Thalia memeluk kedua orangtuanya dengan rasa sayang, melihat wajah Ibunya cerah berseri-seri membuatnya sangat bahagia, Ayahnya juga tersenyum lebar, kedua orangtuanya kelihatan begitu berbeda sekarang.
Sejak kejadian hari itu, Thalia menghindari kedua orangtuanya. Dia hanya keluar kamar setelah melihat mobil kedua orangtuanya sudah meninggalkan rumah, tidak lagi ke kantor dan menolak menjawab setiap telpon, pesan maupun ketukan pintu dari Ayahnya.
Seminggu setelah konfrontasi itu, pintu kamar Thalia diketuk lagi dan Thalia diam tidak menjawab ataupun membuka pintu kamarnya. Terdengar suara Ayahnya memanggilnya.
"Thalia sayang, buka pintunya. Ada yang ingin Papa dan Mama bicarakan denganmu."
"Thalia, dengarkan apa yang akan Papa dan Mama sampaikan kepadamu dulu, beri kami kesempatan." Suara Ibunya berkata.
Sejenak kemudian pintu kamar Thalia terbuka dan dia berdiri di sana dengan muram. Kedua orangtuanya masuk dan duduk di sofa kamar Thalia dengan agak gugup. Thalia duduk di tepi tempat tidurnya, jelas menjaga jarak dan mempersiapkan mentalnya.
"Ehm Thalia, kami mengerti apa yang kamu rasakan, kamu pasti merasa sedih, marah dan kecewa terhadap kami. Kami tidak menyalahkanmu karna memang kami gagal sebagai orangtua." Ayah Thalia memulai percakapan.
"Papa dan Mama meminta maaf kepadamu Tha. Sebagai anak, kamu berhak mendapat kasih sayang dan perhatian dari keluarga yang harmonis, tetapi kami adalah orangtua egois yang hanya memikirkan diri kami sendiri, sehingga kamu tidak mendapatkan itu semua." Lanjut Ayahnya.
"Setelah hari itu kami mulai berbicara dari hati ke hati Tha, semua kekecewaan yang selama ini kusimpan dalam hati kuutarakan kepada Papamu, aku tidak mau menyembunyikan lagi semua isi hatiku." Ibu Thalia berkata.
"Setelah sekian lama, akhirnya kami melakukan yang seharusnya kami lakukan dari dulu, berkomunikasi." Ujar Ayah Thalia sambil menggenggam tangan Ibu Thalia.
"Kami sepakat untuk memulai dari awal, sesuai pepatah tidak ada kata terlambat daripada tidak sama sekali bukan? Kami melakukan ini bukan hanya untuk dirimu yang kami cintai Thalia sayang, tetapi juga untuk diri kami, untuk kebahagiaan kami dan untuk keluarga kita ke depannya." Sambung Ayah Thalia dan Ibu Thalia mengangguk setuju.
" Mama sudah memaafkan semua kesalahan Papa, begitu pula sebaliknya. Sekarang yang kami harapkan adalah kamu bisa memaafkan Mama dan Papa." Tambah Ibu Thalia.
Thalia mendengarkan dengan tercengang, sesungguhnya dia sudah menyiapkan hati untuk menerima kabar perpisahan kedua orangtuanya, karna itu dia tidak menyangka akan mendengar kata-kata seperti ini.
"Aku---tapi ini apakah benar? Kalian tidak sedang berbohong seperti selama ini bukan???" Thalia bertanya dengan curiga.
Ibu Thalia bangkit dari sofa dan berjalan menghampiri Thalia, dia duduk di sebelah Thalia yang masih kelihatan bingung, digenggamnya tangan putrinya dengan lembut.
"Mama tidak heran kalau kamu tidak mempercayai kami sayang, beri kami kesempatan membuktikannya kepadamu." Kata Ibu Thalia.
"Kami memutuskan untuk liburan berdua Tha, bisa dibilang bulan madu yang tertunda. Kamu tidak apa-apa kami tinggalkan selama dua Minggu sayang??" Ayah Thalia bertanya sambil tersenyum.
"Apa?? Jadi ini serius?? Papa dan Mama akan tetap bersama dan kali ini tidak ada lagi jarak diantara kalian??" Thalia bertanya sekali lagi.
Ayah dan Ibu Thalia mengangguk meyakinkan Thalia, dengan mata berkaca-kaca Thalia mengungkapkan kebahagiaanya dan bahwa dia akan baik-baik aza. Mereka berpelukan dengan penuh haru dan setelahnya makan bersama dalam suasana penuh keakraban setelah sekian lamanya.
Saat ini Thalia berada di aiport mengantar kedua orang tuanya. Thalia bisa melihat bahwa Ibunya agak gugup sekaligus senang dengan perjalanan kali ini. Perjalanan liburan pertamanya hanya berdua bersama Ayahnya, selama ini mereka selalu berlibur bertiga.
