Setelah berbincang dengan Maya sampai sore, aku bisa menarik kesimpulan bahwa luka Maya belum sepenuhnya sembuh. Luka-luka itu tersimpan seperti lipatan baju di dalam lemari, terlihat rapi tetapi rentan rusak. Hanya dengan satu tarikan, tumpukan pakaian itu akan rubuh dan berantakan. Benar kata Tony, korban pelecehan seksual, pencabulan, dan pemerkosaan tidak pernah bisa hidup secara normal. Meski terlihat bersemangat dan antusias untuk mewujudkan keinginannya menjadi seorang penulis, sesungguhnya hati Maya redup. Bukan hanya krisis kepercayaan diri, Maya juga tidak percaya kepada orang-orang di sekitarnya.
Setelah proses pengadilan—dan setelah dia mengalami keguguran akibat pemerkosaaan yang dilakukan oleh pamannya sendiri, Maya bersikeras untuk keluar dari rumah dan pergi dari keluarganya. Dia cukup beruntung, orang-orang yang membantunya selama persidangan menolong dan mau membantunya untuk menenangkan diri. Awalnya Maya tinggal di kantor LBH milik Tony. Setelah dia bekerja dan memiliki gaji, Maya mengontrak sebuah kamar di belakang ruko sebagai tempat tinggalnya.
Dari beberapa tulisan yang dia sodorkan kepadaku, aku bisa melihat ada aroma kesedihan dan luka mendalam yang tergambarkan secara tersurat. Tokoh-tokoh Maya kebanyakan perempuan-perempuan menderita yang tidak berdaya oleh tekanan tokoh lain yang lebih superior. Maya kerap membuat tokohnya menderita lahir batin dan dibekap keputusasaan.
“Tulisanmu muram sekali May. Padahal gadis seusiamu, biasanya sedang gemar menulis kisah-kisah percintaan. Usiamu masih dua puluhan awal, kan?”
Maya mengangguk pelan.
“Saya tidak punya pengalaman itu, Mbak. Saya tidak bisa menulis kisah romantis seperti di film-film.” Ucapnya dengan menunduk.
“Yah, tidak apa-apa, sih. Siapa aja boleh menulis apa saja. Kalau boleh saya kasih saran, belajarlah untuk membuat paragraf pembuka yang menarik. Tulisanmu juga harus dibuat ringkas dan padat, supaya konfliknya fokus. Ini, kan, cerita pendek. Namanya juga cerita pendek, konfliknya tidak boleh melebar.”
Aku berusaha memberi masukan kepada Maya tanpa bermaksud meredupkan semangatnya. Tulisan Maya cukup runut, tetapi masih belum tajam. Melalui tulisan itu, aku seolah diajak untuk menyelami luka masa lalu Maya. Memang benar, tulisan sedikit banyak merupakan representasi dari penulisnya. Tulisan-tulisan Maya yang suram dan getir setidaknya menggambarkan kehidupan pribadinya yang penuh kepahitan. Tentu itu tidak mengapa, dia memiliki penyaluran yang baik.
Dan jika saat ini dia bisa bekerja dengan baik di LBH dan menulis untuk menyalurkan kesedihan hatinya, bagiku itu sebuah kemajuan besar. Gadis itu telah menjalani sisa hidup semampunya. Tentu itu berbeda dengan Yuri Akana, salah satu korban pencabulan yang ada dalam naskah yang ditulis Marlina. Maya tentunya lebih beruntung, bertemu dengan orang-orang tepat yang dapat membantunya melewati masa kelam itu. Meski sulit dan membutuhkan waktu lama, Maya yang kulihat kemarin memiliki semangat hidup dan harapan.
Setelah berbincang dengan Maya, sebelum mengantarku pulang, Tony mengajakku ke rumah perawatan Yuri. Gadis itu sempat di rawat di rumah sakit jiwa, tetapi kemudian dipindahkan ke rumah terapi di Jalan Piere Tendean. Aku dengar sebuah NGO dari luar negeri membiayai perawatannya hingga saat ini. Kami tidak sempat bertemu Yuri karena waktu kunjungan sudah lewat. Seorang perempuan tinggi dan kurus, yang mengaku sebagai perawat jaga malam itu, memberitahu kami bahwa kondisi Yuri sudah cukup baik dan mengalami kemajuan. Dia tidak lagi dipasung dan tidak lagi telanjang, tetapi pandangan matanya tetap kosong dan dia tetap tak mau bicara.
“Dia hanya terus menyebut-nyebut Ningmas. Kami sempat bingung siapa yang dia panggil Ningmas itu. Mungkin Ningmas yang itu, yang selama ini menjadi perbincangan umum.”
“Apakah selama disini ada yang mengunjunginya?” tanyaku.
Perempuan tinggi dan kurus itu menggeleng pelan.
“Tidak seorang, pun. Hanya beberapa kali perwakilan dari kantor Perlindungan Anak dan Perempuan yang datang mendata. Itu pun hanya saat kasus persidangan ramai. Setelah itu, tidak ada. Baru kali ini ada lagi yang datang bertanya perihal Yuri.”