Dia membenci dirinya sendiri, terus mengutuki tangan yang dengan tega telah memukul keras wajah manis yang sangat dirindukannya itu.
Dia bersyukur tidak sampai mematahkan hidung kecil itu. Dia lagi-lagi tidak bisa mengontrol emosinya, dia kehilangan ketenangannya ketika melihat tulisan Viktor's house di kertas itu.
Dia tau siapa Viktor dan dia tidak suka bahwa Viktor meminta dia mendesain rumahnya. Dia tidak suka dia berdekatan dengan pria manapun juga terlebih lagi itu adalah Viktor.
"Oh kekasih hatiku, seandainya kuulurkan tanganku kepadamu saat ini, akankah kau menyambutku dengan penuh rindu?"
"Oh pemilik hidupku, seandainya kupeluk erat dirimu saat ini, akankah kau mendekapku dengan penuh kasih?"
"Oh penerang jalanku, seandainya kupinta dirimu menjadi milikku, akankah kau menerimaku dengan penuh cinta?"
"Aku merindukanmu "
"Maafkan aku telah melukaimu."
Dia mengulang-ulang semua kata-kata yang ingin disampaikan kepada dia di dalam kepalanya, kata-kata yang tidak dapat terucapkan dan itu sangat menyakitkan baginya.
Sabrina menatap rangkaian besar buket bunga mawar merah darah dengan raut wajah tidak percaya, kurir pengantar adalah karyawan toko bunga itu juga. Jadi Sabrina menerima buket bunga yang sesungguhnya cantik sekali itu, dan meminta alamat toko bunganya juga, dia akan langsung bertanya ke tokonya siapa pengirim bunga ini.
Sabrina membuka mobilnya lalu meletakkan buket tersebut di kursi penumpang, dia bersyukur kali ini dia yang menerima langsung sehingga dia bisa mencari tau siapa pengirim bunga ini. Sabrina yakin pengirim bunga ini adalah orang yang sama dengan yang mengirimkan tas dan kue black forest kepadanya.
Sabrina belum pernah membeli bunga dari Toko bunga "Blossoms Florist". Tokonya besar dan pilihan bunganya lengkap dan banyak. Berbagai vas beraneka bentuk berjejer dengan rapi, contoh buket maupun papan bunga juga terpajang di situ. Ada beberapa customer yang sedang memilih bunga di tokonya.
Sabrina bertanya ke bagian kasir sambil menyerahkan nota tanda terima yang diberikan kurir tadi kepadanya. Dia hendak mengetahui siapa pengirim bunga tersebut, kasir lalu mengecek di komputernya.
"Hmm maaf Bu, ini hanya tercantum penerima atas nama Sabrina dan alamat Anda yang tertera. Pemesanan dilakukan via telpon jadi kami juga tidak bertemu langsung dengan pengirimnya." Kata kasir sesaat kemudian.
"Apa sebelumnya tidak ada orang yang datang melihat-lihat dan bertanya?? Maksudku pasti orang itu sudah datang melihat dulu bunganya baru memesan lewat telpon." Tanya Sabrina.
"Seingatku tidak ada ya, sebentar...Gina sini sebentar." Panggil Kasir kepada seorang karyawan toko.
Kasir menanyakan apakah ada yang datang menanyakan bunga mawar merah dalam beberapa hari ini, tetapi Gina menjawab dengan yakin tidak ada. Kedua karyawan lain juga tidak menerima customer yang datang menanyakan bunga mawar, customer yang datang beberapa hari ini adalah customer lama yang datang memilih dan langsung membeli.
"Kalau untuk pembayaran bagaimana? Kalau sistem transfer bukankah bisa dicek siapa nama pengirimnya." Sabrina tidak mau menyerah.
"Oh tadi pagi ketika toko baru dibuka, ada seorang wanita yang mengantar uang pembayaran dalam amplop untuk pesanan buket mawar itu." Jawab Kasir.
"Sepertinya yang menelpon memesan juga seorang wanita, mungkin teman Anda hendak memberikan kejutan untuk Anda, apakah sebentar lagi Ibu berulangtahun?" Kata Kasir lagi.
Sabrina hendak menyanggahnya tetapi mengurungkan niatnya karna melihat ada customer yang hendak membayar di kasir dan dilihatnya ada beberapa customer juga mulai berdatangan.
