Tanpa Batas Waktu

Liliyanti
Chapter #24

Jarum dalam tumpukan jerami

Viktor membaca berkas laporan kepolisian, foto-foto kecelakaan dan laporan dari bengkel yang memegang semua armada Perusahaan selama ini. Kecelakaan dinyatakan sebagai kecelakaan tunggal yang diindikasi karna pecahnya ban dan Sopir tidak bisa mengendalikan truk karna sedang melaju dengan kecepatan tinggi sehingga terjun ke dalam jurang.

Korban Willi dan Mario langsung dirujuk ke Rumah sakit dengan fasilitas lengkap karna parahnya luka. Willi dinyatakan meninggal dunia dua hari setelah dirawat dan keluarga langsung membawanya pulang untuk dimakamkan serta menolak autopsi.

Mario berhasil selamat dari maut, dia mengalami patah kaki yang sudah dioperasi, dan sekarang sudah sadarkan diri. Dia sudah bisa berbicara dan sekarang dalam perawatan.

Laporan dari bengkel menyatakan truk fuso tersebut baru diservis sebulan yang lalu dan semua kondisi truk dinyatakan dalam kondisi bagus. Setelah kecelakaan, truk sudah berhasil dievakuasi dan diangkut ke bengkel, dari hasil pemeriksaan ban yang pecah ada kemungkinan karna tekanan udara yang kurang dan adanya bekas gesekan benda tajam.

"Muatan yang bisa diselamatkan sudah diambil untuk diseleksi kembali. Semua kerugian sedang dihitung, untuk truk-nya sendiri saya sudah menghubungi pihak asuransi untuk menaksir langsung." Papar Gerald.

"Untuk muatan tidak ada kelebihan bukan?" Tanya Viktor kepada Gerald.

"Saya sudah konfirmasi ke Santo Pak, dia yang mengecek langsung kemarin. Beban muatan katanya tidak berlebihan dan sesuai dengan kemampuan ban, untuk tekanan udara ban kata Santo kemarin dicek sendiri oleh Willi dan Mario." Jawab Gerald.

"Jadi mungkin faktor di jalan yang menyebabkan musibah ini. Pengurusan asuransi untuk keluarga Willi apa sudah diajukan untuk pencairan, Kris?" Tanya Viktor.

"Sudah Pak, begitu surat kematian diterbitkan sudah saya serahkan semua kepada pihak Asuransi, proses dalam 14 hari katanya dana akan langsung dicairkan ke rekening penerima manfaat yaitu istri Willi." Kristina menjawab.

"Semua kompensasi dari Perusahaan untuk keluarga Willi juga sudah diserahkan langsung kepada istrinya. Untuk Mario yang masih dirawat, saya pastikan gajinya tetap akan dihitung seperti seharusnya." Lanjut Kristina dengan agak gelisah.

"Ada apa Kris? Apa yang hendak kamu sampaikan??" Tanya Viktor melihat gelagat Kristina.

"Saya sempat berbicara dengan Mario kemarin Pak, dia bertanya tentang Willi dan saya berterus terang kepadanya bahwa Willi tidak selamat. Mario yang malang terus menangis karna merasa bersalah, dia yang menyetir saat kecelakaan terjadi." Cerita Kristina.

"Ya kudengar dari Santo, Willi dan Mario selalu berdua kalau mengantarkan barang ke luar kota. Mereka lebih cocok berdua daripada dengan sopir lain. Mario pasti terpukul." Ujar Gerald.

"Mario lalu berkata kondisi truk dalam keadaan bagus saat itu, jalanan juga mulus, dia memang panik ketika pecah ban dan sudah berusaha keras mengerem dan mengendalikan truk, tetapi kata Mario remnya tidak berfungsi maksimal. Padahal sebelumnya baik-baik aza." Kristina berkata dengan agak ragu.

"Mario mengatakan ketika mereka beristirahat di rest area, dia melihat seorang pria yang masuk ke bawah truk. Waktu Mario menghampirinya pria itu mengelak dengan alasan mencari kucing. Saya berpikir mungkin karna efek trauma kecelakaan sehingga Mario berpikir berlebihan, dia menganggap truk-nya disabotase." Kristina melanjutkan.

"Tetapi siapa yang hendak menyabotase truk?? Perusahaan saingan?? Kurasa tidak mungkin, produk yang dikirimkan itu adalah produk regular bukan produk special yang akan booming." Gerald menyanggah.

"Untuk produk booming pun, menyabotase truk sehingga menyebabkan hilangnya nyawa adalah perbuatan kriminal. Mungkinkah sebuah Perusahaan besar mau mengambil resiko itu??" Sambung Gerald lagi.

"Mungkin apabila hasil yang didapatkan sebanding dengan resiko yang diambil, tetapi dalam kasus ini resikonya tidak sebanding." Sahut Viktor.

