Tanda Lahir

Era Chori Christina
Chapter #16

Makna Seorang Sahabat

  

Tanpa terasa waktu, yang diberikan dari sekolah kepada Bara dan Inka untuk menyelesaikan desain pensi sudah pada ujungnya. Kali ini Pak Firman melihat desain bernuansa Jepang dengan ornamen bunga sakura di setiap ruang kelas, guru serta staf di sekolah. Perpaduan antara budaya serta alam pesona Jepang.

Bukan Rana namanya, jika ia tidak kehabisan akal untuk membuat Inka dipermalukan oleh siswa lainnya. Rana memprovokasi setiap teman-temannya seni musik. Ia bahkan dengan rela membayar setiap teman-temannya. Jika mereka tidak mau, mereka akan diancam oleh Rana. Sebagaimana semua siswa tahu, orangtua Rana sering men-sponsori tim seni musik.

Belum lagi kabar Vena dan Vino yang belum juga datang ke ruang seni rupa, untuk membahas rencana akhir pensi bersama panitia lainnya.

“Vino mana?” tanya Pak Firman pada tim seni rupa yang sedari tadi menundukkan kepalanya.

Bara melihat Inka yang panik dengan sendirinya.

“Kamu kenapa?”

“Vena juga nggak ada kabar, Bar,” bisik Inka.

Bara meminta izin pada Pak Firman, bersama Inka untuk segera mencari cara untuk menemukan keberadaan Vino dan juga Vena saat itu.

 

TTT

 

Mendapati Vena yang masih saja duduk di halte dekat sekolahnya, Vino mencoba untuk mendekat pada Vena.

“Kamu udah ditunggu banyak orang di ruang seni rupa, Na. Ngapain kamu masih di sini? Apa yang kamu tunggu?”

“Sepertinya, bagi mereka, aku nggak pernah dibutuhin, kok, Vin.”

“Kenapa bisa begitu? Jangan ngaco, Na!”

“Kamu duluan aja ke ruang seni. Kamu, kan, ketuanya Vin. Jangan hiraukan aku!”

Melihat sikap Vena yang tak biasa, Vino menarik lengan Vena dan naik ke dalam bus yang saat itu berhenti di hadapan mereka. Vino memilih duduk di belakang Vena.

Samar-samar, Vino mendengar isak tangis Vena. Vino sebenarnya ingin sekali bertanya pada Vena saat itu. Hanya saja, ia membiarkan Vena untuk melepaskan kegundahan yang melekat di dadanya.

“Kita mau ke mana, Vin?” tanya Vena seraya mengusap air matanya.

“Pulang.”

“Pulang ke mana?” tanya Vena.

“Aku tahu, kamu nggak akan bisa bertemu dengan Bara atau pun Inka saat ini.”

“Kamu jangan, sok, tahu, Vin. Bukan urusan kamu!”

“Terserah, kamu mau bilang ke aku apa. Mau seberapa kuat pun kamu menolak keberadaanku di sisimu, nggak akan bisa menghalangiku untuk terus membantumu.”

“Sejak kapan kamu berperan seperti itu dalam hidupku?”

Merasa tak nyaman dengan pembicaraan yang terhalang punggung Vena, Vino pun memutuskan untuk duduk di sebelah Vena.

“Sejak saat ini. Saat dulu, bahkan nanti,” jawab Vino dengan menatap mata Vena.

Vena mencoba mengalihkan tatapan Vino dengan memandang ke arah luar jendela bus. Tak ada kalimat yang terucap dari Vena. Mereka pun saling terdiam satu sama lain. Sampailah akhirnya mereka di halte dekat rumah Vena.

Vino berjalan di belakang Vena. Saat Vena berhenti, Vino pun juga ikut berhenti.

“Aku sudah sampai, Vin. Kembalilah ke sekolah!”

Bukannya mengindahkan perkataan Vena, Vino justru melangkahkan kakinya ke teras rumah Vena. Vino melihat rumah Vena terasa sepi. Seperti tak ada keceriaan lagi di sana.

Vino melepas sepatunya dan duduk di lantai teras Vena. Langkah kaki Vena pun menyusul keberadaan Vino. Mereka berdua menatap ke arah jalan yang terasa sepi juga. Tak ada yang memulai pembicaraan.

“Vin. Kuharap suatu saat nanti, ketika kamu tahu aku yang sebenarnya, kamu masih tetap bisa seperti ini,” ucap Vena.

Vino menoleh ke arah Vena.

“Kamu cukup ada di belakang, depan, atau pun samping aku seperti ini sudah lebih dari cukup. Tak banyak bicara dan hanya bersamaku,” lanjut Vena.

“Aku mungkin orang paling egois sedunia. Aku memiliki kedua orangtua yang utuh. Aku memiliki seorang sahabat yang selalu membantuku. Tapi, aku justru pernah merebut juara yang harusnya didapatkannya.”

“Maksud kamu Inka?” tanya Vino.

“Aku udah buat jam melukisnya menjadi berantakan, karena saranku untuk memintanya les privat Matematika. Aku tidak bisa membantunya untuk keluar dari masalahnya. Aku hanya bisa melihatnya dan merasakan iri terhadapnya, karena orang-orang yang selalu mendukungnya. Aku ini sahabat apaan?”

Bukannya menjawab pertanyaan Vino, Vena terus saja bicara sendiri.

Lihat selengkapnya