kebenaran. Kamu tentu tahu aku bukan penyidik. Aku hanyalah seorang jurnalis kontrak yang dibayar dari rating majalah yang kutulis. Dan untuk itu, redaktur selalu menuntutku menulis berita-berita menarik, besar, dan menggemparkan. Tidak, keliru. Maksudku, redaktur selalu memintaku menulis hal apa saja yang menarik perhatian masyarakat. Entah itu kebenaran atau kebohongan. Aku makan dari hal seperti itu.

Lihat selengkapnya