Thalia bolak balik mencuci tangannya, kengerian dan rasa jijik setelah membuka kotak kiriman berupa kucing mati masih terbayang di pikirannya. Dia sudah mengecek cctv dan orang yang mengantar bungkusan itu tidak tersorot di cctv, orang tersebut hanya berdiri di luar pagar dan menyerahkan bungkusan itu kepada Satpam rumahnya di pos.
Thalia tidak bisa membayangkan siapa yang telah mengirimkan bungkusan tersebut, yang pasti tujuannya untuk meneror dirinya dan berhasil dengan baik. Thalia menjerit ketakutan ketika membukanya, dia bahkan tidak yakin apakah tangannya sempat menyentuh kucing mati itu atau tidak, yang pasti dia segera mencuci tangannya berulang-ulang.
Bu Inka, asisten rumah tangganya segera mengambil bungkusan itu lalu menguburkan kucingnya, dan Thalia yang histeris segera menelpon Hugo memintanya datang. Dia juga menelpon Vincent yang beberapa hari sebelumnya menghubunginya untuk hadir di pertemuan di rumahnya.
Thalia tadinya tidak berminat hadir, sejak tragedi yang menimpa sahabat-sahabatnya dia belum sepenuhnya pulih dari kesedihan dan rasa shock. Bertemu teman-teman Sma-nya dan membahas semua ini rasanya tidak tertahankan olehnya.
Thalia tidak ingin teman-temannya melihat kelemahan dan kerapuhannya. Dia dari dulu selalu tampil cantik, hebat, keren dan penuh percaya diri. Sekarang mendapat kiriman kucing mati saja bisa langsung menghancurkannya.
Thalia tidak bisa bercerita kepada Laura, kondisi Laura sendiri belum pulih 100%. Thalia beberapa kali menjenguk Laura di rumahnya dan tetap rutin menanyakan kabar Laura. Penusukan itu melukai usus Laura sehingga dia mengalami pendarahan hebat. Dokter bahkan harus memotong ususnya untuk menyelamatkan hidupnya.
Laura menghadiri sidang tuntutan terhadap mantan karyawannya, Jack sebagai saksi korban. Ketika melihat Jack di persidangan, Laura begitu emosional, tubuhnya masih mengingat kejadian penusukan itu, ketika dirinya tersungkur dalam genangan darahnya sendiri.
Jack dituntut atas kepemilikan dan penyalahgunaan narkoba serta percobaan pembunuhan terhadap Laura, dan dijatuhi hukuman penjara dua tahun untuk kasus narkoba. Yang memberatkannya di kasus narkoba adalah dia dalam pengaruh narkoba saat melakukan percobaan pembunuhan terhadap Laura.
Untuk kasus percobaan pembunuhan terhadap Laura, Jack dijatuhi hukuman lima tahun penjara. Laura cukup puas akan hukuman tujuh tahun yang harus dijalani oleh Jack. Dari pihak Jack juga menerima hukumannya dan tidak mengajukan banding.
Laura menjalani pemulihan di rumahnya, secara fisik maupun psikologisnya. Untung bagi Laura, ibu tirinya banyak mendukung dirinya di saat-saat sulitnya ini, dari pengaturan konsumsi makanan Laura, obat-obatan, kontrol ke rumah sakit sampai membantu pengecekan laporan restoran Laura.
"Yang kusyukuri dari penusukan ini adalah aku bisa bertahan hidup dan hubunganku dengan keluargaku membaik Tha." Kata Laura kepada Thalia saat menjenguknya.
"Ayahku jadi sering menanyakan kondisiku, ibu tiriku sangat sangat perhatian padaku, bahkan adikku itu sering datang ke kamarku sekedar untuk menghiburku, walaupun dia belum begitu mengerti." Lanjut Laura lagi.
"Syukurlah Lau, jadi kamu harus cepat sehat ya. Jangan pikirkan yang berat-berat, ingat ada aku juga yang sangat menunggu kesembuhanmu." Ujar Thalia.
