Tanpa Kata

Mayhtt
Chapter #60

Kejujuran

Kejujuran yang terlambat akan berubah jadi dusta. Kata hati yang tadinya murni, berubah jadi kepalsuan. Dusta tidak hanya akan memalsukan isi hati, namun juga emosi diri. Di sanalah nanti desak hati memanipulasi bilah tulus yang tadinya damai.

Lalu di ujung bait, damai sudah tercerai-berai oleh angin. Bagai mengumpulkan debu-debu yang terbang, begitulah keadaan tidak akan sama lagi.

Suasana tegang mengisi sore di pendopo halaman samping rumah Dani. Issano dan Bownie sudah beberapa menit menginterogasi Dani, atas tindakan impulsifnya tadi siang mengantar Andrewi pulang. Dani berkali-kali berkilah itu hanya tindakan spontanitas biasa. Tidak ada hal romantis.

Dani tadinya ingin menunggu David sesuai rencana mereka, meminta maaf bersama. Namun David tidak kunjung datang padahal saat itu Andrewi sudah keluar dari gerbang sekolah. Dani pun gelagapan, takut Andrewi langsung pulang padahal Adam sudah susah payah menahannya agar menunggu di gerbang.

Rencanya Davidlah yang akan mengantarkan Andrewi pulang. Dani sampai menelepon Shaniar menanyakan alamat rumah Andrewi, dan mengirimkan alamat itu pada David. Namun, dia malah pergi menjauh ketika Dani sudah selesai meminta maaf. Tidak mungkin Andrewi ditinggalkan begitu saja sendirian.

Issano dan Bownie menyela dan menyudutkan Dani, tidak percaya dengan penjelasannya. Sementara David hanya mendengarkan dalam diam, mencoba menelaah setiap gelagat Dani.

“Kalau kau juga suka Andrewi nggak jadi masalah, Dan.”

Seketika mereka semua terdiam, memandang heran pada David.

“Andrewi itu sama seperti kita, manusia biasa juga. Dia punya hati dan perasaan, seperti kita sekarang ini. Selain itu, satu-satunya yang berhak menentukan siapa yang dia suka atau tidak, ya, Andrewinya sendiri. Bukan kita. Bukan aku juga. Jadi, kalau kau memang suka, silahkan. Kita bersaing sehat. Biarkan Andrewi yang memilih.”

“Enggak, Dave. Aku nggak akan sekejam itu mengganggu kalian.”

“Lebih kejam lagi kalau kau menganggu diam-diam. Lebih baik dari awal kita transparan.”

Ucapan David itu tidak hanya sampai pada Dani, tapi juga menembak tepat ke relung hati Adam. Sedari tadi dia hanya duduk terdiam, sedikit menjauh bersandar di sudut siku-siku pendopo. Jejak-jejak patah hati dan kelelahan masih terasa, energinya masih belum bangkit lagi.

“Dave, aku menyerah,” Dani mengangkat kedua tangannya ke udara. “Kalian berdua lebih serasi. Lebih cocok. Lagian, aku yakin dia justru lebih memilih kau Dave. Aku yakin.”

“Setuju,” Bownie menimpali.

“See? Dewa cinta sudah berbicara,” Dani menurunkan tangannya. “Silahkan, dewa cinta lanjutkan penjelasan anda, mengapa anda setuju.”

“Kau jelasin duluanlah, kenapa kau ngomong gitu. Nanti kau bikin pula penjelasanku jadi alasanmu. Padahal di hatimu lain.”

“Aku udah pegang sapu lidi ini, Dan.”

Ok…ok…ok.” Wajah Dani sudah memucat lagi dicerca berbagai tuntutan.

“Jadi gini. Logikanya, yang mempermalukan Andrewi adalah aku. Si Dani Megantara ini,” tunjuknya pada dadanya sendiri. “Tapi, seperti yang kau bilang di telepon tadi Dave, kenapa dia juga seolah-olah marah samamu? Padahal sama Adam, dia baik-baik saja. Tidak masalah sama sekali. Dari situ saja sudah kelihatan keanehannya.”

Excactly.

“Itu yang tadi kubahas sama Bownie,” ujar Issano menimpali Bownie. Adam menutup mata pura-pura tidur, sambil tetap mendengar mereka.

“Menurutku, dia bukan marah sama kau, Dave. Tapi dia lagi salting. Salting kenapa? Karena dipermalukan di depanmu. Kenapa aku tahu dia salting? Karena dia menghindari kau, itu pertama. Sementara sama Adam dia baik-baik aja, itu buktinya.”

“Kedua…” Bownie dan Issano mengaccungkan dua jari ke udara.

“Kedua, tadi waktu lagi kasih kado, Andrewi langsung terfokus samamu waktu kau muncul di seberang jalan. Asli Dave, itu bukan pandangan biasa. Aku yakin. Jadi, aku serius waktu bilang, aku menyerah. Kalian pasangan yang serasi. Aku siap mendukung sampai titik darah penghabisan.”

Issano dan Bownie bertepuk tangan terkagum-kagum pada cara Dani menjelaskan dan menyemangati David. Mereka sangat bangga karena cara berpikir Dani yang sudah dewasa.

“Bangga kali aku samamu, Dan. Semoga niat baikmu lancar, ya. Kita dukung David supaya jadian sama Andrewi.” Bownie merangkul dan menepuk-nepuk Dani.

Issano melempar sapu lidi yang sedari tadi dia genggam, lalu segera memeluk Dani. “Aku juga, bangga, lek. Bravo...Bravo...” tangannya memukul-mukul punggung Dani. Bukannya senang, Dani malah mengernyit kesakitan di dalam pelukan mereka berdua.

Sementara David ikut tertawa bahagia, menyaksikan betapa besar dukungan teman-temannya. Betapa beruntungnya dia memiliki mereka semua. Dia menoleh pada Adam yang sedang memejamkan mata. Sedari tadi Adam tidak bersuara menimbulkan tanya mendalam di benak David apa yang terjadi pada Adam.

Lihat selengkapnya