Thalia merasakan simpati kepada Ibunya, ini adalah perjalanan yang diimpikannya sejak pertama menikah dulu, dan sekarang baru dapat terwujudkan. Thalia sekarang bisa memposisikan dirinya sebagai Ibunya, sehingga dia bisa lebih memahami perasaan Ibunya.
"Hati-hatilah sayang, kalau ada apa-apa kamu bisa hubungi Pak Thomas, jaga dirimu baik-baik." Pesan Ayahnya.
"Kamu jadi menginap di rumah Laura malam ini Tha??" Tanya Ibunya.
"Jadi Ma, setelah dari sini aku langsung ke rumah Laura. Hati-hatilah dan bersenang-senanglah. Ohya Hugo titip salam, maaf dia tidak bisa mengantar, dia sedang mengecek pembangunan villa barunya." Kata Thalia.
Thalia tidak memberitahukan Hugo betapa pentingnya perjalanan kedua orangtuanya kali ini, dia hanya mengatakan bahwa mereka pergi berlibur, sehingga Hugo tetap berangkat mengecek villa barunya yang sudah di tahap finishing.
Thalia tidak pernah menceritakan tentang bagaimana hubungan kedua orangtuanya kepada Hugo, hanya sahabat-sahabatnya yang mengetahui jelas soal ini. Setelah dari airport Thalia langsung menuju rumah Laura.
Perasaan Thalia begitu baik hari ini, orangtuanya berangkat berlibur dan dia menginap lagi di rumah Laura setelah sekian lama. Laura sudah menunggunya untuk makan malam bersama dengan keluarganya.
Ayah dan Ibu tiri Laura bersikap hangat dan ramah terhadap Thalia. Adik laki-laki Laura yang berusia 11 tahun tampak malu-malu melihat Thalia, Laura menggodanya tidak bersikap bawel seperti biasanya dan wajah anak itu semakin memerah, semua tertawa melihat tingkah bocah itu.
Thalia merasakan jelas perbedaan suasana di keluarga Laura, dari yang sebelumnya kaku dan tegang menjadi hangat dan dipenuhi rasa sayang, tidak heran Laura tampak begitu berbahagia sekarang.
"Hikmah dibalik musibah ini namanya Tha, dan aku percaya orangtuamu juga akan berubah setelah pulang dari liburan ini." Laura berkata kepada Thalia saat mereka sudah berada di kamar Laura.
"Sudah ada perubahan positif sih sejak kemarin, aku berharap setelah ini hubungan orangtuaku semakin baik dan dekat, demi kebahagiaan mereka sendiri juga, heyy dress ini cantik sekali ya." Ujar Thalia sambil menunjuk dress yang dipakai model di majalah kecantikan.
Thalia dan Laura segera tenggelam dalam obrolan tentang fashion terkini, seperti yang selalu mereka lakukan selama ini bersama dengan Vivien dan Julie. Thalia dan Laura dapat merasakan kekosongan itu, pandangan mereka sempat saling bertatapan dengan sedih mengingat kedua sahabat mereka.
Thalia dan Laura sudah bersepakat akan berusaha mengikhlaskan, kenangan Vivien dan Julie akan selalu tersimpan dengan indah dalam hati mereka, biar waktu yang akan menyembuhkan luka dan kesedihan mereka.
Suara notif di telpon selular Thalia berbunyi, dan Thalia segera meraihnya, mengira itu adalah dari Hugo tetapi teryata bukan, melainkan dari grup IPA-3.
(Vincent): Gaes, nonton berita sekarang, ada update tentang kasus Josh.
Thalia meminta Laura menyalakan televisi untuk melihat berita, ada konferensi pers tentang perkembangan kasus perampokan dan penembakan terhadap nasabah Bank yang terjadi beberapa waktu yang lalu.
Kepolisian menyatakan sudah berhasil menangkap keempat pelaku bernama Ruddy, Bobbi, Kevin dan Felix. Mereka berempat dengan baju tahanan berdiri dengan kepala tertunduk, barang bukti berupa topeng yang dipakai menutupi wajah mereka saat itu turut diperlihatkan oleh kepolisian.
Kepolisian masih mengejar satu tersangka yang merupakan sosok yang memerintahkan dan membayar keempat tersangka pelaku ini untuk melakukan aksi mereka. Barang bukti berupa uang dan senapan berada ditangan tersangka yang masih diburu oleh kepolisian.
Identitas sudah dikantongi oleh kepolisian, dan untuk sementara tidak dipublikasikan demi menghindari kaburnya sang pelaku utama itu, semua tersangka merupakan residivis kasus narkoba. Kepolisian akan melakukan konferensi lagi begitu sang pelaku utama tertangkap.