Sabrina memandang makanan yang dikirimkan oleh Hugo ke kantor dengan perasaan tidak enak hati. Sementara rekan-rekannya berseri-seri melihat makan siang mereka hari ini.
Kiriman makanan yang dikirim langsung oleh kurir dari Restoran seafood. Menu lengkap dari ayam goreng, ikan bakar, cumi goreng, udang dan kepiting saos padang serta beberapa macam sayuran. Meja panjang tempat mereka biasa meeting menjadi meja saji ala prasmanan sekarang.
"Woww uda boleh dimakan belum Sa?? Uda ngiler liatnya." Xavier uda siap dengan piringnya.
"Kalau semua klien seperti begini, kita semua pasti akan tumbuh subur." Luna nyengir lebar.
"Mari kita berpesta, anggap saja ini hari ulang tahunku." Sabrina meraih piring juga akhirnya.
"Yeahhh." Ben bersorak.
Mereka semua makan siang dengan lahap, bahkan Sabrina memanggil Amy dan rekan divisi lain untuk makan siang di ruangan mereka karna saking banyaknya makanan itu. Sabrina mengirim pesan terimakasih untuk Hugo.
+ Terimakasih banyak Hugo, makanannya enak sekali, hari ini kami semua makan besar.
- Syukurlah kalau semua menikmati Sabrina.
+ Lain kali tidak usah repot-repot lagi Hugo.
- Aku hanya menyuruh asistenku untuk memesan Sa, bukan aku yang memasaknya.
+ Yaahh maksudku aku jadi tidak enak hati.
- Jangan sungkan padaku Sabrina, aku senang karna kamu berhasil mendapatkan karpet yang aku inginkan.
+ Itu sudah tugasku Hugo.
- Sudah kukatakan Sa, kamu adalah temanku juga, bukan hanya desainer interiorku.
+ Errr baiklah, sekali lagi terimakasih ya.
- Sama-sama Sabrina.
Selesai makan dengan perut kenyang, semua duduk dengan perut penuh. Ben bahkan menguap berkali-kali. Luna menggambar desain kliennya sambil melirik Sabrina.
"Kalau bukan karna Hugo itu pacar temanmu, pasti aku akan mengira bahwa dialah yang mengirimkan barang-barang kepadamu Sa."
"Mengirimkan makanan beda dengan barang berharga Lun." Jawab Sabrina sambil menggeleng.
"Lagipula kiriman barang kepada Sabrina sudah agak lama, sementara Hugo baru menjadi klien Sabrina sekarang ini, tidak masuk akal tebakanmu Lun." Bantah Ben.
"Yupp, sebenarnya aku sudah mempunyai gambaran tentang pengirimnya, tetapi aku belum pasti siapa dirinya." Ujar Sabrina.
"Ohya?? Siapakah pria nan royal itu??" Sambar Luna cepat.
"Hahaha kamu ini Lun, aku mau pastiin dulu siapa dia, ini tidak seperti kisah romantis di film-film juga, wajah lebamku masih ingat kan?" Sabrina tertawa dan Luna mengernyit.
"Kasus teman-temanmu gimana perkembangannya Sa?" Tanya Ben.
"Kami sudah mendapatkan satu orang yang patut dicurigai, dan sedang menunggu beberapa konfirmasi lagi sebelum bisa membuat laporan ke kepolisian." Sahut Sabrina.
Suara telpon selular Sabrina berbunyi, dia melihat nama Viktor berkedip di layar, tadi dia mengirim pesan kepada Viktor, mengabarinya tentang rencana kunjungannya ke rumah Ketua RT hari Minggu besok.
"Halo Sabrina, sorry aku baru sempat membaca pesanmu. Mengenai besok aku benar-benar meminta maaf kepadamu, aku--aku tidak bisa menemanimu ke rumah Ketua RT-mu." Viktor berkata dengan nada bersalah.
"Oh tidak apa-apa Vik, kalau begitu aku pergi sendiri aza." Jawab Sabrina yang entah mengapa merasa sedikit kecewa.
"Aku merasa bersalah tidak menepati janjiku kepadamu Sa, tetapi kabar tentang Ayahku datang mendadak. Ayahku menderita kanker otak stadium 3, dan akan segera menjalani kemoterapi pertamanya." Cerita Viktor.
"Oh jangan merasa bersalah Viktor, Ayahmu jauh membutuhkanmu saat ini." Sabrina merasa prihatin.
"Iya Sa, nanti malam aku berangkat. Selama aku di sana aku tetap akan menghubungimu untuk kerjaan dan kabarmu." Kata Viktor.
"Tentu saja Vik, aku akan selalu mengabarimu tentang perkembangan rumahmu dan kasus-kasus itu." Ujar Sabrina.
"Bukan hanya soal kasus Sa, aku ingin tau tentang kabarmu." Viktor berkata pelan.
"Ada yang ingin kusampaikan kepadamu setelah aku pulang dari LA Sa. Jaga dirimu baik-baik dan jangan pernah mengambil resiko apapun juga." Sambung Viktor.
"Oh eh oke Vik, kamu juga baik-baik di sana, untuk Ayahmu semoga pengobatannya berjalan lancar ya." Sabrina merasa wajahnya agak memerah dengan jantungnya berdebar kencang.
Sabrina menutup telponnya dan menggambar dengan asal-asalan untuk menenangkan hatinya. Sabrina tidak mau memikirkan apa yang ingin disampaikan Viktor kepadanya nanti, Sabrina berusaha fokus akan rencana kunjungannya ke rumah Ketua RT besok.
Sabrina mengintip lewat gorden jendelanya, rumah depan tampak sepi dengan lampu teras yang menyala sepanjang hari dan malam. Sudah seminggu ini tidak ada yang datang ke rumah itu.
Sabrina menunggu sampai Ibunya keluar dulu baru berangkat ke rumah Ketua RT, dia tidak ingin membuat Ibunya bertanya-tanya. Sabrina berjalan kaki ke rumah Ketua RT yang terletak di dua kompleks dari rumahnya.