Sabrina merasa tidak enak hati kalau terus menganggu kerjaan karyawan toko bunga tersebut, jadi setelah mengucapkan terimakasih atas waktu yang telah mereka luangkan untuknya, dia pun keluar dari toko bunga itu dengan pikiran semakin kacau.
Sabrina berpikir keras selama perjalanan ke kantor, diliriknya buket bunga Mawar di sebelah kursinya. Di mata Sabrina bunga Mawar merah darah itu memancarkan keindahan sekaligus ancaman.
Sabrina mengerti sekali untuk apa bunga Mawar ini dikirimkan untuknya, sebagai lambang penyesalan dan permohonan maaf karna telah melukainya. Sekarang Sabrina sudah yakin 100% bahwa penyusup yang masuk ke dalam kamarnya adalah orang yang telah mengirimkan tas dan kue kemarin serta bunga Mawar ini.
Saat ini fokus utama Sabrina adalah mencari tau identitas orang ini karna siapapun dia, pasti telah mengintainya bahkan dengan berani masuk ke dalam rumahnya, ke kamarnya dengan maksud dan tujuan yang tidak bisa dibayangkan oleh Sabrina.
Hanya saja Sabrina tidak yakin orang ini berhubungan dengan berbagai teror yang dialami oleh teman-temannya. Sabrina melihat tempat sampah besar dan segera menghentikan mobilnya, dia lalu turun dan membuang buket bunga itu di tempat sampah itu.
Sabrina sama sekali tidak berminat menyimpan bunga dari penyerangnya, lagipula bunga itu membuatnya takut. Saat ini saja Sabrina merasa perasaannya tidak tenang, dia seolah-olah diintai entah oleh siapa dengan maksud tujuan apa.
Luna mengamati wajah Sabrina dengan teliti, dan melihat bahwa bengkak diwajah Sabrina sudah mengempis, hanya warna biru yang sudah samar-samar. Beberapa hari lagi dia yakin wajah Sabrina akan pulih kembali.
"Kamu harusnya mandi air kembang Sa, baru tidak lama kamu melihat penusukan temanmu, sekarang rumahmu kemasukan pencuri yang memukulmu." Luna berkata sambil mengerutkan kening.
"Di pasar kembang banyak yang jual Sa, bunganya macem-macem lagi." Sambung Xavier.
"Ngomong-ngomong soal bunga, aku dikirimin buket bunga Mawar, dan aku yakin sekali pengirimnya itu adalah orang yang menyerangku." Sahut Sabrina sambil tersenyum melihat reaksi terkejut dan tidak percaya di wajah rekan-rekannya.
"Wahh ini uda ga benar Sa, kalau hanya mengirimkan barang-barang bisa dianggap penggemar rahasiamu, tapi kalau sudah masuk ke rumah dan melukaimu yang memergokinya, itu sudah merupakan tindakan kriminal." Ujar Ben sambil mengeryit.
"Ini sudah harus dilaporin ke polisi ga sih?" Luna membelalak.
"Masalahnya laporin atas dasar apa? Siapa yang harus kulaporin? Polisi tidak bakal memproses laporan berdasarkan kecurigaan aza. Aku harus mencari tau dulu tentang siapa orang ini." Sabrina menggeleng pelan.
Sabrina tidak menceritakan kepada rekan kerjanya peristiwa buruk yang terjadi kepada teman-temannya, hanya peristiwa penusukan Laura yang diketahui oleh mereka. Sabrina sendiri belum yakin bahwa semua tragedi itu saling berkaitan, asumsinya hanya berdasarkan kecurigaan semata.
Sabrina menghabiskan waktu seharian mendesain rumah Viktor bersama Ben. Viktor ternyata tidak seperti yang Sabrina sangka selama ini, melihatnya saat dulu di sekolah Viktor kelihatan arogan dan sombong, tapi saat bertemu langsung dan membahas desain rumahnya ini, penilaian Sabrina berubah total.
Viktor ternyata menerima masukan-masukan dengan baik, dia juga tidak banyak menuntut, hanya ingin desain rumahnya yang minimalis tapi elegen. Untuk material dan furniture dia juga mengutamakan produk lokal berkualitas bagus, dan tidak harus yang buatan luar. Sabrina teringat akan pribahasa "Jangan menilai sesuatu dari luarnya saja" ternyata benar adanya.
.