"Aku memilih untuk tidak berhenti melukis lagi itu semua karenamu. Meski kamu hanya tinggal di lukisan tak bernyawa ini."
Inka memandangi frame lukisan yang sengaja ia biarkan tergantung di taman sekolah setelah kelulusannya. Ia selalu berharap pemilik lukisan itu segera menemuinya. Entah dari mana datangnya.
"Itu wajahku, kan?"
Inka seketika terperanjak. Ia menoleh ke asal suara itu.
"Ba ... ra?" Inka menatap tajam lelaki itu.
"Kamu masih percaya dengan tanda yang ada di tanganmu?" tanya Bara.
"Dan kamu masih percaya dengan gambar yang kamu lukis itu?" tanya balik Inka.
"Apa kamu tahu, Bar? Aku selalu datang ke tempat ini, hanya untuk melihat setiap tanda yang mungkin saja kamu tinggalkan untukku. Tapi sepertinya tidak mungkin."
"Apa kamu tahu kenapa aku memilih pergi dari hadapanmu?" tanya Bara.
"Apa kamu tahu alasanku masih menunggumu sampai sekarang ini? Dengan pertanyaan yang sama, saat terakhir kali kita bertemu dan kamu menghilang begitu saja?"
Inka menimpali kembali pertanyaan Bara.
Pertemuan yang sama sekali tak pernah di sangka itu, kini berubah menjadi ulasan kekecewaan karena kejanggalan perasaan yang tak sempat terbalaskan.