Tanpa Batas Waktu

Liliyanti
Chapter #26

Potongan puzzle

Ryan menutup telpon dari Denny, apa yang disampaikan Denny kepadanya tadi membuatnya terkejut, dan Ryan tau dia harus mengabarkan kepada bos-nya, Antoni.

Ryan menekan nomor telpon selular Antoni, dan tidak lama langsung diangkat oleh Antoni. Ryan menanyakan kabar Bos-nya dan Ryan bersyukur Bos-nya sudah menjalani pemulihan di rumah dan dengan bantuan fisioterapi yang rutin kondisinya semakin membaik.

"Begini Pak, tadi Denny menelponku dengan nomor barunya. Dia ternyata pulang kampung untuk menyelidiki temannya yang mengunjunginya di hari kebakaran waktu itu." Suara Ryan terdengar agak gugup.

"Teman barunya itu?? Kenapa Denny menyelidikinya?apa yang dicurigai oleh Denny?" Tanya Antoni.

"Andy nama yang dia katakan kepada Denny saat itu Pak. Saat kami sedang menonton pertandingan bola, Denny sempat turun ke toilet lantai 1 karna toilet lantai 2 waktu itu dipakai oleh Andy. Kami minum agak banyak sehingga bolak balik toilet." Ryan mulai bercerita.

"Denny waktu itu sempat mencium bau minyak tanah dan melihat jerigen di dekat motor Andy di lantai 1, tetapi karna buru-buru dan tidak mencurigai apa-apa, dia kembali ke lantai 2 dan lanjut menonton pertandingan." Lanjut Ryan.

"Setelah kebakaran itu, Denny baru teringat kembali bau minyak tanah dan dia mulai curiga, nomor telpon Andy juga tidak bisa dihubungi lagi. Denny ketakutan apalagi mendengar bahwa luka Bapak lumayan parah dan saat itu masih dalam kondisi tidak sadar, makanya Denny tidak berani menceritakan kepadaku juga." Sambung Ryan.

"Aku mengerti, jadi Denny memutuskan pulang untuk mencari Andy, karna mereka satu kampung halaman." Ujar Antoni.

"Benar Pak, Denny hendak menanyakan beberapa hal kepada Andy, ternyata alamat yang diberikan oleh Andy palsu Pak, namanya juga tidak dikenal oleh orang sana. Jadi Denny butuh waktu mencari tau tentang Andy dengan mendeskripsikan sosok Andy kepada orang-orang sana." Kata Ryan.

"Akhirnya Denny berhasil Pak, untungnya kampung halamannya tidak begitu besar. Deskripsi sosok Andy mirip dengan keponakan sebuah keluarga di sana, tetapi namanya adalah Adam bukan Andy Pak." Ryan bercerita dengan semangat.

"Tetapi apakah Denny yakin Adam ini adalah Andy??" Antoni bertanya dengan hati-hati.

"Pamannya menunjukkan foto lama Adam, walaupun sudah agak berbeda karna Adam sekarang sudah dewasa, tetapi Denny yakin sekali itu adalah Andy. Adam tinggal bersama keluarga Pamannya selama beberapa tahun sebelum kabur, dia yatim piatu dan sejak saat itu tidak pernah kembali lagi." Tambah Ryan.

"Kata Pamannya Adam bermasalah dari kecil Pak, dan setau dia Adam terlibat obat terlarang juga Pak, tetapi dia tidak mengetahui dimana Adam berada sekarang." Kata Ryan lagi.

"Informasi yang menarik sekali Ryan, jadi Denny mencurigai Andy atau Adam ini yang menyebabkan kebakaran toko. Memang terdengar mencurigakan orang ini, di manakah Denny sekarang Ryan??" Tanya Antoni.

"Denny sudah kembali ke sini Pak, tetapi dia tidak berani menghubungi Bapak." Jawab Ryan.

"Katakan kepada Denny bahwa aku tidak menyalahkannya dan aku menghargai usahanya untuk mencari Andy ini. Kapanpun dia siap minta dia langsung menghubungiku." Kata Antoni.

"Baik Pak, akan saya sampaikan kepada Denny." Ryan terdengar lega.

Setelahnya, Antoni memikirkan tentang sosok Adam. Antoni yakin dia tidak mengenalnya tetapi kalau kecurigaan Denny benar, apa tujuan Adam membakar tokonya?? Apa karna mendapat perintah dari saingan bisnis??

Antoni hendak mengabarkan informasi ini kepada Vincent ketika Ibunya mengetuk pintu kamarnya dan masuk, sudah saatnya berangkat untuk fisioterapi. Antoni memutuskan akan menelpon Vincent begitu fisioterapinya selesai.

Sabrina menunggu Viktor di rumah barunya yang sedang direnovasi. Sabrina merasa puas melihat interior dapur Viktor dikerjakan dengan baik dan sesuai dengan desainnya. Sabrina berharap Viktor akan puas juga dengan dapurnya yang sudah hampir selesai.

