“Saranku, mendingan minta maaf, Dan. Kalau kau sampai gelisah seperti itu, berarti memang perlu untuk minta maaf.” Di belakang aula, pagi hari sepi, Adam dan Dani bertemu.
Dini hari tadi, Dani meneleponnya meminta saran apakah harus meminta maaf pada Andrewi atau tidak. Hari kedua setelah Dani mengolok-olok Andrewi di kantin Timur, sesalnya belum juga reda.
Adam yang masih setengah mengantuk menyuruh Dani menemuinya pagi-pagi di belakang Aula. Dia berangkat pagi setelah Dani mendesaknya lagi ketika jam baru saja menunjukkan pukul 05.00. Alasan ada urusan OSIS dia ucapkan ketika menyuruh teman-temannya yang lain agar tidak menunggu di persimpangan dekat sekolah tempat biasa mereka saling menunggui. Mereka berdua duduk jongkok sambil memakan gorengan hangat buatan ibu Dani.
Dani sendiri memilih Adam dengan sangat hati-hati untuk meminta saran, karena menurutnya Adam adalah orang yang sangat bisa diandalkan. Dia tidak yakin apakah bisa mendapatkan ketenangan dan saran-saran bijak bila bertanya pada Issano atau Bownie. Mengingat mereka punya jurus masing-masing, sapu lidi dan pitingan leher.
“Caranya? Cara yang terbaik supaya David tidak curiga?”
“Minta maaf saja tidak akan membuat dia curiga, menurutku. Malah mungkin besok-besok David juga pasti menyuruh kau minta maaf.”
“Makanya aku bingung mau minta maaf atau enggak. Kalau inisiatif sendiri takut dia curiga. Kalau menunggu sinyal dari David, sampai sekarang dia belum ada info apa-apa.”
“Belum mungkin. Kita belum tahu reaksi Andrewi setelah kemarin itu. Apa dia masih marah, masih malu atau bagimana, kita belum tahu. Nanti kami ada latihan drama, kukbari kalau memang perlu minta maaf. Siap-siap aja, cari cara meminta maaf yang tidak terlalu mencolok, biar David tidak curiga.”
“Siap kapten. Memang tidak salah aku meminta saranmu, pak Ketua. Nanti makan siang aku yang traktir.”
Adam menolak tawaran Dani dengan alasan bahwa itu memang sudah seharusnya dia lakukan sebagai sahabat. Dani tetap kekeuh menawarkan mengabulkan satu keinginnan Adam. Sampai mereka berpisah karena akan Adam ke ruang OSIS, Dani masih meneriakkan tawaran-tawarannya. Dari mulai mencarikan pacar, makanan enak sampai traktir ke warnet satu minggu. Untung saja di sana sepi, jadi Adam tidak perlu malu karena teriakan Dani.
Tanpa berbalik dan sambil tetap berjalan, Adam mengacungkan jari tengah ke bawah, kesal karena Dani tidak berhenti juga. Dani yang sudah jauh tertinggal di belakang, membalas dengan dua jari tengah tangan kiri dan kanan berkali-kali.
***
Di kelas, jam pelajaran terakhir, Adam tak tenang kembali. Hari ini dia akan bertemu lagi dengan Andrewi dan bahkan beradu akting. Berdekatan, saling berdialog, bahkan berpegangan tangan, memegang kedua bahu saat adegan meyakinkan Putri Lopian saat Raja Sisingamangaraja akan pergi bersembunyi, serta berpelukan saat mereka bertemu lagi.
Itu semua memang adegan-adegan antara ayah dan anak. Namun tidak bagi Adam, berdekatan beberapa centi saja sudah mampu sesakkan dada, apalagi bila harus bersentuhan. Tidak terbayang bagaimana lagi harus memaksa batin agar tidak meronta-ronta.
Ketua, persiapan minta maafnya sdh selesai
Tinggal tunggu kabar darimu, boss
Read
Pesan Dani masuk ke handphonenya bersamaan dengan sebuah foto box kado coklat pekat berpita putih. Pesan berikutnya memperlihatkan isi kado tersebut. Sebuah jam tangan kulit berwarna coklat. Ada kertas berisi permintaan maaf di sana. Adam tersenyum iri.
Dia kembali teringat saat ulang tahun Andrewi tahun lalu. David ingin mengucapkan selamat ulang thaun sekaligus memberikan kado. Adamlah yang menyarankan David membeli kado jam tangan kulit saja, karena dia tahu Andrewi menyukainya. Tertulis jelas di kertas biodata yang Andrewi isi saat mendaftar masuk dulu. Adam tahu semua persis apa yang di tulis Andrewi di sana. Dia menyukai jam tangan, nasi goreng udang, kue muffin, warna coklat dan putih dan banyak lagi. Bahkan Adam ikut menemani David keliling Sidikalang mencari toko yang menjual jam tangan kulit berwarna coklat.
Namun akhirnya semua rencana itu gagal karena David tidak cukup berani. Detik-detik terakhir sebelum Andrewi naik ke angkot, David tidak bergerak juga dari motor untuk menghampiri. Sampai angkot itu hilang di kejauhan, tak ada tanda-tanda David berani untuk mengejar. Alhasil, gagal sudah semua.
Good
Kenapa jam tangan?
Send
Adam penasaran Dani tahu dari mana Andrewi menyukai jam tangan walau warnanya salah. Jelas-jelas tahun lalu Adam hanya menyarankan David saja.