Tanpa Batas Waktu

Liliyanti
Chapter #13

Teror

Keributan dan teriakan dari rumah Sabrina membangunkan tetangga kiri kanan, Ibu Sabrina juga langsung menelpon Satpam yang berada dipos satpam di jalan masuk perumahan. Para tetangga turut prihatin dan khawatir akan kejadian itu, tetapi Satpam yakin tidak ada orang asing yang masuk ataupun keluar dari perumahan saat itu.

"Saat ini sudah dini hari, plang sudah kami tutup dan hanya beberapa kendaraan penghuni yang masuk, tidak ada orang maupun kendaraan asing yang keluar." Kata Pak Anton yang merupakan Ketua Satpam.

"Sekarang petugas sedang berkeliling perumahan mencari pencuri tersebut, khawatirnya dia bersembunyi di rumah lain." Tambah Pak Anton lagi.

"Sebaiknya patroli harus dilakukan setiap malam Pak Anton, kalau sudah sekali ada kejadian begini, dikhawatirkan pencuri ini akan mencoba rumah lain." Saran tetangga rumah sebelah Sabrina.

"Siap!! Akan saya koordinasikan dengan petugas lain. Apakah sudah diperiksa ada barang yang diambil pencuri itu Bu? Kalau Anda mau melapor ke polisi, saya akan membantu membuat laporannya juga." Kata Pak Anton kepada Ibu Sabrina.

"Sepertinya tidak ada barang hilang Pak, putri saya keburu terbangun karna mendengar barang pecah tersenggol pencuri itu. Saya akan berdiskuisi dulu dengan Sabrina soal pelaporan, kondisinya sekarang masih shock dan bengkak pada wajahnya." Ibu Sabrina berkata dengan suara bergetar.

"Kompreskan air dingin dulu Bu untuk meredakan pembengkakan, dan minum paracetamol untuk anti sakitnya." Saran tetangga lain.

Setelah dilakukan pemeriksaan, kondisi pintu dan jendela rumah Sabrina tidak mengalami kerusakan. Tapi melihat kondisi jendela dapur yang terbuka, segera Pak Anton menyimpulkan bahwa pencuri itu masuk melalui pintu belakang yang dibuka lewat jendela, dia langsung menyarankan Ibu Sabrina untuk memasang teralis untuk keamanan.

Dua petugas yang berkeliling juga tidak menemukan keberadaan pencuri, dan mereka mempunyai teori bahwa pencuri tersebut kabur lewat tembok belakang yang membatasi perumahan dengan area tanah kosong yang hanya ditumbuhi pepohonan.

"Orang itu pasti memanjat pohon yang rantingnya menjuntai, besok aku akan menyuruh orang untuk memangkas ranting-ranting tersebut." Kata Pak Anton.

Setelah semua orang sudah pergi, Ibu Sabrina membawa Sabrina yang terus menangis ke kamarnya, mengompres wajahnya dengan air dingin, dan memberinya obat paracetamol serta menenangkan Sabrina yang shock.

Sabrina menangis bukan karna sakitnya tetapi lebih karna ketakutan dan bertanya-tanya apakah kejadian ini berhubungan dengan kejadian buruk yang dialami oleh teman-temannya dan apakah dia baru selamat dari maut?

Ketika akhirnya tertidur, Sabrina bermimpi bahwa dia dikejar-kejar oleh pria besar bertopeng yang memegang gergaji, kemudian dia terjatuh dan pria besar itu sudah berdiri dihadapannya sembari membuka topengnya, Sabrina merasa ketakutan tapi dia tidak berpaling karna dia mau tau siapakah sosok jahat dibalik topeng tersebut.

Tapi Sabrina terbangun sebelum sempat melihat wajah pria besar itu, wajahnya terasa nyut-nyut-an. Dia bangun dan melihat ke kaca, wajahnya sungguh menyedihkan. Pipinya biru membengkak dengan tepian bibir sobek, Sabrina mencoba mengurai rambutnya ke depan untuk menutupi pipinya tetapi tetap kelihatan.

Secara fisik maupun mental Sabrina merasa tidak mampu untuk bekerja hari ini. Dia menelpon Amy dan menceritakan kejadian semalam, Amy bersikap suportif dan menyarankan agar Sabrina beristirahat dulu sampai pulih.

