Sabrina memaksakan dirinya untuk bangun, matanya terasa berat untuk terbuka. Ditambah hawa dingin karna hujan semalaman, begitu menggoda Sabrina untuk kembali menarik selimut dan melanjutkan tidurnya.
Dengan mata setengah terpejam dia berjalan ke kamar mandi, mencuci wajahnya dengan air yang sedingin es, dan terbukti manjur untuk menghilangkan kantuknya. Sabrina hanya tidur selama 4 jam setelah semalaman mengoreksi desainnya untuk yang ketiga kalinya.
Kliennya yang kali ini benar-benar menguras waktu, tenaga dan kesabaran Sabrina. Kliennya ini hendak membuka cafe dengan konsep tema garden untuk indoor dan outdoor. Setelah beberapa kali briefing, Sabrina mulai melakukan pengerjaan desain sesuai keinginan klien.
Di tahap inilah kliennya berubah pikiran dan meminta Sabrina mengubah beberapa detail, setelah diubah sesuai permintaan, kliennya itu merasa tidak cocok dengan desain barunya dan meminta desain ulang lagi.
Semalam Sabrina lembur untuk pengerjaan revisi ke 3 kalinya, setelah berdiskuisi panjang lebar dengan kliennya. Kliennya tidak keberatan menambah honor Sabrina, tapi bagi Sabrina bukan masalah uangnya tetapi semua tenaganya yang tercurah seolah sia-sia karna klien yang plin plan.
Sabrina mencari-cari di lemari cardigan rajut yang baru selesai dilaundry. Sabrina yakin dia menaruh di tumpukan paling atas karna cardigan itu kesukaannya dan sekarang sudah memasuki musim hujan sehingga bakal sering terpakai olehnya.
Sambil mengerutkan kening Sabrina membongkar sampai ke bawah dan tetap tidak menemukan cardigannya, akhirnya dia memakai cardigan jeans yang di padu-padankan dengan kemeja putih dan midi skirt jeans.
Sabrina mencium bau harum daging asap dari arah dapur, ibunya sedang membuat sandwich untuk sarapan pagi. Di tengah kesibukan Sabrina, dia selalu meluangkan waktu sarapan bersama ibunya, sambil mengobrol dan bercerita tentang semua hal.
"Ma, apakah ada melihat cardigan rajutku yang berwarna pink pastel?" Tanya Sabrina sambil menuang kopi panas.
"Kapan hari bukannya kamu memakainya? Apa masih di tempat laundry?" Jawab ibunya sambil memberikan piring berisi sandwich.
"Kemarin uda selesai dilaundry dan aku yakin sekali menaruhnya di tumpukan paling atas, tapi aku ga berhasil menemukannya tadi." Ujar Sabrina sembari menuang saus sambal.
"Coba cari lagi nanti, cardiganmu ga punya kaki bisa jalan ke mana, palingan kamu lupa naruhnya." Ibunya berkata yakin.
"Mungkin juga tapi aku yakin sekali, nanti aku cari lagi deh." Kata Sabrina dengan nada heran.
"Hari ini ketemu klien kemarin lagi?" Tanya ibu Sabrina.
"Iya Ma, nanti pas jam makan siang, doain kali ini uda fix ya." Ujar Sabrina sambil membereskan peralatan makan lalu mencucinya.
Sabrina sedang memundurkan mobilnya ketika melihat ada kurir mengetuk pintu rumah depan, melihat lampu teras rumahnya masih menyala, bisa dipastikan pemilik rumah tidak berada di rumah.
Sabrina yakin sebentar lagi kurir tersebut akan mengetuk pintu rumahnya, sudah beberapa kali mereka dititipkan paket rumah depan. Sabrina teringat lagi tas yang entah siapa pengirimnya, dia sampai-sampai bertanya kepada rekan kerjanya tetapi semua mempunyai jawaban yang sama.
"Aku aza ga pakai tas semahal itu Sa, ga mungkin dong aku kirimin kamu." Jawab Luna logis.
"Nah iya, pacarku aza ga kubeliin, tidak mungkin aku beliin kamu Sa." Xavier menjawab.
"Atau temannya Teddy Lun? Siapa itu yang naksir berat sama Sabrina?" Tebak Ben.
"Rasanya tidak mungkin deh, kalau ada pasti uda ngomong ke Teddy." Luna menggeleng.
"Ya uda, anggap aza rezeki Sa. Kalau kamu ga mau, bawa ke sini lelang harga miring, dijamin cepat terlelang." Ujar Ben yang langsung disetujui Xavier dan Luna.
"Maunya kalian yaaa, aku tungguin deh sampai pengirimnya muncul suatu hari nanti." Sabrina menolak sambil tertawa.
Sabrina melihat ke atas langit yang agak mendung, sepertinya bakal hujan lagi nanti siang. Kliennya, Daisy mengajak bertemu sambil makan siang di restoran "Laura Kitchen" yang Sabrina tau itu adalah restoran kepunyaan anggota Geng Beken, Laura.
Fiona pernah makan bersama teman-teman kantornya di sana dan katanya enak. Sabrina menghidupkan lampu sen kanan lalu membelokkan mobilnya masuk ke halaman gedung kantor.
.
***************
Laura membongkar habis ransel kulitnya, mencari-cari dompetnya. Dia merogoh ke dalam laci mejanya juga tidak berhasil menemukannya. Saat itu sedang jam istirahat, dan Laura hendak membeli makan ke kantin.
"Ga ketemu Lau? Apa jatuh di mana?" Tanya Vivien.
"Jatuh gimana? Wong aku ga keluarin dompetku sejak tadi. Koq ga ada ya?" Ujar Laura bingung.
"Ya uda pake kartuku aza, uda lapar nih, yuk." Sahut Thalia.
Mereka berempat berjalan menuju kantin dan Thalia membayar pesanan makanan Laura menggunakan kartunya. Di sekolah mereka semua transaksi di kantin menggunakan kartu yang bisa di top up langsung di Bendahara sekolah atau lewat Atm ataupun mobile banking.
Begitu kembali ke kelas Laura mulai mencari dompetnya lagi, dia bertanya kepada teman-teman sekelasnya yang berada di kelas apakah melihat atau menemukan dompetnya yang mungkin terjatuh.
"Atau mungkin bukan terjatuh Lau, tapi di kelas kita apa mungkin ada pencuri ya." Kata Thalia tiba-tiba.
"Hushh jangan sembarangan bicara Thalia!" Seru Vincent yang mendengar kata Thalia. It is
"Tapi kata Thalia ada benarnya koq, buktinya dompet Laura ga ketemu." Sahut Julie.