Tanda Lahir

Era Chori Christina
Chapter #20

Ketahuan

Membahas mengenai kesalahpahaman yang terjadi antara pihak sekolah, anak seni rupa juga seni musik, Pak Firman meminta Vino, Beno serta masing-masing tim membahas rencana mereka di ruang seni rupa. Mereka pun menyambut baik langkah yang ditempuh Pak Firman. Baik Vino maupun Beno mereka saling bertukar pikiran satu sama lain. Seakan jarak yang menjadi penghalang mereka selama ini runtuh. Mereka pun saling bekerjasama untuk membuat pensi di tahun berikutnya agar lebih matang dan lebih terarah pastinya. Hari itu pun juga, tim musik juga seni rupa saling bergotong-royong membersihkan dan menata ruangan mereka. Terlihat gelak tawa mereka,  ketika salah satu dari mereka ada yang tak sengaja terdengar bunyi perutnya keroncongan. Tak berapa lama, Inka datang bersama teman perempuan yang lain membawakan es sirup juga beberapa gorengan yang masih hangat. Mereka pun menyantapnya dengan semangat.

“Sering-sering aja salah pahamnya, guys. Biar kita bisa dapat gorengan gratis. Hehehe ...,” celetuk Inka.

“Kamu, aja, Ka. Biar kita bisa dengerin konser gratis di kelas karena ada Beno yang nyanyiin tiap hari. Hahahaha ...,” cecar siswa lain.

Melihat Inka yang sepertinya baik-baik saja, Beno mencoba untuk memberi kode Inka agar menemuinya di taman sekolah.

“Kamu nggak benci sama aku, Ka?”

“Sudahlah. Lagian ini juga bukan sinetron yang harus banyak drama. Nggak ada untungnya juga.”

Beno mengepalkan tangannya dan mengambil nafas dalam-dalam.

“Tapi, soal perasaan, aku nggak bohong, Ka. Semakin aku membencimu, entah kenapa disaat aku bersama denganmu, aku melihat ada hal unik yang tidak dimiliki wanita lain darimu.”

“Semua wanita memiliki keunikan masing-masing, Kak. Jika Kak Beno menemukannya dalam diriku, terimakasih. Tapi, maaf. Jujur saja aku nggak bisa.”

“Apa karena Bara?”

Inka menatap ke arah Beno.

“Bukan. Karena aku masih mencari seseorang yang memiliki tanda lahir sama denganku.”

“Tanda lahir? Tanda apa?”

Inka merasa tak ada yang perlu diperpanjang untuk saat itu. Lagi pula,  ia juga tak mau sampai ini juga adalah bagian dari rencana Beno yang lain atau bagaimana. Ia harus bisa mengontrol perasaannya. Walaupun sebenarnya ia juga merasa nyaman berada di dekat Beno.

“Kita sebaiknya menyusul teman-teman yang lain, Kak.”  

Inka berbalik dan berjalan mendahului Beno.

Saat Inka kembali, ia melihat Vena bersama dengan Rana. Inka mencoba menatap Vena. Namun Vena berbalik mengalihkannya. Inka tahu, Vena pasti akan menghindar jika ia memintanya untuk menemuinya secara langsung. Inka mencoba mengirim pesan sekali lagi pada Vena. Semoga saja kali ini, pesannya bisa direspon balik oleh Vena.

 

Vena, gue boleh tanya satu hal? Gue tahu lo pasti nggak akan mau membalasnya. Untuk itu, sekalian gue ketik semuanya.

Na, apakah dulu waktu kita di taman, pas nemuin gambar petunjuk cuma ada Bara, selain kita? Gue ngerasa ada sesuatu yang bikin gue penasaran sama tuh gambar. Gue kenal tekhnik coretannya. Gue yakin itu Bara. Lo kan temen deketnya pasti tahu. Maaf Na, kalau gue minta tolong sama lo. Gue mau mastiin kebenaran yang masih simpang-siur dalam pikiran gue. Please, bantu gue.

 

Inka berharap pesan itu dibaca Vena. Dan benar. Saat itu juga, ia melihat Vena merogoh ponsel dari dalam sakunya. Namun, sebentar Vena memasukkannya kembali. Inka menghela nafas panjangnya.

Lima menit kemudian, Inka mendapatkan balasan pesan dari Vena.

 

Temui gue di taman sekolah nanti waktu pulang sekolah.

 

Terlihat dari kejauhan wajah Inka mulai sedikit sumringah. Bara memperhatikan setiap gelagat dari Inka. Perlahan ia menggoreskan pensil dalam sketchbook-nya.

Klaakkk!!!

Pensil Bara terjatuh, karena tak sengaja ia terpergok oleh Inka sendiri.

“Hayo ... Kamu diem-diem gambar aku, kan?”

Lihat selengkapnya