Tanda Lahir

Era Chori Christina
Chapter #18

Tersadarkan Hal tak Terduga

Untuk sesaat, Bara terdiam melihat tanda di tangan Inka. Ia melihat tanda di tangan kanannya, yang sejak dulu selalu ia tutupi sampai sekarang ini. Ia mencoba untuk menggerakkan tangannya mengenai tangan kanan Inka, ketika mengarahkannya memegang penggaris. Dan benar. Inka merasakan hal yang sama dengan dirinya, meskipun akhirnya itu membuat Inka harus merelakan juara bertahannya untuk sahabatnya sendiri. Hanya saja, Bara masih menutupinya. Ada beberapa hal yang masih ia selesaikan untuk mengungkap kebenaran akan tanda di tangan kanannya yang ia miliki juga.

 

TTT

Adi menepati janjinya. Ia mengizinkan Bara untuk menjadi guru privat Inka kembali. Adi juga mengizinkan Bara untuk mengantar jemput Inka sekolah. Apalagi hubungan Vena dan Inka yang sekarang ini belum menemui titik temunya. Syarat yang diajukan Bara ternyata dipenuhi oleh Adi melebihi dari dugaannya sebelumnya.

Setelah seminggu berlalu, Inka akhirnya merasakan hawa pagi yang membebaskan dirinya. Air dingin yang telah ia panaskan, sudah siap untuk menghangatkan badannya pagi ini. Seragam putih abu-abu pun sudah tergantung dengan rapi. Siap untuk dipakainya. Kaos kaki putih dan sepatu pantovel hitam juga siap menemani langkahnya hari ini. Buku pelajaran serta alat tulis, satu per satu ia masukkan ke dalam tasnya. Tak tertinggal buku paket “Matematika” bersampul bening yang masih terbungkus rapi jika terlihat dari luarnya. Namun ketika dibuka, penuh dengan coretan gambar Inka. Sejenak Inka menatap buku paket itu dan menutup resleting tas ranselnya, lalu digendongnya keluar dari kamarnya.

“BARA?”

Inka menghentikan langkah kakinya. Ia tak menyangka sepagi itu, ia sudah melihat cowok berbalut busana hitam-hitam yang menghalangi cerahnya pagi hari setelah hujan kemarin.

“Mulai hari ini, kamu diantar jemput sama Bara,” tukas Adi yang melihat putrinya terdiam melihat apa yang mengejutkannya sepagi itu.

“Sejak kapan Papa buat peraturan seperti itu?”

Bara memilih diam dan tak banyak bicara. Ia hanya melihat ke arah Inka sekilas dan kembali menatap ke arah lain dalam ruang tamu itu.

“Sudah sana berangkat sekolah! Bara udah nunggu dari tadi.”

Vina menyodorkan beberapa potong roti ke tangan Inka dan mengantarkannya sampai teras rumah.

Setelah berpamitan. Bara memberikan helm warna biru pada Inka.

“Kok warnanya biru? Nggak ada yang item?” cela Inka.

“Sudah pakai saja!”

Inka tak tahu, jika Bara perlahan mencari tahu apa yang menjadi kesukaan Inka, tak terkecuali warna favoritnya.

Bara menyudutkan senyum tipisnya di balik kaca helm hitamnya. Ia melihat Inka yang sedari tadi merapikan rambutnya agar nyaman memakai helm yang ia berikan.

 

TTT

 

Inka tak langsung menuju ke kelasnya. Ia harus menemui Pak Firman terlebih dulu ke ruangannya. Ketika melewati ruang seni rupa, rasanya ia ingin sekali masuk ke dalamnya. Ia hanya menatap pintu yang setengah terbuka. Terdengar sayup-sayup suara yang sudah lama ia rindukan. Namun perlahan suara itu mulai hilang. Itu hanya halusinasinya sesaat. Ruang seni rupa itu tertutup rapat. Tak ada seberkas cahaya atau pun celotehan rekan satu tim-nya merencanakan desain yang bagaimana. Inka menundukkan badannya. Sejenak ia termenung, menyandarkan punggungnya dan menatap kosong ke arah depan. Rasanya seperti tak pantas ia harus hadir di tengah teman-temannya lagi. Ia merasa ini semua terjadi karena dirinya.

“Gue kira, tanda di tangan ini, bakal bikin gue ketemu sama jodoh gue. Tapi kenyataanya, justru menghancurkan impian gue,” keluh Inka sambil terus menyeka air matanya yang terus meluncur dari pelupuk matanya.

“Bapak sudah tahu, kamu pasti di sini.”

Inka seketika berdiri dan membersihkan seragamnya dengan kedua tangannya. Inka meminta maaf karena tidak segera menemui Pak Firman terlebih dulu. Pak Firman pun paham dengan apa yang dirasakan Inka.

“Tidak mudah untuk berhenti bahkan melupakan impian yang sejak dulu diperjuangkan. Tapi, Bapak harap ini semua untuk kebaikan kamu, Ka. Karena terkadang Tuhan membungkusnya dengan persoalan yang justru bisa mendewasakan kita,” ujar Pak Firman.

Lihat selengkapnya