"Terimakasih Tha, saat ini memang sangat berat bagi kita setelah kehilangan Vivi dan Julie. Semuanya terjadi berbarengan sehingga sangat--," Laura tidak mampu menyelesaikan kalimatnya.
"Sejujurnya aku takut Lau, setelah kalian kurasa aku giliran berikutnya yang akan mengalami hal buruk. Untung ada Hugo yang terus menguatkan dan mendampingiku." Kata Thalia lirih.
"Sebelumnya aku juga berpikir sama sepertimu Tha, tapi setelah kupikir lagi, sepertinya kejadiannya tidak saling berkaitan. Tapi tetap waspada Tha, aku tidak mau kejadian buruk terjadi padamu juga." Pesan Laura dengan nada serius.
"Aku sekarang kemana-mana selalu diantar oleh Hugo ataupun sopir Lau, kalau tidak penting aku di rumah saja." Thalia tersenyum getir.
Tidak lama setelahnya Thalia mendengar tentang musibah kebakaran yang menimpa Antoni, disusul penjambretan dan penembakan terhadap Josh. Berita tentang penjambretan Josh bahkan ditayangkan di televisi dan koran.
Josh mendapatkan dua tembakan dan Dokter berhasil menyelamatkannya, untuk kasusnya sendiri masih dalam penyelidikan kepolisian yang sampai hari ini masih terus mengejar para pelaku.
Thalia berpikir mustahil mengaitkan kasus Antoni maupun Josh dengan kasus Vivien, Julie ataupun Laura, kasus mereka berbeda. Begitu pula dengan peristiwa yang terjadi kepada Sabrina, tidak ada benang merah yang mengaitkan terhadap kasus yang lain.
Dan untuk kiriman kepada dirinya, Thalia juga tidak bisa melihat kaitannya, jadi apakah benar semua hanya terjadi secara kebetulan saja. Thalia berpikir keras siapa yang mempunyai dendam kepadanya, dan dengan miris harus mengakui banyak orang yang tidak menyukainya.
Sifat sombongnya yang memandang rendah orang-orang pasti akan membuat banyak orang sakit hati, akan tetapi siapakah yang sesakit hati itu sampai menerornya. Thalia dengan tidak sabar menelpon Hugo yang belum sampai juga.
"Honey, kamu di mana? Kenapa lama banget, aku takut sekali." Tuntut Thalia begitu Hugo mengangkat telponnya.
"Sorry, tadi aku kebetulan sedang sibuk, tapi ini sudah menuju ke sana." Jawab Hugo.
"Bagaimana kesibukanmu bisa lebih penting daripada diriku??? Seharusnya kamu langsung datang tadi!" Seru Thalia dengan kecewa.
"Kamu aman di rumahmu, dan aku tidak bisa meninggalkan kerjaanku tadi. Jangan terlalu mendramatisir keadaanmu seolah kamu dalam bahaya Thalia sayang." Hugo menjawab dengan nada lembut tetapi tegas.
"Ta---," Hugo sudah menutup telponnya sebelum Thalia sempat berbicara lebih lanjut.
Thalia merasa air matanya menetes, perasaannya sangat sensitif akhir-akhir ini. Thalia berharap setidaknya Hugo bisa mengerti akan ketakutannya, kekhawatirannya dan kesedihannya serta menjadi tempatnya bersandar disaat dirinya sedang dalam keadaan rapuh seperti saat ini.
Hugo memang selalu berusaha mendampinginya saat dia membutuhkannya, tetapi Thalia merasa Hugo terkadang meremehkan perasaannya, menganggap Thalia terlalu melebih-lebihkan ketakutannya. Kalau Hugo sebagai orang terdekatnya saat ini saja tidak bisa mengerti akan dirinya, apalagi oranglain?
Hubungan Thalia dengan kedua orangtuanya berjalan baik, walaupun Thalia tidak pernah merasakan kedekatan emosional dengan kedua orangtuanya. Ayah Thalia saat mudanya adalah seorang pria yang berwajah tampan dengan sifat rajin dan gigih. Ayah Thalia berasal dari keluarga kurang berada, sehingga ayahnya harus bekerja sambil bersekolah.