"Sabrina, maaf aku terlambat." Suara Viktor terdengar dari belakang.

"Oh tidak apa-apa Vik, aku juga baru sampai." Ujar Sabrina seraya berbalik.

Sabrina bersama Viktor lalu berkeliling melihat dapur dan ruangan-ruangan lain. Para tukang dengan sigap sedang menyelesaikan pekerjaan mereka sesuai arahan mandor.

"Minggu depan sebagian furniture yang sekarang dalam perjalanan diperkirakan akan sampai. Aku akan mengabarimu nanti Vik." Ujar Sabrina.

"Baik Sabrina. Aku tunggu selalu update darimu." Viktor mengangguk.

"Ohya bagaimana perkembangan kasus-kasus itu?" Tanya Viktor.

"Banyak hal yang terjadi sejak pembicaraan kita di Cafe itu, akan tetapi kami belum mendapatkan kepastian tentang pelakunya, makanya aku tidak mengabarimu Vik." Jawab Sabrina.

"Tidak apa Sabrina, aku tetap ingin tau tentang perkembangannya, aku ingin membantu sebisaku. Waktu itu aku tidak menyelidiki lebih lanjut karna fokus menyelamatkan Perusahaan, tetapi sekarang berbeda." Kata Viktor.

Sabrina bercerita sambil duduk di tangga melingkar di ruang tamu Viktor, sementara Viktor berdiri di depannya mendengarkan dengan seksama dan sesekali mengerutkan keningnya. Ketika Sabrina selesai bercerita, Viktor sudah pindah duduk di sebelah Sabrina.

"Sangat berbahaya sekali bagimu Sabrina kalau perkiraanmu benar bahwa Zack mungkin saja adalah Frans yang tinggal di depan rumahmu. Artinya orang ini sudah mengincarmu sehingga dia sengaja membeli rumah di dekatmu." Viktor menggelengkan kepalanya dengan khawatir.

"Kalaupun bukan Zack, Frans ini juga sangat mencurigakan, untuk apa dia mengirimkan kamu barang-barang mahal itu Sa?? Tidak mungkin seseorang mengirimkan barang semahal itu hanya karna iseng." Sambung Viktor.

"Aku juga berpikir begitu, masalahnya aku belum pernah bertemu dengan Frans, jadi bagaimana aku bisa mengetahui apa sebenarnya tujuannya." Sabrina berkata dengan bingung.

"Kalau orang ini benar Zack, apakah wajar kalau dia mengirimkanmu barang-barang itu Sabrina?? Apa---apakah kalian dekat saat Sma dulu???" Viktor bertanya dengan wajah ingin tau.

Sabrina membuang wajahnya dengan jengah, dia tidak mampu menatap mata Viktor apalagi mereka duduk berdekatan. Dengan gerah Sabrina buru-buru berdiri dan heelsnya tersandung anak tangga, tubuhnya jatuh sempoyongan, Viktor dengan sigap langsung berdiri dan menahan tubuh Sabrina yang jatuh ke dalam pelukannya.

Sabrina merasa debar jantungnya begitu kuat sampai terasa mau lepas, wajahnya merah padam dan dengan cepat dia menarik tubuhnya dari pelukan Viktor, lalu berusaha untuk kembali tampil percaya diri.

"Maaf aku--kurasa kita berbicara di luar saja." Hanya kata-kata itu yang terucap dan Sabrina langsung berbalik seraya berjalan keluar pintu depan.

Viktor tau Sabrina merasa malu, dia bisa melihat merahnya wajah Sabrina dan gadis itu menjadi gugup tidak sepercaya diri seperti biasanya, sambil tersenyum Viktor berjalan mengikuti Sabrina keluar menuju halaman depan.

Halaman depan sedang ditanami bunga-bunga oleh tukang kebun. Petak petak sudah tersusun rapi, Sabrina memperhatikan pagar besi tinggi yang sedang dicat, Viktor lalu berdiri disebelahnya.

"Lupakan pertanyaanku tadi Sabrina, kurasa lebih penting untuk mengecek nama pemilik rumah tersebut. Apakah kamu tau rumah Ketua Rt-mu Sa?" Tanya Viktor.

"Benar katamu Vik, aku tau rumah Ketua Rt-ku karna aku yang melapor saat pertama kali pindah ke sana. Aku akan mencari alasan untuk bertanya kepadanya soal pemilik rumah tersebut." Sabrina setuju dengan ide Viktor dan merasa heran kenapa tidak terpikirkan olehnya soal ini.

"Aku akan menemanimu ke rumah Ketua Rt-mu Sa, aku mau sekalian melihat rumah tetanggamu itu." Viktor berkata kepada Sabrina.

"Tidak usah merepotkanmu Vik, aku bisa sendiri koq." Ujar Sabrina.

"Sudah kukatakan bahwa aku akan membantu sebisaku Sa. Kabari saja kapan kamu akan ke sana ya." Kata Viktor sambil mengeluarkan telpon selularnya yang berbunyi, dari Eduardo.

Lihat selengkapnya