Tanda Lahir

Era Chori Christina
Chapter #13

Pilihan Sepihak

Semenjak hari kemarin, tak ada kabar dari Bara atau pun Vena. Inka melihat Vena yang memilih banyak diam dan tak banyak bicara seperti sebelumnya. Keanehan itu membuat Inka merasa sangat bersalah dengan sikapnya terhadap Vena kemarin. Inka mencoba bertanya apa yang terjadi, tapi Vena hanya menjawab dengan senyum datarnya saja.

Lebih mengejutkannya lagi, Bara saat itu datang ke kelas Bahasa menemui Vena. Inka melihat wajah Bara dan Vena, yang begitu serius membicarakan sesuatu di sudut ruang kelas itu.

Tak lama kemudian, Beno datang menghampiri Inka ke kelasnya. Teman sekelas Inka pun sudah tak merasa aneh lagi dengan kedatangan Beno yang tiba-tiba datang ke kelas mereka. Bara sejenak mengalihkan pandangannya ke arah Inka, ketika Beno mencoba menarik lengan Inka untuk ke luar kelas.

“Kak Beno ngapain bawa Inka ke luar kelas? Bentar lagi jam pelajarn Pak Firman.”

“Aku nggak mau, kamu lihat mereka ngobrol berdua.”

Inka terkejut dengan pernyataan Beno. “Siapa? Vena dan Bara?”

“Iya.”

“Wajar lah, Kak. Kan, Vena yang udah bantu aku, buat jadiin Bara guru privat Inka.”

“Tapi, kenapa wajahmu seperti itu? Kamu belum sarapan? Ayo kita ke kantin bentar. Atau kalau nggak aku yang beliin kamu sarapan dan dimakan di sini?”

Inka hanya memandang Beno, yang begitu banyak memberondongnya dengan pertanyaan tanpa henti.

“Kak Beno, Inka mau sendirian dulu, boleh?”

“Nggak boleh!”

Inka menatap Bara yang juga menatapnya.

“Sekarang, kamu ikut aku aja ke kantin. Beli makanan pedas kesukaan kamu.”

Inka hanya menurut apa perkataan Beno saat itu.

 

TTT

 

Vena mengisi waktu istirahatnya itu dengan pergi ke ruang seni. Namun yang dilakukannya di tempat itu hanya mencorat-coret kertas gambarnya saja.

“Kamu kenapa, Na?” tanya Vino yang saat itu memperhatikan tingkah lesu dari Vena.

“Mana Inka?”

Tak ada jawaban dari Vena. Ia hanya terus memandang kertas gambar di depannya. Vino menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Namun Vena memilih bungkam seribu bahasa.

“Ok, ok. Aku nggak tahu, sampai kapan kamu akan menganggapku biasa saja seperti ini. Aku ngerti, selamanya aku memang tidak boleh ikut campur dengan apa yang terjadi padamu. Dan aku sadar sampai kapan pun tak ada yang bisa menggantikan Bara.”

Vena memandang Vino dengan linangan air mata.

“Kamu sudah tahu dan bahkan sangat tahu dengan masalahku. Setidaknya bukan pertanyaan aku kenapa atau apa yang sudah terjadi padaku. Bukan pertanyaan seperti itu yang aku butuhkan.”

Setelah mengucapkan kalimat seperti itu, Vena memilih pergi dan meninggalkan kertas gambarnya di meja ruang seni.

Vino melihat gambar orangtua dan juga lembaran uang yang tak beraturan karena coretan-coretan Vena yang menghalanginya.

Saat Vena ke luar dari ruang seni, Bara sudah menunggunya. Lalu mereka memutuskan untuk berjalan bersama. Vino hanya bisa memandang dari kejauhan.

 

TTT

Kepulangan hari ini, Inka memilih untuk menunggu Adi untuk menjemputnya. Ia tahu, belum saatnya untuk bertanya macam-macam dulu pada Vena.

Dari jarak sekitar satu meteran, Rana sengaja mendengarkan percakapan Inka dan papa-nya.

“Pa, sebaiknya Inka nggak usah les Matematika lagi, ya?” rengek Inka.

“Nggak bisa, Ka! Papa sudah memikirkan kemana nanti kamu setelah lulus dari SMA ini.”

“Tapi, Inka mau ke seni aja, Pa. Inka nggak bisa kalau dipaksa buat ke tekhnik seperti itu.”

“Apa kamu mau hidup seperti Papa dulu? Apa kamu mau hanya hidup dari hobi tak menjanjikan itu? Apa kamu mau diremehkan seperti Papa dulu?”

Tanpa membalas rengekan dari putrinya lagi, Adi segera membawa Inka pulang ke rumah.

Rana membuka ponselnya dan berniat menghubungi Beno. Namun dalam hatinya, sepertinya Beno sudah tak peduli lagi padanya. Ia memutuskan untuk menyusun rencana sendiri tanpa melibatkan Beno.

Rana melihat Vena yang baru saja keluar dari tempat parkir.

“Lagi musuhan, ya? Kok pulangnya, nggak barengan?” ledek Rana.

Vena tak menggubris olokan Rana. Ia hanya menutup kaca helm-nya segera ketika melewati Rana. Di belakang Vena disusul Bara mengikuti Vena.

Rana berpikir sikap Inka dan Vena berbeda karena ada kaitannya dengan Bara. Rana dengan PD-nya menganalisis masalah yang sedang terjadi dengan dua sahabat yang selalu bersama itu.

Lihat selengkapnya