Sabrina turun setelah memarkirkan mobilnya di halaman Cafe D'Music, dia belum pernah datang ke Cafe ini dan agak terpesona melihat desain luar Cafe ini.
Di teras Cafe berjejer replika berbagai alat musik, dengan sebuah saxophone yang bertengger di atas pintu masuk, sementara kaca-kaca Cafe berukiran not balok, sangat eye catching.
"Sedang mengagumi desainnya, Sabrina?" Suara Viktor terdengar dari belakang.
Sabrina terkejut dan memutar tubuhnya, Viktor berdiri di belakangnya sambil tersenyum. Viktor mengenakan kaos berkerah warna biru dongker dengan list kuning yang membuatnya tampak fresh.
Sabrina bisa melihat Viktor yang agak tertegun melihatnya, dengan tatapan mata yang terpesona. Sabrina jadi merasa malu, dia tidak terbiasa menjadi pusat perhatian.
"Iya Vik, ini pertama kalinya aku ke sini dan aku suka desainnya." Jawab Sabrina sambil membalas senyum Viktor.
"Sudah kuduga kamu pasti menyukainya makanya aku mengajakmu ketemu di sini, ayo masuk ke dalam." Viktor merasa senang Sabrina menyukai pilihan Cafenya.
Pintu masuk dibukakan oleh karyawan Cafe yang berjaga di pintu, berseragam kaos kerah dan celana hitam dengan gambar gitar berwarna merah dibagian punggungnya, sangat unik.
Suasana di dalamnya sudah pasti lebih mencerminkan nama Cafenya. Kursi putih dengan meja hitam, dindingnya terpasang foto-foto musisi terkenal dalam maupun luar negri, dilengkapi dengan rak vintage untuk menyusun majalah dan buku musik.
Alunan musik klasik mengalun mengiringi makan malam tamu-tamunya. Mereka dipersilahkan duduk di meja dekat kaca yang sebelumnya sudah direservasi oleh Viktor.
Viktor merekomendasikan beberapa menu yang menurutnya enak kepada Sabrina, Viktor sudah beberapa kali datang ke Cafe ini. Sabrina memilih menu pasta Italian canneloni dan frappio mocha, sementara Viktor memesan chicken curry rice dan butterscotch latte.
"Kalau akhir pekan ada live musik di sini, dan harus reservasi dulu baru bisa mendapatkan tempat." Kata Viktor.
"Tempatnya unik dan nyaman sehingga membuat orang betah dan ingin kembali lagi." Ujar Sabrina.
Mereka mengobrol dengan ringan dan santai, Sabrina tidak ingin buru-buru langsung ke topik utama yang bisa merusak suasana. Sabrina ingin menikmati kenyamanan ini dulu.
Mereka sedang membahas desain untuk bioskop mini Viktor saat makanan diantarkan. Sabrina langsung mencoba pastanya dan menyukainya. Segalanya sangat sempurna saat itu, makanannya, suasananya sampai partner dinnernya.
Tetapi Sabrina tidak bisa membiarkan dirinya hanyut dalam kesempurnaan ini, di luar sana ada bahaya yang mengancam dirinya dan teman-temannya. Dia harus memulai percakapan serius sekarang.
"Enak sekali Vik, aku suka semuanya. Nanti aku pasti merekomendasikan kepada teman-temanku Cafe ini." Kata Sabrina sambil tersenyum manis.
"Senang rasanya kalau kamu menyukainya Sa." Balas Viktor sambil menatap Sabrina.
"Aku mengalami pengalaman traumatis beberapa waktu lalu saat makan bersama klienku----di Laura Kitchen." Cerita Sabrina.
"Kami sedang menunggu hujan reda ketika tiba-tiba ada peristiwa penusukan terjadi, yang ditusuk ternyata adalah Laura, aku tanpa berpikir lagi langsung berlari ke arahnya dan menahan tubuhnya yang berlumuran darah." Sabrina bergidik mengingat kembali peristiwa itu.
"Untungnya Laura berhasil selamat dan penusuknya ternyata adalah mantan karyawan yang sakit hati karna dipecat dan sedang dalam pengaruh obat terlarang." Sambung Sabrina menyadari perubahan di wajah Viktor.
"Syukurlah kalau temanmu berhasil selamat, apakah kamu akrab dengannya saat sekolah?" Tanya Viktor dengan suara berat.
"Sejujurnya tidak, Laura hanya bersahabat dengan Thalia, Julie dan--Vivien, mereka membentuk Geng Beken." Sabrina berkata dengan hati-hati.
