Sabrina berdiri dalam diam, memandang tanah tempat peristirahatan abadi Zack. Ibu Zack memberikan tempat terbaik untuk putranya, lahan luas yang akan ditanami bunga-bunga indah, sekelilingnya ditumbuhi pepohonan rindang yang asri.
Pemakaman berlangsung secara tertutup, tidak ada satu media pun yang diizinkan meliput. Gerbang masuk pemakaman dijaga dengan ketat. Ibu Zack, Nathan, Justin yang baru mendarat, semua grup IPA-3, David, Vernon dan petugas pemakaman saja yang hadir di sana.
Ibu Zack tampak tabah ketika peti berisi tubuh putranya diturunkan. Justin berada di sisinya merangkulnya untuk menguatkannya. Thalia terisak-isak dengan Laura yang terus menenangkannya.
Semua yang berada di sana berdiri dalam hening. Ini adalah sebuah kisah tragedi kehidupan yang memilukan. Ketika seorang korban berubah menjadi pelaku, dan pelaku menjadi sang korban, siapakah yang harus dikasihani dan disalahkan??
Melihat Thalia yang sangat terpukul, menimbulkan simpati bagi yang melihatnya. Thalia adalah simbol kekuasaan, Zack melambangkan sosok yang teraniaya dan disinilah takdir membawa mereka berdua ke akhir yang kejam.
Zack yang terbaring dalam keabadian dan Thalia yang hancur berkeping-keping. Diantara mereka berdua terdapat banyak kisah dengan rasa benci, marah, luka, cinta dan sayang. Pada akhirnya mereka berdua adalah korban dari kelamnya hati manusia.
"Thalia, saya Ibu Zack. Saya tidak pernah menyangka akan berjumpa denganmu dalam keadaan begini." Ibu Thalia berjalan mendekati Thalia.
"Tante, saya--saya maafkan saya. Saya---," Thalia kehilangan kata-kata dalam tangisnya.
Ibu Zack memeluk Thalia dengan sedih, mereka sama-sama tenggelam dalam duka yang dalam. Ibu Zack lalu memberikan sebuah amplop dengan nama Thalia tertulis di sana.
"Kutemukan ini di atas meja di kamar tidur Zack, ini sudah dipersiapkan olehnya untukmu Thalia, maafkanlah kebohongan Zack selama ini kepadamu." Ibu Zack berkata dengan tegar.
"Dia benar-benar sudah merencanakan tentang hari ini, aku yang seharusnya meminta maaf Tante, aku banyak berbuat jahat--aku--mengapa dia tidak memberikan aku kesempatan untuk menebusnya." Thalia berkata dengan sesenggukan.
"Terimakasih telah mencintai putraku Thalia, mungkin kamu akan mendapatkan jawaban di surat yang Zack tinggalkan untukmu." Ibu Zack tersenyum tegar kepada Thalia.
"Kasian Thalia, dia sangat berduka sekaligus terpukul, Zack seharusnya memberikan kesempatan baginya dan Thalia." Gumam Sella dengan sedih melihat kejadian di depannya.
"Thalia mencintai Hugo, seharusnya Zack memberi Hugo kesempatan berbahagia bersama Thalia, sayangnya Zack memilih jalan lain. Dia tetap hidup sebagai Zack yang membenci dunia yang telah bersikap tidak adil kepadanya." Kata Dion sambil menggeleng sedih.
"Kurasa kita semua belajar banyak dari tragedi ini, penyesalan apapun tidak ada gunanya lagi. Kelak aku tau akan bagaimana mendidik anakku untuk bersikap, jangan seperti diriku yang turut andil menghidupkan monster dalam diri Zack." Antoni berkata dengan sungguh-sungguh, teman-temannya mengguman setuju.
Ibu Zack berjalan mendekati mereka semua yang membungkuk hormat sekaligus sebagai ungkapan duka cita. Ibu Zack menyatakan terimakasih atas kedatangan mereka semua dan permohonan maaf atas semua perbuatan Zack.
"Saya mewakili kami semua menyatakan penyesalan kami dan meminta maaf untuk semua apa yang telah kami lakukan dulu kepada Zack, kami semua sangat berduka dengan yang terjadi saat ini Tante." Ungkap Vincent dengan tulus.
"Zack pasti senang kalian semua datang mengantarnya, Sabrina??" Kata Ibu Zack sambil berjalan mendekati Sabrina yang berdiri dengan wajah pias.
Ibu Zack menggenggam erat tangan Sabrina dengan gemetaran, Sabrina tidak mampu berkata apa-apa, dia memeluk Ibu Zack sambil menahan air matanya sendiri. Dapat dirasakannya kehilangan yang amat dalam pada diri wanita baik yang telah berjuang seumur hidupnya.
"Sabrina, bagi Zack kamu adalah penyelamatnya, hidupnya. Dia mampu bertahan sampai hari ini karna ingatannya akan dirimu, tetapi Zack telah memilih akhir hidupnya sendiri, dia pasti berbahagia di saat terakhirnya kamu bersamanya."
"Maafkanlah Zack kalau dia telah menyakitimu, dia terkadang tidak bisa mengontrol emosinya tetapi perasaannya kepadamu adalah tulus." Lanjut Ibu Zack dengan suara bergetar.
