Hari-hari setelah Inka ditolong oleh Beno kini menjadi berbeda. Ia pun lebih sering bertemu dengan Beno. Vena sebagai sahabatnya merasa ada yang aneh dari Inka.
“Ka, lo kok sekarang lebih sering sama kak Beno, sih?”
“Nggak, ah. Siapa bilang?” jawab Inka sambil tersenyum sendiri menatap ponselnya.
“Lo, sekarang ke ruang seni rupa nggak sesering dulu lagi.”
Tak ada jawaban dari Inka. Justru Vena ditinggal pergi oleh Inka ke luar kelas. Vena membuntuti Inka dari belakang. Seperti dugaan Vena sebelumnya, Inka memang bertemu dengan Beno. Terlihat dari kejauhan, Rana yang biasanya menempel dengan Beno seperti tak suka dengan keberadaan Inka di samping Beno. Bahkan Inka sampai didorong oleh Rana.
Rana menarik lengan kiri Beno. “Ikut aku bentar, Ben.” Rana sedikit membawa Beno menjauh dari Inka.
“Lo, ngapain, sih, Ben, pakai deket-deket sama si “gadis tinta” itu?”
“Emangnya kenapa? Nggak ada larangan buat deketin siapa pun, kan, di sekolah ini?”
Beno melepaskan tangan Rana yang masih memegang lengannya. Bukannya menjawab pertanyaan Rana, Beno memilih menemui Inka kembali. Mereka pun berjalan ke taman sekolah. Saat Vena mau mengikuti Inka dan Beno, ia dikagetkan dengan Bara yang lewat di depannya.
“Gue panggil, nggak, ya?” Vena mencoba berpikir sebentar. “Bodoh, ah.”
“Bara.”
Vena melihat Bara yang menoleh ke arahnya. “Tumben, tuh, anak langsung respon panggilan gue.”
“Eh, Bar. Lo, mau nolongin gue nggak?”
Bukannya jawaban mau atau tidak, Bara malah melangkahkan kakinya meninggalkan Vena.
“Gue harus belajar sama Inka. Angkat tangan gue,” ucap Vena sambil menepukkan kedua tangannya.
Vena tidak tahu, jika saat itu Bara memang mengetahui keberadaan Inka dan Beno. Dari kejauhan Bara terus memantau supaya tidak terjadi apa-apa dengan Inka.
Kemarin, saat gue ketemu sama kak Beno, tangan gue, kan sakit? Kok ini nggak?
Inka melihat ke tanda di tangan kanannya.
“Tangan kamu kemarin kenapa emangnya?”
“Emh ... nggak kenapa-kenapa, Kak,” jawab Inka dengan sedikit senyumnya.
Sayangnya, Bara tidak bisa mendengar pembicaraan Inka dengan Beno saat itu. Saat Inka dan Beno mau kembali ke kelas, Inka menemukan sebuah gambar di bangku taman yang biasa diduduki oleh Bara.
“Loh, gambar ini, kok, ada di bangku ini? Apa jangan-jangan ini emang ulahnya si cowok sariawan itu?”
“Cowok sariawan itu siapa, Ka?” tanya Beno.
“Hehehe ... maaf, Kak. Aku suka banget ngasih julukan ke orang-orang,” jawab Inka dengan senyum nyengirnya.
Saat Inka mengamati gambar yang ditemukannya itu, Beno perlahan memundurkan langkahnya.
“Ka, gue balik dulu ke kelas, ya.”