Setelah menyelesaikan beberapa laporan lagi, Gerald dan Kristina lalu meninggalkan ruangan Viktor. Sepeninggal mereka, Viktor menimbang kembali kecurigaan Mario, apakah hanya karna shock atas kecelakaan yang dialami ataukah memang benar pria yang dilihatnya di rest area yang mengutak atik truk.

Viktor tidak bisa memikirkan siapa yang mendapatkan keuntungan atas kecelakaan ini, atau tujuan yang didapatkan atas kecelakaan ini. Disengaja ataupun tidak, satu hal yang pasti seseorang telah kehilangan nyawanya, sebuah keluarga telah kehilangan kepala keluarga yang dicintainya.

Viktor menghela nafas, musibah datang tidak terduga dan yang terpenting saat ini adalah Mario bisa segera pulih, Viktor juga merasa berduka untuk keluarga Willi makanya dia memastikan keluarga Willi mendapatkan hak-hak mereka.

Viktor melirik jam yang menunjukkan pukul 12 lewat, lalu meraih telpon selularnya, dia hendak mengajak Sabrina untuk makan siang bersama. Setelah makan di Cafe D'Music itu, mereka masih sesekali saling kontak selain karna kerjaan, Viktor juga ingin menjaga komunikasi dengan Sabrina.

Sabrina mengangkat telpon Viktor pada deringan ketiga, mendengar suara Sabrina perasaan hangat terasa di hati Viktor. Akan tetapi Sabrina tidak bisa menerima ajakan makan siangnya, dia sedang berada di kantor kliennya.

"Maaf sekali Viktor, aku senang sekali dengan tawaran makan siangmu, tetapi aku sekarang sedang berada di kantor klien, mungkin bisa diatur untuk dilain waktu." Sabrina menolak dengan sopan.

"Oh tidak usah merasa sungkan Sabrina, maaf aku menganggu pertemuanmu dengan klien. Baiklah, lain kali aku akan mengatur waktu yang disesuaikan dengan waktu kosongmu. Bye Sabrina." Viktor menutup telponnya.

Sabrina selalu menjawab telponnya dengan sopan dan bersikap profesional, sehingga Viktor tidak bisa melangkah lebih dekat. Viktor bersabar menunggu sampai rumahnya selesai dan kerjasama dalam bidang kerjaan dengan Sabrina sudah usai.

Sabrina menutup telpon dari Viktor, dia sedang berada di ruangan kantor Hugo yang luas untuk melakukan survey dan briefing. Sabrina bagaikan berada di ruangan kerja kerajaan, kantor Hugo sekarang ini ber-interior gaya Victoria yang didominasi warna emas. Meja besar dan jam bergayaVictoria berdiri begitu gagah di sudut ruangan, Sabrina sedang mengagumi jam tersebut.

"Bagus sekali ya jam-nya, aku langsung menyukainya ketika melihatnya di London, dan feelingku benar bahwa jam ini cocok sekali dengan ruanganku ini." Kata Hugo dengan bangga.

"Sangat susah menemukan jam seperti ini sekarang, aku pernah menangani klien yang menginginkan model seperti ini, kami sudah berusaha mencari kemana-mana dan hanya mendapatkan yang serupa dengan keinginannya." Tutur Sabrina.

"Setelah ruangan ini dirombak pun, aku tetap akan mempertahankan jam ini." Kata Hugo sambil berdiri memperhatikan jam tersebut juga.

"Sejujurnya kantormu ini sangat luar biasa Hugo, apakah kamu yakin mau merombak semuanya?" Tanya Sabrina sambil melihat berkeliling.

"Aku ingin memodernkan kantorku Sabrina, konsep kontemporer yang aku inginkan sekarang dengan jendela-jendela besar dan warna-warna hitam- putih yang bermain." Ujar Hugo yakin.

"Hmm dengan posisi kantor dilantai 10 ini, banyak tawaran pemandangan yang bisa ditawarkan dengan jendela besar, ya jadinya pasti bagus." Sabrina bergumam sambil menggambar.

Sabrina dengan semangat mulai menggambar secara kasar desain diinginkan oleh Hugo. Sabrina menyukai ide-ide Hugo dan berusaha menuangkannya ke dalam desainnya. Hugo melihat gambaran kasar Sabrina sambil mengoreksi sedikit di sana-sini.

"Aku tidak sabaran menunggu desain finalmu Sabrina." Kata Hugo tampak puas.

"Aku akan mengerahkan seluruh kemampuan terbaikku Hugo, terimakasih sudah memberi kepercayaan kepadaku." Ucap Sabrina dengan tulus.

"Aku mempercayai hasil karyamu Sabrina, Karya Muda Interior tidak sembarangan meng-hire desainer, aku yakin itu." Kata Hugo.

Lihat selengkapnya