"Aku mengerti Tante, Zack pada dasarnya adalah seorang yang sensitif dan jujur. Hidup dalam kebohongan, kebencian dan kesepian sangat menyiksanya, dia menderita karenanya."
"Tetapi Zack tidak tau bagaimana harus lepas dari itu, dia....dia mengira setelah membalaskan dendamnya dia akan bebas tetapi dia semakin terjerumus ke dalamnya....Zack tidak mampu bertahan lagi." Sabrina merasakan air mata yang berusaha ditahannya berlinang lagi.
"Kamu benar-benar memahami dirinya Sabrina, sekarang Zack tidur abadi ditemani kalung yang kamu berikan kepadanya, kalung yang selalu dibawa bersamanya." Ibu Zack memeluk Sabrina erat.
Sabrina mengumpulkan butiran kalung yang lepas saat di villa dan merangkainya sendiri dengan seadanya. Kalung itu terangkai kembali walaupun tidak seindah asalnya, Sabrina memberikan kembali kalung itu kepada Zack, dan Ibu Zack memutuskan menaruhnya di dalam genggaman Zack.
Awan hitam mulai menggantung di atas langit ketika mereka berjalan meninggalkan pemakaman. Thalia tidak mampu menyapa mereka semua, dia hanya mengangguk kepada teman-temannya sambil dirangkul oleh Laura.
Sabrina berjalan perlahan, dirasakannya angin bertiup meniup rambutnya, sepertinya akan hujan sebentar lagi. Sabrina tau dia akan selalu mengingat Zack setiap hujan turun-- remaja ringkih dengan tubuh basah di malam itu.
Sabrina menggenggam telpon selularnya yang dikembalikan oleh Polisi kepadanya sehari setelah penggebrekan beserta dengan kotak cincin. Telpon selular Sabrina dimatikan dan disimpan oleh Zack selama di villa, begitu pula dengan telpon Zack, dia tidak ingin waktu mereka terganggu oleh telpon dan menghindari pelacakan Polisi.
Sabrina menghidupkan telpon selularnya sebelum datang ke pemakaman Zack, ratusan pesan masuk yang menanyakannya saat dia menghilang langsung menyerbu masuk ke telponnya. Tetapi Sabrina hanya membuka sebuah pesan masuk dari nomor yang sebelumnya tersimpan atas nama Hugo.
Hi Sabrina, saat kamu membaca pesan ini artinya kamu sudah berada di rumahmu, bebas dariku. Maaf aku menggunakan cara licik ini, karna aku tau kamu akan menolak kalau aku memintamu baik-baik untuk bersamaku selama beberapa hari.
Aku tidak menyesal telah melakukannya karna beberapa hari ini adalah hari yang kutunggu seumur hidupku. Tidak ada lagi yang kuinginkan hanya waktu bersamamu, aku sangat sangat bahagia.
Maafkan aku diluar kendaliku telah menyakitimu, hatiku sangat teriris melihatmu terluka. Itu semakin membuatku yakin bahwa bagaimanapun aku menginginkanmu, aku tidak boleh bersamamu karna aku tidak tau kapan lagi aku akan kehilangan kontrol lalu melukaimu lagi.
Sabrina, permintaan terakhirku adalah terimalah cincin yang sengaja kupilihkan untukmu, aku tau kamu tidak akan pernah memakainya tetapi simpanlah sama seperti kamu menyimpan barang-barang pemberianku selama ini. Aku sudah menulis pesan di atas kotak cincin agar Polisi yang menggeledah tau kepada siapa harus diserahkan.
Waktu kita sangat terbatas Sabrina, aku bisa merasakannya bahwa Polisi akan segera tiba. Waktu kita sangat singkat tetapi cintaku kepadamu sangat dalam, tanpa terbatas waktu.
Aku mencintaimu Sabrina-ku, terima kasih atas segalanya dan berbahagialah.
Zack menulisnya di hari terakhir mereka di villa, mengirimkannya kepada Sabrina yang akan membacanya begitu dia menghidupkan telpon selularnya. Sabrina menoleh sekali lagi ke arah makam Zack untuk yang terakhir kalinya.
Kenangan bersama Zack di villa akan selalu tersimpan dengan manis di sudut hatinya yang terdalam. Bagaimana Zack yang sudah mandiri sejak kecil memasak untuknya, bercerita banyak pengalaman lucunya kepadanya, mereka akan makan dan menonton lalu tertawa bersama.
Fiona dan Vincent menunggu dengan sabar diparkiran mobil, mereka memberi waktu untuk Sabrina, diantara Sabrina dan Zack ada sebuah ikatan yang tidak akan terputus untuk selamanya.
Laura mengantar Thalia pulang dan bersyukur Ibu Thalia sendiri yang menyambut mereka. Ibu Thalia mengucapkan terimakasih kepada Laura dan segera membawa Thalia ke kamarnya.
Thalia dengan tangan gemetaran segera membuka amplop yang diberikan Ibu Zack kepadanya tadi. Ibunya menatapnya dengan iba, dia sangat memahami perasaan Thalia.
Dear Thalia,
Aku tau surat ini tidak berarti apa-apa lagi begitu kamu mengetahui tentang siapa aku yang sebenarnya. Tetapi untuk menghargai 3 tahun kebersamaan kita, aku memutuskan tetap menulisnya untukmu.