"Kalau kamu tidak keberatan, maukah kamu mendengarkan ceritaku Vik??" Tanya Sabrina seraya menatap Viktor dalam-dalam.
"Berceritalah Sabrina, wajahmu sangat serius, aku jadi ingin tau." Viktor meraih minumannya.
"Geng Beken mengalami tragedi beruntun, dari Vivien yang meninggal, disusul Julie, Laura terluka tapi selamat dan terakhir Thalia diteror dengan kiriman kucing mati." Sabrina melihat kilatan perih di mata Viktor ketika dia menyebut Vivien.
"Teman kami Antoni mengalami luka bakar parah, Josh mengalami penembakan dan keduanya masih dirawat di Rumah sakit saat ini." Sabrina bisa melihat perubahan wajah Viktor menjadi terkejut.
"Aku juga diteror, kiriman barang untukku tanpa nama pengirim, dan aku kehilangan barang yang kuyakin ada di lemariku. Kemudian ada penyusup masuk ke kamarku suatu malam dan aku--- dipukul karna memergokinya."
"Apa????? Bagaimana bisa, jadi apakah kamu baik-baik aza saat ini Sabrina?" Raut wajah Viktor dari terkejut menjadi cemas sekarang.
"Aku sudah tidak apa sekarang, wajahku sempat bengkak beberapa hari dan aku merasa ketakutan, setelahnya aku memasang pengamanan ganda di rumahku dan aman-aman saja sampai hari ini." Kata Sabrina, dia merasa Viktor mulai menaruh perhatian lebih pada ceritanya.
"Yang terakhir sahabatku mendapat penguntitan dari orang tidak dikenal, syukurlah dia berhasil lolos. Apa pendapatmu Viktor dengan ceritaku ini?" Tanya Sabrina.
Viktor tidak langsung menjawab, sepertinya dia tidak menyangka akan mendengar kisah seperti ini. Sabrina diam dan tidak mendesaknya juga, dia tau Viktor sedang bergelut dengan pikirannya sendiri.
"Bagaimana bisa terjadi banyak tragedi di seputar kalian Sa. Seperti kisah pembunuh berantai yang bergerilya mengejar kalian satu persatu." Viktor akhirnya menjawab.
"Itulah yang kami pikirkan Vik, bahwa sesungguhnya ada fakta yang tersembunyi dibalik tragedi ini. Kami memutuskan akan menyelidikinya dan setelah bukti-bukti yang terkumpul baru akan dilaporkan ke polisi." Kata Sabrina.
"Saat ini kami semua merasa tidak aman karna tidak tau apa yang akan terjadi dan giliran siapa selanjutnya." Sabrina berkata dengan muram.
"Jadi saat ini kalian seolah berkejaran dengan sang dalang maut. Katamu kalian mulai menyelidiki, jadi kuanggap kamu tau siapa aku." Viktor menatap langsung kepada Sabrina.
"Terus terang ya Viktor, aku tau kamu kakaknya Vivien, ini sangat kebetulan bahwa kamu meminta kami untuk mendesain rumahmu." Sabrina menjawab dengan jujur.
"Dan karna aku tau----penyebab kematian Vivien, maka aku tidak mau mendesakmu Vik. Aku tau sangat tidak mudah kehilangan orang terdekat kita, aku sendiri sudah pernah merasakan sakitnya kehilangan Ayahku." Kata Sabrina pelan.
"Aku tidak pernah bercerita tentang ini kepada siapapun, tetapi jika dengan ini aku bisa tau dalang dibalik keputus-asaan Vivi, maka aku akan menceritakan dengan jujur kepadamu Sa." Kata Viktor kemudian.
Viktor bercerita tentang masalah yang dialami Perusahaan mereka karna keputusan salah yang dibuat Ayahnya dan Viktor dengan pahit mengakui mempunyai andil di dalamnya. Vivien yang mengetahui masalah tersebut berusaha untuk menyelamatkan Perusahaan keluarga mereka.
Kasus penyelidikan Ketua cabang Partai Kemenangan Ervin ternyata menyeret Vivien yang melakukan penyuapan kepadanya demi memenangkan tender untuk Perusahaan. Dengan pemberitaan besar-besaran dari media akan kasus Ervin, Vivien ketakutan bahwa imej Perusahaan mereka akan jatuh sehingga bakal menjerumuskan Perusahaan semakin dalam.
"Aku sudah menyakinkan Vivien bahwa masalah ini masih bisa diatasi oleh Pengacara handal, tetapi dia sangat putus asa." Viktor bercerita dengan mata menerawang jauh.