Tidak lama kemudian rekan-rekan tim-nya mengirim pesan memberi semangat kepada Sabrina yang merasa cukup terhibur. Pintu kamar terbuka dan Ibunya berjalan masuk sambil membawa obat oles untuk meredakan bengkak.

"Mama telpon Tante Fifi tadi menceritakan peristiwa semalam, Tante Fifi sangat terkejut dan menyuruh Mama membeli obat oles ini di apotik, katanya sangat bagus untuk bengkak." Kata Ibu Sabrina sambil mengoles dengan pelan ke wajah Sabrina yang meringis.

"Hari ini Mama tidak mengurus kateringan, Mama mau menunggu tukang las datang mengukur jendela rumah, sakit sekali ya Sa?? Apa yang kamu rasakan sekarang?" Tanya Ibunya dengan raut khawatir.

"Obatnya terasa dingin diwajahku Ma, enakan rasanya. Aku hanya terkejut tapi tidak apa-apa Ma, ini juga sepertinya hanya luka luar, beberapa hari lagi pasti sudah mengempis." Sabrina tersenyum menenangkan ibunya.

Sabrina tidak bisa menceritakan ketakutannya kepada ibunya, dia tidak mau membebani ibunya yang pasti akan sangat panik. Mereka memutuskan tidak akan melapor polisi karna tidak ada barang yang hilang dan hanya akan memastikan keamanan rumah dengan memasang teralis jendela dan kunci slot ganda untuk pintu.

"Ayo makan dulu Sa, Mama sudah membuat nasi tim kesukaanmu. Tante Fifi juga katanya akan mengantarkan sup ayam untukmu, setelah dia selesai mengurus kateringan." Kata Ibu Sabrina.

"Tante Fifi baik sekali, harusnya Mama bilangin Tante tidak usah repot-repot, aku tidak sakit koq." Ujar Sabrina yang merasa sungkan.

"Justru Tante dan Mama mengkhawatirkan kondisi psikologismu Sa, kejadian semalam pasti membuatmu trauma. Mengerikan sekali rasanya diserang di kamar sendiri." Ibunya berkata sambil memandang Sabrina dengan sorot mata cemas.

"A--aku bersyukur setidaknya orang itu masuk ke kamarku dan bukan kamar Mama. Ayo makan Ma, aku lapar sekali, sungguh aku tidak apa-apa, jangan memandangku dengan begitu dong." Sabrina berusaha tertawa lepas sambil menggandeng ibunya ke dapur.

Sabrina tidak menceritakan kepada ibunya tentang tragedi yang menimpa teman-temannya, dia tidak mau ibunya merasa cemas dan panik. Sejak kepergian ayahnya, Sabrina bisa melihat sorot mata ketakutan di mata ibunya setiap kali Sabrina sakit ataupun terluka walau hanya luka kecil.

Sabrina juga belum menceritakan kepada Fiona, dia tau Fiona berangkat ke luar kota hari ini membawa calon klien untuk melihat tanah. Sabrina tidak ingin konsentrasi dan fokus Fiona pecah.

Setelah tukang las selesai mengukur jendela kamar Sabrina dan ibunya menunjukkan jendela dapur kepadanya, Sabrina hendak mengambil kertas coretan desain dari mejanya dan baru melihat tanda silang berwarna merah di atas coretan desain rumah Viktor.

Sabrina mengangkat kertasnya dan melihat bahwa kertasnya sampai tembus oleh tekanan, sosok tamu tak diundang semalam pasti mencoret tanda silang merah itu dengan kebencian mendalam. Sabrina yakin saat itulah tangannya menyenggol tumbler bahan acrylic yang mudah pecah itu, Sabrina selalu menaruh tumbler di meja.

Sabrina duduk di tempat tidurnya sambil merenung, jikalau orang itu adalah pencuri untuk apa dia mencoret kertas desainnya?? Siapa orang yang begitu membencinya sehingga begitu marah kepadanya?? Atau benci kepada Viktor?? Karna di atas kertas itu Sabrina menuliskan Viktor's house.

Lihat selengkapnya